Mohon tunggu...
Bayu Tonggo
Bayu Tonggo Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Penulis adalah Mahasiswa di IFTK Ledalero, Maumere, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bikameral DPD RI: Menuju Demokrasi Deliberatif

2 Oktober 2020   17:11 Diperbarui: 2 Oktober 2020   17:15 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Pikiran Rakyat.com

Kata "dapat", bagi Todung tak menunjukan makna afirmatif dan tak memperlihatkan makna yang positif. Dalam artian bahwa kata "dapat" memiliki kecenderungan digunakan, bisa juga tak digunakan. Semestinya term yang tepat ialah "berhak". Sehingga DPD dalam pelaksanaan tugasnya memiliki hak dan sisi lainnya tuntutan kewajiban.

Kedua, secara official belum ada aturan berkenaan dengan bentuk pertanggungjawaban seorang anggota DPR kepada rakyat. Padahal dalam misi DPD sendiri salah satunya, ialah "memperkuat kapasitas pelaksanaan fungsi representasi yang mencakup penampungan dan penindaklanjutan aspirasi daerah dan pengaduan masyarakat, serta peningkatan pemahaman masyarakat tentang kelembagaan DPD RI dalam rangka akuntabilitas". Misi ini sekurang-kurangnya mencerminkan tugas DPD yang tidak hanya dalam menyerap aspirasi masyarakat daerah, tetapi juga menindaklanjuti aspirasi tersebut dalam konteks akuntabilitas (lihat Ryan Muthiara Wasti, Jurnal Hukum dan Pembangunan 47 No. 4, 2017).

Dua contoh pandangan terhadap eksistensi bikamelar DPD tersebut, boleh menjadi sebuah kritik bagi DPD sendiri, atau pun segenap aturan yang me-manage-nya. Bahwasannya, apakah kinerja DPD dan pengejawantahan aturannya selama ini, benar-benar telah menyuplai sumbangsih representatif masyarakat daerah? Ataukah justru dalam kinerjanya menciptakan pandangan "ke-tidak-berguna-an" dalam keberadaannya?

Bikamelar DPD: Bentuk Penyajian Demokrasi Deliberatif
Dalam konteks permasalahan ini bolehlah ditilik pandangan demokrasi deliberatif ala Jurgen Habermas, guna mempertegas eksistensi bikameral DPD pada tubuh parlemen. Demokrasi deliberatif idealnya menciptakan ruang atau forum, di mana persoalan dan perspektif publik ditemukan, dipetakan, serta didiskusikan bersama. Dalam hal ini, persoalan-persoalan tersebut dapat dibahas dari berbagai aspek, sebelum menjadi sebuah keputusan politis (Madung, 2011 : 104).

Konsep demokrasi deliberatif yang demikian, boleh menjadi bahan pertimbangan serta masukan bagi DPD dan aturan-aturan yang menatanya; tatkala DPD berkiprah dalam lembaga perwakilan. Bahwasannya, keberadaan DPD pada kamar kedua parlemen sudah merupakan bentuk penyajian demokrasi deliberatif. DPD dalam pelaksanaanya fungsinya akan mewakili aspirasi-aspirasi rakyat-rakyat di daerahnya dan kemudian bergerak dalam usul, pertimbangan, check and balances, di dalam parlemen sendiri. Dengan adanya hal ini, sebetulnya telah dibangun sebuah ruang konsensus dalam kehidupan demokrasi deliberatif: ditemukan, dipetakan, serta didiskusikan bersama.

Namun, hal tersebut akan menyibak sebuah fakta kesia-siaan, bila ragam problem yang ada dalam dan mengitari DPD, semisal permasalahan akan "ketidaknyamanan" posisi DPD sebagai lembaga perwakilan daerah pada parlemen; masih terus menggantung, tanpa ada upaya pemecahannya. Untuk itu, penetapan aturan untuk menyamankan keberadaan DPD sebagai kamar kedua (bikamelar) pada tubuh parlemen, menjadi sebuah pengharapan tersendiri. Happy birthday DPD RI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun