Mohon tunggu...
bayu sutyiono
bayu sutyiono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Prodi Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tertarik terhadap Isu-isu dunia Bisnis, Akuntansi, Ekonomi Syariah, Investasi, Bahasa, dan Jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kesadaran Halal Masyarakat Indonesia dan Implikasinya pada Bisnis

30 Oktober 2023   20:51 Diperbarui: 30 Oktober 2023   21:09 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu tantangan terbesar konsumen saat ini adalah memastikan apakah produk/layanan yang dikonsumsi sudah halal atau sudah memenuhi prinsip-prinsip sesuai syariah. Asimetri informasi dapat terjadi kerena informasi yang disediakan oleh pelaku bisnis dan konsumen tidak saling memenuhi. Halal traceability menjadi solusi yang menekankan kepada kemudahan untuk mengakses dan menelusuri proses produksi suatu produk hingga jadi dan terdistribusi melalui penggunaan teknologi dan internet.

Bagi konsumen, halal traceability menjadi penting untuk memberikan keyakinan akan produk yang dikonsumsi. Bagi pelaku bisnis, halal traceability juga tidak kalah krusial karena keterbukaan informasi pelaku bisnis mampu menjawab keresahan konsumen akan produk yang dikonsumsi sehingga halal traceability dapat menjadi salah satu strategi keunggulan kompetitif bagi pelaku bisnis di era saat ini.

Mengutip Strategi Nasional Pengembangan Industri Halal Indonesia oleh KNEKS, ketersediaan sistem logistik yang baik, bahan baku yang berkualitas, murah, bervariasi, berkelanjutan, serta dukungan system pemasaran yang optimal dibutuhkan agar produk halal nasional dapat unggul dan bersaing di pasar halal global. Diperkuat lagi oleh kutipan dalam Indonesia Islamic Economic Masterplan tahun 2019-2024 yang menyebutkan bahwa Indonesia punya potensi yang besar untuk menjadi produsen halal terbesar di dunia.

Halal traceability melibatkan berbagai infromasi didalamnya, mulai dari bahan baku yang digunakan, peralatan, lokasi, transportasi, proses produksi, sertifikasi halal hingga barang jadi dan bisa terdistribusi. Halal traceability sangat berkaitan dengan halal value chain management. Dalam Indonesia Islamic Economic Masterplan tahun 2019-2024 disebutkan bahwa manajemen yang baik mulai dari bahan baku hingga produk jadi dan terdistribusi adalah jaminan kualitas layanan dari suatu produk halal. Sayangnya, mengutip hasil Focus Group Discussion dalam Mastreplan tersebut, para pelaku bisnis masih membutuhkan mentor untuk pengembangan bisnisnya, termasuk dalam hal pemanfaatan digital halal traceability sebagai potensial strategi. Asistensi untuk meningkatkan kemampuan manajerial juga sangat dibutuhkan untuk bisa value creation bagi para pelaku usaha.

Keterkaitan dengan UU Jaminan Produk Halal Tahun 2014

Studi yang dilakukan Syayyidah M. Jannah dan Hasan Albanna tahun 2021, menyimpulkan bahwa konsumen Indonesia saat ini sudah semakin pintar  dalam memilih produk/layanan halal yang akan dikonsumsi. Tingginya kesadaran ini bisa tercermin dalam kemampuannya untuk menelusuri detail informasi dari produk/layanan yang akan dikonsumsi, misalnya bahan baku yang digunakan dan ketersediaan sertifikasi halal oleh pelaku bisnis.

 Temuan dan saran dalam penelitian tersebut sejalan dengan kewajiban produsen atau pelaku bisnis di dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal Tahun 2014. Dalam UU tersebut dikatakan bahwa seorang produsen dituntut wajib untuk melakukan sertifikasi halal pada setiap produk yang dimiliki guna memberikan kepastian dan kenyamanan dalam mengkonsumsi produk halal bagi konsumen. Kewajiban ini erat dengan hak konsumen atas informasi mengenai kehalalan sebuah produk.

Sebagaimana yang tertuang didalam pasal 4 huruf c Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Setiap konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa. Lebih lanjut, bagi produk yang secara jelas tidak dapat dikategorikan halal diwajibkan untuk memberikan keterbukaan informasi mengenai produknya yang tidak halal dengan mencantumkan keterangan tidak halal sebagaimana Pasal 26.

Keberadaan Undang-Undang Jaminan Produk Halal merupakan bentuk keharusan dan rasionalisasi yang lebih luas dibandingkan dengan sekedar alasan agama, akan tetapi jaminan produk halal juga menjadi sebuah nilai tambah usaha produsen atas produk tersebut. Selain itu, dengan adanya Undang-Undang Jaminan Produk Halal produsen memiliki aturan dan standar untuk memproduksi produk halal sehingga siap diekspor menuju pasar produk halal dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun