Mohon tunggu...
Muhamad Bayu Firmansyah
Muhamad Bayu Firmansyah Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Akademisi

Peneliti muda bidang hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Rangkap Jabatan pada Rektor Dipermasalahkan, Benarkah Kebijakan Pemerintah?

24 Juli 2021   09:40 Diperbarui: 24 Juli 2021   09:58 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini, banyak sekali yang membahas tentang adanya perubahan statuta pada UI, yang menyebabkan nama rekor UI menjadi sorotan publik. bagaimana tidak, praktik pengesahan PP No. 75 tahun2021, yang menggantikan aturan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI (PP No. 68 Tahun 2013). Saat PP No. 68 tahun 2013 ini masih berlaku, ternyata yang bersangkutan masih menjabat sebagai komisaris di salah satu Perusahaan milik negara. menilik hal tersebut, sebenarnya sudah melanggar ketentuan pasal 35 huruf c yang ada didalam PP tersebut telah melarang seorang rektor merangkap jabatan pada BUMN/BUMD/atau swasta. walau demikian, saat ini rektor memilih mundur dari jabatan komisaris tersebut.  namun, hal tersebut ternyata tidak menjadi masalah bagi presiden, karena Presiden saat ini telah memberikan legitimasi pada statuta UI agar dapat merangkap jabatan pada BUMN/BUMD/atau swasta.

Jika menilik pada statuta UI yang terbaru, langkah presiden dinilai tidak efektif, seolah-olah sangat nampak bahwa peraturan di Indonesia dibuat hanya untuk kepentingan penguasa demi tercapainya kepentingan tertentu dari para kelompok tertentu. jika hal ini dibiarkan terus menerus, politik hukum di Indonesia saat ini dapat dinilai sebagai bentuk subjektif pemerintah dalam menginginkan sesuatu. seperti halnya omnibus law, yang digadang-gadang pemerintah dapat mengurangi obesitas regulasi tetapi menambah parah keadaan di masyarakat. ada juga pengaturan darurat PPKM Jawa-Bali yang dinilai efektif untuk mengurangi penyebaran covid-19, justru membuat masalah baru dalam bidang ekonomi di Indonesia. apalagi dengan adanya kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi saat ini dalam bidang hak kebebasan berpendapat. disatu sisi menguntungkan seseorang / badan hukum yang diserang martabatnya, disisi lain, banyak yang menganggap hal itu tidak tepat karena tidak ada nya kejelasan regulasi.

Pemerintah harus bersikap objektif dan harus mengembalikan kebijakan-kebijakan publik yang didasarkan pada konstitusi. jangan jadikan konstitusi sebagai perlindungan pemerintah untuk melakukan keinginan tertentu dan menggunakan hukum sebagai senjata untuk menyerang masyarakat di Indonesia. 

Dengan Statuta UI yang terbaru, maka Terbukanya celah lebar otak-atik pengaturan rangkap jabatan rektor perguruan tinggi dalam praktiknya telah menimbulkan ketidakpastian hukum terkait pengaturan rangkap jabatan rektor di pendidikan tinggi. Kondisi ini dapat dilihat dari tidak seragamnya pengaturan rangkap jabatan rektor di perguruan tinggi. sehingga dapat menjadikan kebijakan pemerintah ini dinilai sangat tidak bermanfaat dan dapat menambah masalah baru di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun