Mohon tunggu...
Bayu Sapta Hari
Bayu Sapta Hari Mohon Tunggu... Editor -

Editor | suka gowes | penyuka kopi | www.catatanmasbay.wordpress.com | twitter: @bysph

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tanggapan atas Peraturan Wali Kota Depok terkait Ojek Online

30 Maret 2017   12:36 Diperbarui: 1 April 2017   06:31 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Per hari Rabu 29 Maret 2017 telah keluar Peraturan Wali Kota Depok Nomor 11 Tahun 2017 tentang Angkutan Orang dengan Sepeda Motor. Peraturan ini keluar untuk mengatur keberadaan ojek online. Tentu saja aturan ini hanya berlaku di kota Depok.

Peraturan ini juga sebagai jalan tengah atau solusi atas permasalahan dan konflik antara angkot (angkutan umum) konvensional dan angkutan umum berbasis online khususnya ojek online.

Ojek online membantu mobilitas masyarakat di tengah tuntutan zaman yang serba cepat

Sebelumnya, beredar kabar akan adanya demo dan mogok masal pengemudi angkutan umum di Depok pada hari, Rabu 29 Maret 2017. Namun, demo dan mogok masal ini urung terjadi. Keluarnya peraturan wali kota ini mungkin salah satu penyebab tidak terlaksananya demo dan mogok masal tersebut.

Melalui berita di detik, saya mencoba memahami isi dari Peraturan Wali Kota Depok Nomor 11 Tahun 2017 tentang Angkutan Orang dengan Sepeda Motor ini. Secara sekilas, saya menilai peraturan ini terkesan membatasi operasi ojek online meski kesan ini diperhalus dengan menggunakan istilah mengatur ojek online.

Salah satu isi dari peraturan wali kota Depok tersebut yang menurut saya membatasi operasi ojek online adalah pernyataan pada pasal 6 yang menyatakan bahwa ojek online tidak boleh menaikkan orang di badan jalan yang telah dilayani oleh angkutan orang dalam trayek.

Jadi, ojek online tidak boleh mengambil penumpang di jalan yang dilalui atau terdapat trayek angkot konvensional. Bagi saya, aturan ini merugikan penumpang khususnya bagi penumpang yang jalurnya dilalui angkot padahal  angkot yang lewat jalur itu jarang dan seringnya penuh karena armadanya terbatas.

Sebagai contoh, saya sendiri tinggal di daerah yang dilalui trayek angkot. Tetapi saya sering kesulitan melakukan perjalanan atau bepergian menggunakan trayek angkot tersebut. Setidaknya ada dua alasan yang menimbulkan kesulitan tersebut.

(1) Saya harus menunggu lama sampai angkot itu datang/lewat. Setidaknya diperlukan waktu 10-15 menit untuk menunggu angkot datang/lewat. Tentu hal ini sangat tidak efisien dan amat membuang waktu.

(2) Saat angkot datang sering angkot sudah penuh sehingga penumpang tidak bisa lagi naik. Coba bayangkan, kita sudah menunggu lama, ternyata angkot yang ditunggu pun sudah penuh. Buat kita yang punya urusan mendesak tentu sangat kesulitan dengan kondisi ini.

Adanya ojek online tentu sangat membantu mengatasi masalah di atas. Masalah yang timbul akibat tidak tersedianya armada angkot yang memadai. Konsumen tentu akan lebih memilih moda transportasi yang mendukung mobilitasnya ketimbang memilih angkutan umum yang tidak efisien dalam hal waktu. Hal ini sesuai dengan slogan “lebih cepat lebih baik.” Atau, “kalo ada yang lebih cepat kenapa harus nunggu yang lebih lambat.”

Dalam hal ini, saya menjadi pihak yang secara langsung terkena dampak peraturan Wali kota Depok tersebut karena daerah saya dilalui angkot yang membuat pengemudi ojek online terlarang mengambil penumpang seperti saya.

Selama ini saya sangat terbantu dengan adanya ojek online. Karena ojek online membantu mobilitas saya yang kesulitan naik angkot dengan kondisi di atas. Jadi, meski daerah saya dilalui angkot, banyak penumpang tidak tercover angkutan umum karena sering penuh dan nunggunya lama. Hal ini bisa jadi karena keterbatasan armada angkotnya.

Kondisi inilah (keterbatasan armada angkot) yang bisa diisi oleh angkutan umum berbasis online khususnya ojek. Adanya ojek online ini sebenarnya justru saling melengkapi antara angkutan umum konvensional dan online. Adanya peraturan Wali kota itu justru merugikan penumpang (seperti saya) karena menghambat mobilitas saat hendak bepergian dengan angkutan umum.

Kecuali isi peraturan tersebut bisa ditafsirkan secara luas dan luwes. Misalnya, yang dilarang itu di jalan yang dilalui angkot tapi tidak berlaku untuk di dalam gang. Jadi, ojek online tetap boleh mengambil penumpang asal masuk ke gang bukan di jalan rayanya, misalnya. Sehingga saya masih tetap bisa naik ojek online.

Menarik untuk melihat bagaimana implementasi dan pelaksanaan kebijakan atau peraturan wali kota Depok ini di lapangan.

Untuk sementara, ini dulu sedikit tanggapan dan unek-unek terkait keluarnya Peraturan Wali Kota Depok Nomor 11 Tahun 2017 tentang Angkutan Orang dengan Sepeda Motor. Semoga ada pihak terkait yang mau memperhatikan dan mempertimbangkan unek-unek ogut ini.

Di lain waktu saya juga ingin bahas bagaimana baiknya angkutan umum itu dan sudah saatnya angkot mengalami perbaikan dan perubahan. Karena saya melihat aturan-aturan yang dibuat terkesan membatasi angkutan umum berbasis online yang sebenarnya lebih sesuai perkembangan zaman, tanpa melakukan perbaikan terhadap angkutan umum konvensional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun