Mohon tunggu...
Bayu Sapta Hari
Bayu Sapta Hari Mohon Tunggu... Editor -

Editor | suka gowes | penyuka kopi | www.catatanmasbay.wordpress.com | twitter: @bysph

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prinsip Pareto dalam Politik

8 Januari 2014   13:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:01 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara umum prinsip Pareto menyatakan bahwa untuk banyak kejadian 80% efek atau akibat berasal 20% penyebabnya. Prinsip Pareto sendiri berasal dari pengamatan bahwa 80% kekayaan dimiliki oleh hanya 20% dari jumlah populasi. Pengamatan ini dilakukan oleh ekonom Italia Vilfredo Pareto pada tahun 1906 di Italia.

Dalam politik, prinsip Pareto dapat dinyatakan sebagai berikut: 80% citra positif/negatif orang atau partai berasal dari hanya 20% faktor positif/negatif orang atau partai itu.

Sebagai contoh, kita ambil dua kasus dalam politik nasional saat ini yang berkaitan dengan elektabilitas calon presiden dan partai politik peserta pemilu, yaitu: #1 jokowi dan aburizal bakrie (ARB); #2 PDIP/Golkar dan PKS.

Nilai elektabilitas yang saya gunakan disini berdasarkan hasil survei lembaga pol-tracking Institute periode September-Oktober 2013.

Contoh #1 jokowi memiliki elektabilitas tinggi (37,5%) bisa jadi berasal dari hanya 20% citranya yang terlihat baik, seperti merakyat, polos, ceplas-ceplos, suka blusukan, dll. Padahal bisa jadi ada 80% faktor negatif yang tidak tampak. Jokowi bukan berarti tidak pernah melakukan kesalahan bahkan bisa jadi banyak kesalahan yg dilakukan, tapi ini semua seolah tertutupi.

Sementara, ARB punya elektabilitas yang lebih kecil (11,7%) dari jokowi bisa jadi berasal dari hanya 20% faktor negatifnya, misalnya karena lapindo yang sulit dimaafkan, dll. Padahal bisa jadi ada 80% faktor positif lain yang ada dan pernah dilakukan, meski tdk terlihat (ini yg sebagian sudah coba diekspos melalui media-media yang dimiliki grup Bakrie seperti vivanews, antv, tvone, dll).

Contoh #2 antara PDIP dan PKS. Hasil survei menunjukkan PDIP punya elektabilitas lebih tinggi (18,5%) daripada PKS (2,9%). Bisa jadi 80% citra baik PDIP berasal hanya dari 20% faktor positif yang tampak misalnya faktor jokowi, posisi PDIP sebagai oposisi yg kritis terhadap kebijakan pemerintah, dll. Padahal bisa jadi ada 80% faktor negatif dari PDIP seperti: PDIP menempati peringkat 2 partai terkorup menurut data tahun 2012, ada anggota dewan dan kepala daerah dari PDIP yang bermasalah, dll.

Sebaliknya, 80% citra negatif PKS yang membuat elektabilitasnya kecil boleh jadi berasal hanya dari 20% faktor saja. Seperti kasus LHI, sepak terjang beberapa elitnya yang tidak disukai, dll. Padahal bisa jadi ada 80% faktor positif PKS yang tidak tampak, misalnya relawan PKS yang aktif saat bencana, PKS paling tidak korup (meski msh tergolong korup tapi persentasenya rendah), kader-kadernya yang sering mengadakan bakti sosial, dll.

Prinsip Pareto ini juga menyiratkan bahwa dengan fokus pada satu kompetensi inti (core competence) yang unik yang menjadi unggulan dapat meningkatkan daya saing (kasus Jokowi dan PDIP). Sebaliknya, satu kesalahan kecil saja juga dapat menjatuhkan dan melemahkan daya saing (kasus ARB dan PKS).

@bysph

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun