Mohon tunggu...
Bayu Sapta Hari
Bayu Sapta Hari Mohon Tunggu... Editor -

Editor | suka gowes | penyuka kopi | www.catatanmasbay.wordpress.com | twitter: @bysph

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Mengapa Arsenal Selalu Gagal di fase 16 besar Liga Champions?

26 Februari 2015   20:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:28 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini bisa jadi akan menjadi salah satu hari paling mengecewakan buat fans Arsenal. Hasil terbaru Arsenal di ajang liga champions menjadi pangkal dari kekecewaan itu. Meski dalam empat musim sebelumnya selalu terhenti di fase 16 besar, kekalahan Arsenal kali ini terasa lebih menyesakkan dibanding kekalahan dan kegagalan sebelumnya. Jika empat musim sebelumnya Arsenal selalu tersingkir oleh klub-klub yang notabene punya reputasi bagus di Eropa (Barcelona, AC Milan, dan Bayern Muenchen), namun kali ini Arsenal justru kalah dari tim yang dianggap lebih lemah (tanpa mengurangi rasa hormat buat AS Monaco) dan di kandang sendiri pula. Euforia dan semangat menggebu-gebu dari fans Arsenal sebelum pertandingan pun dalam sekejap berubah menjadi kekecewaan yang amat dalam (... di situlah kadang saya merasa sedih).

Kekalahan dari AS Monaco di kandang sendiri, Emirates Stadium, memang layak disesali dan ditangisi oleh seluruh fans Arsenal di seluruh dunia (halah lebayy amat). Seluruh fans Arsenal mungkin masih ingat saat undian 16 besar liga champion dilakukan dan menempatkan Arsenal “hanya” berhadapan dengan AS Monaco sehingga terhindar dari lawan yang lebih “berat”. Saat itu semua fans Arsenal amat yakin Arsenal (sekali lagi) “hanya” bertemu dengan lawan yang relatif lebih “ringan” dan punya harapan dan peluang yang lebih besar untuk bisa melenggang dari fase 16 besar ini. Hal ini menjadi sesuatu yang amat penting karena sudah 4 musim Arsenal gagal melewati fase 16 besar liga champion ini.

Jadi, saat undian mempertemukan Arsenal dengan AS Monaco, euforia seakan menyelimuti para fans Arsenal. Pertandingan kandang kontra AS Monaco di Emirates Stadium pun menjadi salah satu yang amat dinanti-nanti oleh seluruh fans yang amat berharap Arsenal mampu menampilkan permainan terbaiknya untuk mendapatkan hasil yang memuaskan (sebuah kemenangan, tentu saja). Sebuah kemenangan di depan pendukung merupakan sebuah hadiah manis, sebuah penegasan dan kesiapan bersaing di level Eropa sekaligus memperbesar peluang untuk lolos ke fase selanjutnya.

Namun semua euforia itu seakan lenyap saat pertandingan dimulai. Tanda-tanda yang kurang menyenangkan mulai menyeruak saat Arsenal memulai pertandingan secara tidak meyakinkan. Gugup dan terburu-buru mungkin dua kata yang bisa menggambarkan kondisi ini. Entah karena terlalu yakin atau masih terbayang-bayang hasil-hasil buruk sebelumnya di fase 16 besar liga champion ini, permainan Arsenal tidak menggambarkan semangat dan keinginan yang besar dari fans yang menginginkan kemenangan. Salah umpan dan kebingungan saat mulai masuk ke sepertiga wilayah lawan menjadi hal yang amat sering terlihat dari pertandingan tadi.

Gugup dan terburu-buru pun menjadi salah satu penilaian Wenger atas performa Arsenal di pertandingan lawan AS Monaco tadi. Penampilan lini pertahanan Arsenal yang bak melakukan bunuh diri juga menjadi alasan Wenger yang lain. Dua gol Monaco di babak kedua lahir dari serangan balik yang memanfaatkan kelengahan pemain bertahan Arsenal dalam menjaga pertahanannya. Lebih jauh lagi Wenger menyebut kelemahan paling menonjol Arsenal adalah dalam hal mentalitas. Mengutip kata-kata Wenger, “Our weakness was more down to mentality.”

Masalah Mentalitas memang sudah lama diungkapkan oleh banyak pengamat sebagai masalah besar yang menyebabkan Arsenal sulit meraih banyak gelar. Penampilan yang tidak stabil dan tidak konsisten serta banyak melakukan kesalahan sendiri berakibat permainan Arsenal tidak berkembang. Jika kesalahan-kesalahan ini terjadi di pertandingan level liga champions, itu memang akan menjadi fatal akibatnya. Tim yang berlaga di fase grup liga champions tentu saja bukan tim sembarangan dan akan begitu mudah memanfaatkan kesalahan-kesalahan sekecil apapun.

Kesalahan-kesalahan seperti ini memang kerap terjadi saat Arsenal bertanding di liga primer inggris dan Arsenal masih tetap dapat meraih poin (seri atau bahkan tetap menang). Namun saat hal seperti ini terjadi di fase gugur liga champion, tentu dampaknya akan sangat buruk dan berpengaruh besar bagi kelolosan ke fase berikutnya. Dengan permainan Arsenal yang kurang stabil di liga primer inggris toh Arsenal masih bisa bercokol di posisi tiga klasemen sementara (tentu saja masih ada peluang Arsenal disalip tim lain). Namun di ajang liga champion, sebuah tim harus benar-benar sempurna untuk dapat tetap bertahan dan melaju ke fase berikutnya. Sebuah kesalahan saja bisa mengurangi peluang tim untuk tetap bertahan. Inilah yang sepertinya perlu disadari oleh Arsenal yang seolah-olah selalu mengulangi kesalahan yang sama dari tahun ke tahun.

Di ajang liga champion, ketenangan dan kematangan memang menjadi salah satu faktor penting yang bisa jadi mempengaruhi nasib sebuah tim sejauh mana tim itu bertahan. Faktor inilah yang mungkin perlu lebih disadari dan dimiliki oleh Arsenal. Status Arsenal sebagai tim yang selalu tampil dalam 17 kali secara berturut-turut di liga champion (hanya real madrid yang punya catatan sama), sama sekali tidak ada gunanya jika tidak memiliki mental seperti ini. Hasil positif Arsenal sebelum pertandingan lawan AS Monaco ini yang hanya kalah dua kali dalam 10 pertandingan (sisanya menang) tentu tidak akan banyak membantu bertahan di liga champion jika Arsenal masih belum bisa mengendalikan dirinya sendiri.

Ya, saya melihat faktor internal (mentalitas) dalam diri Arsenal sendirilah sebagai faktor utama yang menyebabkan Arsenal kerap gagal menang di fase gugur liga champion atau turnamen lainnya. Jika di liga primer inggris Arsenal selalu bisa mengakhiri musim di posisi empat besar, Arsenal kerap gagal di berbagai turnamen (dengan sistem gugur). Kemenangan di ajang piala FA mungkin bisa menjadi sebuah awal untuk menghilangkan “penyakit” ini dan lebih memperkuat mental Arsenal untuk dapat meraih titel juara di ajang lainnya.

Tapi tentu saja kekalahan atas AS Monaco ini belum mengakhiri kiprah Arsenal di ajang liga champion karena masih ada pertandingan leg kedua di kandang Monaco. Meskipun berat, peluang lolos masih ada. Namun untuk bisa lolos, Arsenal harus mampu mengalahkan dirinya sendiri dengan bermain tenang dan enjoy. Dengan ketenangan itu dan bermain kompak sebagai sebuah tim, “kutukan” dengan selalu terhenti di fase 16 besar liga champion bisa dihindari.

@bysph

artikel terkait:

catatanmasbay.wordpress.com/2015/02/26/belajar-dari-kekalahan-arsenal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun