Dalam empat bulan ke depan, masa kepemimpinan Presiden Jokowi akan berakhir setelah dua periode memimpin Republik Indonesia. Selama masa jabatannya, para politikus, mahasiswa bahkan akademisi, sering menyoroti kelemahan, dan buruknya sistem keseimbangan partai politik serta inflasinya moral politik.
Secara teoretis, Indonesia adalah negara presidensial yang tidak mengenal sistem oposisi dalam sistem parlemennya. Walaupun banyak negara presidensial lain, seperti Amerika Serikat, mengadopsi sistem oposisi secara non-formal. Di Indonesia, hanya sangat sedikit, bahkan hampir tidak ada yang secara konsisten berafiliasi sebagai oposisi, sementara partai-partai yang kalah pemilu baru belakangan ini mengambil sikap oposisi setelah beberapa konflik dengan pemerintah.
Ketidakseimbangan ini terlihat jelas dari kurangnya dinamika di parlemen. Undang-undang dapat disahkan dengan cepat, sering kali hanya dalam hitungan bulan. Hal ini menunjukkan bahwa sistem politik saat ini tidak memberikan ruang yang cukup untuk perdebatan dan pengawasan yang sehat.
Selama dua periode kepemimpinannya, Jokowi telah menghadapi kritik keras terkait beberapa kebijakan dan tindakan yang dianggap merusak demokrasi dan capaian reformasi.Â
- Pelemahan KPK. Revisi UU KPK yang dianggap mengurangi independensi dan efektivitas lembaga antikorupsi tersebut.
- UU Cipta Kerja. Undang-undang yang dianggap menekan rakyat atas nama investasi dan mengabaikan hak-hak pekerja.
- IUP Tambang dan Ormas. Pemerintah dianggap terlibat dalam penerbitan izin usaha pertambangan bersama ormas, yang menimbulkan konflik kepentingan.
- Proyek IKN. Proyek Ibu Kota Negara yang dinilai tidak terencana dengan baik dan berpotensi merugikan.
- RUU Penyiaran. Upaya yang dianggap sebagai pemberangusan kebebasan pers dan jurnalis.
- Biaya Pendidikan. Naiknya UKT di banyak perguruan tinggi Negeri.
- RUU TNI. Rencana pengembalian dwifungsi ABRI yang dianggap mengancam reformasi militer.
- Cawe-Cawe Pilpres 2024. Campur tangan pemerintah dalam pemilihan presiden. Dan lain-lain.
Demokrasi sebagai sistem yang menuntut adanya sirkulasi elit politik kini lumpuh. Banyaknya nepotisme terjadi, seakan-akan hanya yang punya privilage yang bisa masuk ke-laga politik. Terjadi ketimpangan dan kemiskinan di penjuru negeri. Ketakutan akan penyampaian kritik. Hal-hal ini juga belum diselesaikan di 10 tahun rezim ini.
Politik sebagai Ujian Etika dan Moral Tertinggi
Di atas hukum ada moral dan etika sebagai refleksi dari religiositas dan kearifan budaya luhur. Hukum, dalam arti aturan-aturan, dapat dibuat dan dimanipulasi oleh penguasa. Salah satu teorinya menyatakan bahwa hukum adalah produk politik. Hal terpenting dari landasan operasional hukum adalah moral dan etika yang bisa dibaca oleh nurani manusia waras dan kesadaran publik. Seruan moral untuk meluruskan politik selalu menjadi pengarah bagi politik yang dikendalikan secara menyimpang.
Dalam 26 tahun sejak reformasi, dua periode kepemimpinan Jokowi telah membawa banyak perubahan yang kontroversial. Kritik-kritik tersebut menyoroti bagaimana capaian reformasi dianggap terancam dan demokrasi mengalami kemunduran menunju..... "Orde paling Baru".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H