Mohon tunggu...
Renaldi Bayu
Renaldi Bayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - I'm a Student of Accounting at Udayana University.

@malleumiustitiae @refknow (Enjoy Writing, Reading and Dialectics)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mungkinkah Mencari Kebahagiaan Beyond Keinginan Pribadi: Perspektif Immanuel Kant

24 November 2023   07:00 Diperbarui: 24 November 2023   09:28 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.darus.id/2020/08/peran-filsafat-dalam-kehidupan-manusia.html

Filsafat Immanuel Kant mengajukan pertanyaan mendalam tentang hubungan antara kebahagiaan dan moralitas. Ia menyoroti perbedaan esensial filosofis antara kebahagiaan yang rasional dan Kebahagiaan dipikirkan, serta pentingnya universalitas dalam konteks kebahagiaan. Untuk lebih memahami pandangan Kant, mari telusuri inti dan nilai-nilai sentral dari filsafatnya.

Kebahagiaan Menurut Immanuel Kant

Kant melihat kebahagiaan sebagai aspek yang bukan landasan utama dalam menilai moralitas. Baginya, kebahagiaan cenderung terkait dengan kepuasan keinginan dan kecenderungan pribadi, berlawanan dengan tindakan moral yang seharusnya didasarkan pada kewajiban dan prinsip moral yang bersifat universal. Kebahagiaan yang rasional, dalam konsep Kant, timbul dari tindakan sesuai dengan imperatif kategoris, bukan dari keinginan subjektif.

https://www.darus.id/2020/08/peran-filsafat-dalam-kehidupan-manusia.html
https://www.darus.id/2020/08/peran-filsafat-dalam-kehidupan-manusia.html

Moral, untuk apa?

Moralitas, menurut Kant, bukanlah instruksi untuk bagaimana menjadi bahagia, bukan untuk mencapai kebahagiaan, melainkan merupakan syarat-syarat rasional (conditio sine qua non) kebahagiaan. Bila kita bermoral kita dapat berharap bahwa kita akan berbahagia. Tapi harus diingat, motivasi kita untuk bermoral bukanlah untuk mencapai kebahagiaan (heteronomi), melainkan kebahagiaan itu dapat kita peroleh kalau kita bermoral.

Kebahagiaan yang Rasional vs Kebahagiaan yang Dipikirkan

Kebahagiaan yang rasional, bersumber dari akal budi dan kewajiban moral, ini sejalan dengan prinsip-prinsip moral universal yang dapat dijadikan hukum bagi seluruh umat manusia. Di sisi lain, kebahagiaan yang dipikirkan lebih berkaitan dengan kepuasan keinginan pribadi dan mungkin tidak selalu sejalan dengan norma-norma moral yang universal. Kant menegaskan bahwa kebahagiaan yang dipikirkan bukanlah tujuan moralitas. Meskipun dapat menjadi konsekuensi dari tindakan moral, parameter penilaian moral tetap terletak pada tindakan itu sendiri, berdasarkan imperatif kategoris dan kehendak baik. Universalitas memegang peranan istimewa dalam prinsip moral Kant. Kebahagiaan yang universal, menurutnya, adalah kebahagiaan yang berlaku untuk semua manusia tanpa memandang perbedaan individu. Hal ini terkait erat dengan konsep imperatif kategoris yang mewajibkan tindakan dapat dijadikan hukum universal.

Kebahagiaan sebagai Postulat Moralitas Menuju Summum Bonum

Filsafat moralitas Immanuel Kant mencapai puncak dengan mengangkat kebahagiaan sebagai postulat moralitas yang mengarah pada pencapaian summum bonum, atau kebaikan tertinggi. Postulat moralitas adalah sesuatu yang harus diterima agar pemahaman atau rasionalitas lainnya dapat dipahami. Dalam konteks ini, terdapat tiga postulat moralitas kunci kebebasan, keabadian jiwa, dan eksistensi Tuhan.

  • Kebebasan Kebebasan adalah dasar dari tindakan moral. Tanpa kebebasan, tindakan kita tidak dapat dianggap sebagai hasil dari kehendak bebas dan oleh karena itu tidak memiliki nilai moral. Postulat kebebasan memerlukan kita untuk mengakui dan menerima bahwa kita memiliki kebebasan untuk membuat pilihan moral yang benar.
  • Keabadian Jiwa (Unsterblichkeit der Seele) Keabadian jiwa adalah postulat yang mengarah pada keyakinan akan keabadian atau kelangsungan hidup jiwa setelah kematian. Ini diperlukan agar tindakan moral kita memiliki akibat atau konsekuensi yang adil, terlepas dari keadaan segera setelah tindakan tersebut. Keabadian jiwa memastikan bahwa keadilan dan nilai moral memiliki dimensi yang melampaui kehidupan kita di dunia ini.
  • Eksistensi Tuhan (Dasein Gottes) Eksistensi Tuhan adalah postulat yang berkaitan dengan keyakinan akan keberadaan Tuhan. Kant meyakini bahwa keberadaan Tuhan diperlukan untuk menjamin keadilan absolut dan keselamatan jiwa dalam jangka panjang. Tuhan dianggap sebagai dasar bagi aturan moralitas yang objektif dan keberlanjutan nilai-nilai moral.

Andaikan kita memiliki segala kebahagiaan yang mungkin di dunia ini, apakah kita akan menyimpan kebahagiaan itu hanya untuk diri sendiri, ataukah kita juga akan membagikannya kepada orang lain untuk menciptakan kebahagiaan bersama?


....Mengapa?

Pertanyaan ini mendorong refleksi mendalam tentang sifat kebahagiaan dan moralitas. Mengikuti pandangan Kant, hanya kehidupan yang bermoral yang layak untuk berbahagia. Dengan kata lain, kebahagiaan yang sejati dan bermakna dapat dicapai melalui tindakan-tindakan yang sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang universal.

Ketika kita membagi kebahagiaan dengan orang lain, kita tidak hanya memenuhi kewajiban moral, tetapi juga menciptakan suatu keadaan di mana kebahagiaan menjadi lebih berkelanjutan dan bermakna. Membagikan kebahagiaan dengan orang lain mencerminkan penghargaan terhadap nilai-nilai moral yang mendasari postulat moralitas.

Jadi, dalam pandangan Kant, kebahagiaan yang sejati terletak dalam kehidupan yang bermoral dan kemampuan untuk berkontribusi pada kebahagiaan bersama, menciptakan summum bonum yang diidamkan dalam filsafat moralitasnya. Dengan mengaitkan kebahagiaan pada tindakan moral yang bersifat universal, Kant membentuk dasar etika deontologisnya. Pendekatan ini menegaskan bahwa kewajiban moral tidak boleh dikompromikan oleh keinginan pribadi atau situasi tertentu.

Mungkinkah Bahagia dengan Filsafat Immanuel Kant?

Pertanyaan ini mengajak kita memahami nilai dan tujuan hidup dari perspektif individu. Bagi mereka yang menghargai kebebasan, tanggung jawab moral, dan martabat manusia, filsafat Kant dapat menjadi panduan yang kuat. Kebahagiaan yang diperoleh melalui tindakan sesuai dengan imperatif kategoris dapat memberikan kepuasan yang mendalam, karena didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang tinggi. Kendatipun, ketika berbicara tentang kebahagiaan yang dipikirkan, yaitu kebahagiaan yang didasarkan pada kepuasan pribadi tanpa mempertimbangkan aspek moralitas, Kant menunjukkan keraguannya. Bagi Kant, kebahagiaan tanpa dasar moral universal dapat menimbulkan konflik dengan nilai-nilai etika yang dipegang teguhnya.

Kehendak Baik, Otonomi, Keutamaan, dan Kebahagiaan

Dalam konsep pandangan Kant, kehendak baik adalah kehendak yang bertindak sesuai dengan kewajiban moral tanpa dipengaruhi oleh keinginan pribadi. Ini dianggap sebagai sumber nilai moralitas tertinggi menurut Kant. Otonomi, kemampuan untuk memberikan hukum moral bagi diri sendiri, menjadi landasan bagi kebebasan moral. Kant percaya bahwa manusia, dengan akal budinya, memiliki kapasitas untuk menentukan dan mengikuti hukum moral tanpa perlu dikendalikan oleh kekuatan eksternal.

Kebahagiaan tidak boleh jadi motivasi untuk memiliki keutamaan, namun bila kita berkeutamaan kita memiliki alasan untuk mengharapkan kebahagiaan. Kebaikan tertinggi adalah moralitas, sementara kebahagiaan adalah elemen keduanya. Asalkan kita berkeutamaan, kita punya alasan yang cukup untuk mengharapkan kebahagiaan.

Bagaimana hubungan ketaatan terhadap kewajiban moral (keutamaan, virtue) dan kebahagiaan? Apakah kalau kita memiliki keutamaan maka kita pasti akan bahagia?

... Tidak ada! Sebab relasi kausal hanya mungkin terjadi melalui hukum alam, dan bukan dalam hukum moral! Keutamaan tidak secara niscaya menghasilkan kebahagiaan!


Kelayakan untuk berbahagia


“Ketaatan kita kepada kewajiban kita adalah satu-satunya syarat universal bagi kelayakan kita untuk berbahagia, dan kelayakan kita untuk berbahagia adalah identik dengan ketaatan terhadap kewajiban

"Moral bukanlah cara untuk memperoleh kebahagiaan, melainkan bagaimana agar kita menjadi layak untuk bahagia"

Melalui kebohongan kita dapat bahagia, tapi sebenarnya tidak layak berbahagia; kebahagiaan yang dicapai melalui berbohong itu tidak bermartabat. Seseorang disebut "layak atau bermartabat” (würdig) untuk memiliki sesuatu hanya jika ia mengharmoniskan kepemilikan itu dengan kebaikan tertinggi (summum bonum). Walaupun, kebahagiaan ini tidak boleh menjadi motif untuk bertindak moral, sebab hal itu akan jatuh pada heteronomi, sebagaimana etika eudaimonia. Kepuasan itu adalah hasil tidak langsung moralitas. Jika orang bertindak berdasarkan kewajiban dan memperoleh perasaan puas atau bahagia sebagai akibatnya, tidak bisa dikatakan bahwa ia jatuh dalam heteronomi moral.

"Sebuah tindakan yang didasarkan atas kewajiban memiliki nilai moral bukan dalam tujuan yang hendak dicapai, melainkan dalam maksim/prinsip  yang menjadi dasar tindakan tersebut"

Kritik Terhadap Etika Stoik

https://pamflet.or.id/2022/03/11/aku-dan-stoa-melawan-dunia/
https://pamflet.or.id/2022/03/11/aku-dan-stoa-melawan-dunia/

Dalam mengevaluasi etika stoik, Kant menyoroti sifat egoisnya. Ia berpendapat bahwa etika stoik terlalu fokus pada kebahagiaan dan ketenangan diri sendiri tanpa memperhatikan kesejahteraan orang lain. Kant menilai bahwa etika stoik tidak sesuai dengan prinsip moral universal yang diadvokasikannya melalui imperatif kategoris. Kritik ini memberikan gambaran tentang bagaimana Kant menilai nilai etika berdasarkan universalitas, dan sejauh mana pandangan ini berselisih dengan pandangan filsafat lain.

Kesimpulan

Dalam menjalani kehidupan sesuai dengan filsafat Immanuel Kant, seseorang dapat mencapai kebahagiaan yang mendalam melalui kebahagiaan yang rasional, yaitu kebahagiaan yang muncul dari kewajiban moral dan imperatif kategoris. Penting untuk mengevaluasi nilai kebahagiaan yang dipikirkan, yang mungkin bertentangan dengan prinsip moral universal yang ditekankan oleh Kant. Melalui pemahaman dan penerapan konsep-konsep seperti kehendak baik, otonomi, dan universalitas, seseorang dapat menemukan makna dan tujuan hidup yang sejalan dengan nilai moral yang tinggi. Meskipun tantangan mungkin muncul, pendekatan ini menawarkan landasan yang kokoh bagi individu untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip moral universal Immanuel Kant.

Referensi

Anna Magdalena Elsner, & Rampton, V. (2022). "Accompanied Only by My Thoughts" A Kantian Perspective on Autonomy at the End of Life. Journal of Medicine and Philosophy, 47(6), 688--700. https//doi.org/10.1093/jmp/jhac026

Bonifasius Prasetya, & Bonifasius Prasetya. (2020, September 6). Kebahagiaan dan Tanggung Jawab Kantian | LSF Discourse. Retrieved November 23, 2023, from Lingkar Studi Filsafat Discourse website https//lsfdiscourse.org/kebahagiaan-dan-tanggung-jawab-kantian/

Endang Daruni Asdi. (2017). Imperatif Kategoris dalam Filsafat Moral Immanuel Kant. Jurnal Filsafat, 1(1), 9--19. Retrieved from https//jurnal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/31607/19133

Islah Gusmian. (2014, December 30). FILSAFAT MORAL IMMANUEL KANT Suatu Tinjauan Paradigmatik. Retrieved November 23, 2023, from ResearchGate website https//www.researchgate.net/publication/330817129_FILSAFAT_MORAL_IMMANUEL_KANT_Suatu_Tinjauan_Paradigmatik

RINI JAYANTI. (2021). Konsep Kebahagiaan Dalam Buku Filosofi Teras Ditinjau Dari Imperatif Kategoris Immanuel Kant. Retrieved November 23, 2023, from Ugm.ac.id website https//etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/204962

Reath, A. (2012). Kant's conception of autonomy of the will. Cambridge University Press EBooks, 32--52. https//doi.org/10.1017/cbo9780511792489.004

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun