Pendidikan di Indonesia saat ini dihadapkan pada berbagai permasalahan yang kompleks. Mulai dari rendahnya kualitas guru dan kurangnya sistem pendidikan yang dapat memuat seluruh sumber daya yang ada. Pendidikan saat ini cenderung hanya untuk mencari nilai sebagai syarat untuk naik kelas atau untuk memperoleh ijasah, Padahal pada hakekatnya pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan peserta didik agar dapat bersaing dalam berbagai aspek kehidupan bukan hanya bersaing untuk mendapatkan rangking ke-1 atau mendapat nilai seratus setiap ulangan. Apakah peserta didik yang mendapatkan rangking ke-1 dan setiap ulangan selalu mendapat nilai seratus itu berarti bahwa peserta didik dapat menguasai pengetahuan-pengetahuan dan keterampilan yang telah diajarkan guru?
Jawabnya: “Tidak!” karena sebagian besar pengetahuan yang diperoleh anak hanya bersifat sementara. Coba kita ulas lagi pelajaran yang sama pada semester depan pada kelas yang lebih tinggi, tentunya sebagian siswa akan menjawab “lupa” atau bahkan “belum diajarkan”. Itulah fenomena di tempat saya mengajar.
Berbagai metode telah diupayakan agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan, namun di sekolah saya mengajar, metode yang seharusnya menyenangkan justru menjadi metode yang membosankan bagi peserta didik dan membuat peserta didik bingung terhadap materi yang diajarkan sehingga pembelajaran paling efekstif adalah dengan ceramah dan pemberian tugas rumah. Sampai saat ini saya sudah mencoba berbagai metode pembelajaran dan mencoba untuk mencari metode yang paling tepat. Dari metode-metode pembelajaran yang saya dapatkan saat kuliah, ada jenis pembelajaran yang perlu dicoba yaotu pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu ini tidak mementingkan urutan proses pembelajaran sesuai dengan aturan baku pada kurikulum namun bebas untuk menentukan materi yang saling terkait diantara berbagai kajian bidang studi.
Pembelajaran model seperti ini memang efektif diterapkan karena dapat mengakomodasikan semua ilmu dalam satu kesatuan yang kompleks sehingga dapat lebih mudah dicerna siswa. Namun dengan sistem penilain yang masih mementingkan nilai sebagai acuan kelulusan apakah model seperti ini nantinya tidak akan terpaku pada aspek kognitif sebagai dasar penilaian? Berarti pembelajaran tepadu hanya pembelajarannya yang terpadu namun dasar penilaian dari hasil pembelajaran tetap terpaku pada “nilai”. Bagaimanakah membuat pembelajaran terpadu yang benar-benar terpadu dalam berbagai aspek bukan hanya segala sesuatu dalam pembelajaran hasilnya hanya diukur dengan nilai sebagai acuan keberhasilan suatu pembelajaran?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H