Mohon tunggu...
Bayu Mustaqim Wicaksono
Bayu Mustaqim Wicaksono Mohon Tunggu... Teknisi - Bayu

Mempelajari kapal, mengerjakan pesawat, menyukai kereta api, menggunakan sepeda, dan memilih mobil sebagai alternatif terakhir alat transportasi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Niatnya Ngabuburit Keliling Kota, Ternyata...

22 Mei 2018   22:41 Diperbarui: 22 Mei 2018   22:49 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu yang paling menegangkan saat puasa adalah antara zuhur dan asar. Sedangkan yang paling membosankan adalah antara asar dengan magrib. Untuk mengatasi masalah kebosonan itu, biasanya oranga-orang ngabuburit menanti azan magrib berkumandang. Termasuk yang pernah saya lakukan.

Di koran, saya pernah baca mengenai wisata bus keliling kota di Surabaya. Bertajuk "Surabaya Heritage Track (SHT)". Titik kunjungannya beragam, tergantung tema tur yang sedang diadakan. Saya pun tertarik menaiki bus ini. Menurut perhitungan, bila saya mengikuti tur bus dengan jadwal paling sore, maka begitu tur selesai azan magrib sudah hampir dimulai.

Berangkatlah saya menuju titik kumpul SHT, di pabrik rokok sekaligus sebagai museum salah satu perusahaan rokok besar di tanah air. Lokasinya lumayan jauh di tengah kota. Siang-siang naik sepeda. Tapi tak apa. Nanti sore bisa keliling kota menunggu waktu berbuka.

Sesampai di sana, masih sepi. Jadwal tur masih dua jam lagi. Bus pun masih terparkir rapi. Yuhuuu, jalan-jalan keliling museum dulu.

Begitu melewati ambang pintu museum, aroma tembakau dan cengkih semerbak menyengat. Harum sekali. Sayang, bila sudah dilinting dan dibakar, baunya membuat saya tak kuat.

Di dinding-dinding museum, terpajang rapi sejarah perjalanan perusahaan. Di lantai, berjajar karung-karung tembakau dan cengkih. Asal muasal bau harum tadi. Tak lepas pula ada ornamen-ornamen yang katanya bagian dari sejarah perusahaan.

Selanjutnya, saya naik ke lantai dua. Dari atas sini, kita bisa melihat pekerja pabrik rokok melinting dan mengepak rokok. Cepat sekali tangan-tangan mereka! Saya coba tirukan gerakan-mereka-melinting di alat purwarupa, malah buyar. Tembakaunya tercecer berantakan.

Lama mengamati hal-hal di museum, kok belum ada pengumuman apapun mengenai keberangkatan bus. Saya turun lagi ke bawah. Keluar museum. Dan terlihat bus masih sepi, adem ayem.

Oke. Saya tunggu saja di dalam. Buat apa panas-panasan menunggu di luar. Toh masih satu jam dari jadwal dimulainya tur. Sayangnya, perasaan ini sudah tak tenang. Seperti ada yang salah sejak permulaan.

Isi museum tak lagi semenarik awalnya. Hanya Mba-Mba manis yang datang silih berganti. Sialnya, semua sudah membawa pasangan. Ga menarik juga deh jadinya.

Setengah jam sebelum waktu keberangkatan. Belum juga ada pengumuman. Anehnya, bus tetap tak berubah keadaan. Akhirnya semakin penasaran.

Seingat saya, di gerbang tadi ada pos satpam. Melangkahlah kaki ini ke sana, demi sebuah kepastian.

"Permisi, Pak!" sapa saya.

Ini sistem naik busnya bagaimana ya? Sudah dari tadi saya di museum kok belum ada pengumuman juga. Apa nanti langsung masuk saja pas jamnya?" tanya saya ke petugas satpam.

Dan... malapetaka itu tiba.

"Ya daftarlah, Dek. Ini bisa tulis namanya di buku." Petugas satpam menjelaskan. Kemudian ditunjukkanlah olehnya buku pendaftaran peserta tur, "Tapi ini untuk tur yang terakhir sudah penuh. Bisa ikut yang besok paling."

Mendengar perkataannya, rasanya sakit sekali. Saya kena PHP. Bayangkan, sudah bersepeda kala matahari terik, hasilnya malah jauh dari keinginan. Sampai sekarang pun, saya belum pernah kembali ke museum itu atau sekadar ingin mengikuti tur SHT lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun