Mohon tunggu...
Bayu Mustaqim Wicaksono
Bayu Mustaqim Wicaksono Mohon Tunggu... Teknisi - Bayu

Mempelajari kapal, mengerjakan pesawat, menyukai kereta api, menggunakan sepeda, dan memilih mobil sebagai alternatif terakhir alat transportasi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ada Saudara Baru Saat Berbuka

19 Mei 2018   23:15 Diperbarui: 19 Mei 2018   23:19 956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana buka puasa bersama - Ilustrasi. (Bayu M. Wicaksono)

Ketika merantau, momen berbuka puasa adalah yang paling menyedihkan. Sepi, sendiri, makannya itu-itu lagi. Padahal kalau di rumah segala makanan dan minuman ada. Sampai menyerah untuk mnghabiskannya.

Nah, salah satu solusinya adalah berbuka puasa bersama. Satu dan lain tempat berbeda porsi. Ada yang hanya menyediakan minuman, kudapan, ada pula yang sampai makanan inti.

Kalau di kampus saya dulu, hidangan bedugnya (orang-orang sering menyebutnya takjil) biasa saja. Hanya gelas-gelas berwarna yang tersusun rapi di atas meja. Sayangnya, tidak semua gelas berwarna ini diisi air berwarna (paham ya?).

Minuman berwarna - Ilustrasi. (Bayu M. Wicaksono)
Minuman berwarna - Ilustrasi. (Bayu M. Wicaksono)
Jamaah tidak bisa menentukan pilihan. Semua orang kecuali panitia baru boleh mendekati meja berisi gelas dan mengambil gelas masing-masing beberapa saat sebelum azan. Bayangkan, betapa banyak tangan bersliweran di atas meja dalam satu waktu. Hanya beberapa detik saja peristiwa itu berlangsung, dan gelas langsung ludes tak tersisa.

Pada saat perebutan, ada saja tangan tak bertuan yang entah datang dari sisi yang mana. Seakan ada portal lubang cacing yang terbuka di atas meja. Wusss, gelas yang sudah dilirik-lirik dalam sekejap bisa menghilang.

Memang, saat itu sulit untuk memilih gelas door prize atau yang zonk. Jadi, prinsipnya ambil saja dulu gelasnya. Jangan lupa berdoa. Semoga yang berwarna bukan hanya gelas, melainkan juga airnya.

Jika pun ada yang bersitegang gara-gara gelas incaran hilang, semua orang langsung berekonsiliasi kok. Saf tetap rapat saat salat. Pundak bertemu pundak dan kaki bertemu kaki meskipun saat takbiratul ihram serasa familiar dengan tangan orang di sebelah. Mirip tangan yang muncul dari portal lubang cacing. Hehe.

Keseruan berikutnya terjadi pascasalat magrib. Ini adalah waktu para jamaah meninggalkan ruang utama dan berkumpul di serambi masjid. Buat apa? Jeng jeng jeng, pembagian makanan buka puasa. Nasi, sayur, dan lauk pauknya.

Tapi, ga ada serunya kalau cuma dibagi biasa. Ada aturan unik yang harus diikuti oleh setiap jamaah. Jamaah calon penerima makanan berbuka harus berkumpul lima orang per kelompok. Kelima orang tersebut harus duduk rapi tanpa teriak-teriak. Jangan seperti peserta aksi-yang katanya-nasionalistis belum dapat jatah logistik.

Duduknya pun harus berbentuk lingkaran. Dilarang membuat bentuk segi tiga, segi empat, atau segi banyak. Selain susah, formasi duduk selain lingkaran juga makan tempat. Sudah dihitunglah pokoknya sama panitia. Namanya juga mahasiswa, semua hal dipikirkan.

Suasana buka puasa bersama - Ilustrasi. (Bayu M. Wicaksono)
Suasana buka puasa bersama - Ilustrasi. (Bayu M. Wicaksono)
Nah, butuh waktu yang tidak sedikit dari mulai duduk dalam formasi sampai makanan dibagikan. Panitia baru akan datang membawa makanan jika dan hanya jika semua jamaah telah pindah dari ruang utama masjid ke serambi.

Jadi, manusia-manusia yang salatnya tanpa zikir dan doa terpaksa menunggu dengan perut keroncongan lumayan lama. Maklum, selalu ada jamaah yang doa ditambah salat rawatibnya lebih lama daripada salat magrib. Dan itu banyak. Terutama mahasiswa tingkat akhir.

Oke, kembali ke lingkaran kita. Ga asyik dong sudah kumpul berhadap-hadapan tetapi diam-diam aja. Ponsel dengan segudang aplikasi belum familiar di zaman itu. Dipastikan bahwa tidak ada yang sibuk dengan ponsel masing-masing.

Daripada canggung dan ga ada kerjaan, momen ini biasanya diisi dengan saling berkenalan. Minimal ada obrolan. Setelah nama dan jurusan diketahui, baru deh percakapan bisa berlanjut ke berbagai materi.

Dari kalkulus yang sulit hingga event yang hits di kampus saling mengisi perbincangan sebelum makan. Sering pula bertukar nomor ponsel, kalau ndlalah ternyata teman sekampung sendiri. Tenang ga pernah ada yang lanjut ke pelaminan. Kumpulnya kan sesama laki-laki dan sesama perempuan.

Bagi peserta buka bareng garis keras (tiap buka puasa pasti di masjid), aktivitas itu berulang terus-menerus selama hampir 30 hari berpuasa. Kampus biasanya baru libur 3 hari sebelum hari raya.

Tak jarang, di hari dan lingkaran yang berbeda jamaah bertemu lagi dengan orang yang sama di lingkaran sebelumnya. Kalau sudah begitu, pasti serasa sudah mengenal akrab walaupun hanya bertemu beberapa waktu. Itung-itung saudara baru. Maklum, merantau itu berat. Sepi, sendiri, makannya itu-itu lagi.

Riuh rendah percakapan hilang ketika panitia datang dengan plastik-plastik besar berisi makanan. Cara pembagiannya pun bukan per orang, tetapi per kelompok. Jadi, kalau jumlah jamaah melebihi jumlah makanan, ujung-ujungnya harus makan bareng. Tiga atau empat bungkus nasi untuk lima orang. Buka bungkusnya, tuang isinya, campur, dan makan bersama.

Buka puasa di tempat mana coba yang lebih mengakrabkan dibandingkan ini?

Maaf, karena saat itu ponsel berkamera belum familiar juga, jadi ga ada foto aslinya yaaa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun