Maaf ya para Admin Kompasiana. Sebelum memulai tulisan saya mau kasih masukan. Ini kan hari pertama puasa. Kok ya temanya tentang berbuka duluan. Padahal puasa itu kegiatannya dimulai dengan sahur. Tapi ga apa-apalah. Terlanjur.
Oke, kita kilas balik hari ini. Hari ini yang paling terasa bedanya dibandingkan hari kemarin adalah saat azan asar berkumandang. Entah mengapa rasanya emosional sekali. Sudah terbayang apapun yang manis di pikiran.
Tanpa dipikirkan, terlintaslah es dawet. Menyusul kemudian ayam geprek. Sambalnya level 7. Josss. Tambah lagi pakai timun dan selada segar. Ada kol gorengnya pula. Langsung deh telan ludah. Eh, es kepal juga enak sepertinya. Apalagi kalau topping-nya pakai green tea.
Sayang, magrib masih dua setengah jam lagi. Kalau beli sekarang, pas magrib sudah ga segar. Bahkan yang lebih parah, bisa semakin mengganggu konsentrasi puasa pertama ini. Saat terpikir saja, rasa enaknya sudah menggoyang lidah, apalagi kalau barangnya terlihat.
Ditahanlah-ditahan hasrat itu. Dan... musibah itu terjadi. Hujan.... Deras....
Waduh, di rumah ga ada apa-apa. Cuma kursi dan meja. Tanpa sesuatu pun terletak di atasnya. Di luar, langit tambah gelap. Suasana magrib pun lewat. Matahari sudah tidak tampak sama sekali.
Sedih. Buka puasa pertama rasanya hampa. Ga ada yang manis-manis menemani. Lihat cermin pun pahit rasanya.
Jadi, cokelat yang saya punya ini aslinya dijual. Tapi, karena ini Ramadan, stok menumpuk banyak. Efek shifting. Coba baca artikel saya tentang es kepal untuk lebih jelasnya.
Pertama, saya membuat campuran sirup yang begitu segar di mata. Dengan embun-embun menetes di samping gelas. Warnanya merah pula. Emmhh, cocok banget kalau nempel di bibir, semakin merona.
Selanjutnya saya membuka etalase cokelat. Wusshhh, hawa cokelat mengalir pekat. Menembus celah-celah lubang hidung. Ini bukan hiperbola ya. Wangi cokelatnya tuh benar-benar kuat. Makanya, etalase harus tertutup rapat, karena bisa bikin puasa ga kuat.