Mohon tunggu...
Bayu Mustaqim Wicaksono
Bayu Mustaqim Wicaksono Mohon Tunggu... Teknisi - Bayu

Mempelajari kapal, mengerjakan pesawat, menyukai kereta api, menggunakan sepeda, dan memilih mobil sebagai alternatif terakhir alat transportasi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Proyek Hujan, Solusi Pemenuhan Kebutuhan akan Air

30 Juli 2015   16:58 Diperbarui: 12 Agustus 2015   03:39 1509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Skema rainwater harvesting. (BPPT)"][/caption]

Anda pasti bertanya-tanya apa itu proyek hujan. Proyek ini merupakan sebuah inisiatif pengaplikasian metode rainwater harvesting system ‘sistem pemanenan air hujan’ pada bangunan dengan tingkat konsumsi air yang tinggi. Pasalnya, selama ini pemanenan air hujan masih berfokus pada skala rumah tangga atau lingkungan. Masih sulit ditemukan bangunan komersial yang memproduksi sendiri airnya melalui pemanenan air hujan.

Kini, sudah saatnya para pengusaha terlibat lebih jauh dalam gerakan go green ini, bukan malah menyedot air tanah secara besar-besaran. Penggunaan sistem pemanenan air hujan merupakan kontribusi pengusaha untuk menjadikan usahanya lebih ramah lingkungan. Apalagi, isu mengenai air kian sensitif sekarang ini.

Selain itu, pengusaha juga akan diuntungkan secara ekonomi karena terjadi efisiensi biaya pengadaan air. Harga air yang semakin hari semakin mahal tentu menjadi momok. PDAM Kota Surabaya contohnya, mematok harga air pada bangunan komersial antara 4.000 rupiah hingga 10.000 rupiah per meter kubik air, tergantung jumlah pemakaian dan tipe usaha. Harga air dari penyedia air non-PDAM bahkan mencapai Rp24.000/m3.

Proyek hujan rencananya akan dimulai oleh salah satu perusahaan logistik di gudangnya di Surabaya. Menurut rencana, hasil pemanenan air hujan ini akan memenuhi kebutuhan air bersih untuk 100 pekerjanya setiap hari.

Pada tahap awal, harus dihitung jumlah air yang dibutuhkan oleh seluruh pekerja. Hingga kini, belum ada acuan baku mengenai kebutuhan air per orang per hari. Namun, berdasarkan pengamatan lapangan dan dukungan pustaka (SNI 03-7065-2005), diambil nilai kebutuhan air sebanyak 50 m3/orang/hari. Artinya, dalam 30 hari, gudang harus mendapatkan suplai air sebanyak 150.000 liter dan selama setahun (313 hari, Minggu libur dan belum termasuk libur nasional dan cuti bersama) dibutuhkan 1.565.000 liter.

Jika kebutuhan air itu dipenuhi melalui air PDAM, maka perusahaan harus bersiap menyediakan 14.867.500 rupiah hanya untuk kebutuhan air bersih saja. Jika tidak ada jaringan air PDAM, biaya yang dikeluarkan lebih membengkak, 37.560.000 rupiah. Belum lagi bila dihitung dalam jangka panjang, berapa banyak uang yang akan dihemat jika pengusaha tidak menggunakan air dari pihak lain.

[caption caption="Akumulasi biaya pemakaian air baik yang bersumber dari PDAM atau jasa penyedia air lainnya. (Bayu M. Wicaksono)"]

[/caption]

Selanjutnya, harus diketahui berapa jumlah air hujan yang dapat dimanfaatkan. Data ini dihasilkan dari perkalian nilai curah hujan dengan luas atap. Karena tidak semua air hujan yang jatuh ke atap dapat dimanfaatkan, kalikan dengan koefisien antara 0,7—0,95, disesuaikan dengan sejauh mana kemampuan atap untuk menangkap hujan.

Nilai curah hujan yang dipakai adalah nilai normal curah hujan (nilai rata-rata curah hujan selama 30 tahun). Data ini dapat diminta di stasiun meteorologi atau stasiun klimatologi terdekat, atau dari publikasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.

[caption caption="Salah satu publikasi BMKG yang memuat data normal curah hujan di seluruh wilayah Indonesia (kiri) dan grafik normal curah hujan Kota Surabaya (kanan). (BMKG)"]

[/caption]

[caption caption="Rumusan dan sumber data untuk perhitungan rainwater harvesting. (Bayu M. Wicaksono)"]

[/caption]

Selanjutnya, hasil perhitungan volume air yang dibutuhkan dan volume air hujan disandingkan. Dari situ dapat diketahui berapa kebutuhan tandon / tempat penampungan air yang harus dibangun. Volume air yang dapat ditampung di tandon adalah sama dengan jumlah kekurangan air pada musim kemarau (jika kemaraunya menerus) atau jumlah kekurangan air terbesar antara musim hujan dan kemarau (jika musim kemarau diselingi hujan).

[caption caption="Perhitungan kebutuhan volume tandon yang harus disediakan. (Bayu M. Wicaksono)"]

[/caption]

Air hujan yang tidak tertampung di tandon, dapat disalurkan ke sumur resapan air dan menjadi sumber air tanah. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua lahan cocok untuk pembuatan sumur resapan. Sedikitnya ada tiga faktor yang harus diperhatikan: koefisien permeabilitas tanah, tinggi muka air tanah, dan jarak antara sumur resapan dengan septic tank, resapan limbah, dan sumur air bersih.

Pada masa mendatang, seyogianya semakin banyak pengusaha dan perusahaan yang memunculkan inisiatif ramah lingkungan lainnya atau meniru contoh-contoh yang telah ada. Bumi kita adalah tanggung jawab bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun