Tiba - tiba aku teringat kisah seorang teman ketika ia memasak. Aku pikir ini cerita konyol. Saat ia mengoreng telur, ia menambahkan penyedap rasa. Bukan tanggung – tanggung, ia menambahkan sebungkus vetsin ke dalam dua telur yanng hendak digoreng. Jujur, aku menganggapnya konyol karena telur yang jelas – jelas rasa “calon” ayam dicampurnya dengan perasa ayam. Mungkin kalau ia menambahkan sedikit garam, aku masih bisa maklum. Saat aku menanyakan kepadanya, mengapa ia menambahkan penyedap rasa, ia pun tak menjawab.
Apakah lidah ini kurang mampu merasakan tanpa hadirnya penyedap rasa. Saat ini kita nyaris tak mampu menghidar dari perasa – perasa disekitar kita. Mau apa pun makanannya, penyedap rasa tetap jadi pilihan. Buktinya, hampir kemana pun kita makan dan minum, penyaji makan selalu menambahkannya dalam makanan. Bahkan tidak jarang dalam makanan yang masakan sendiri dengan sadar atau tidak, kita menambahkan penyedap rasa.
Bukan ingin meremehkan, tapi ini hanya ungkapan hati. Orang yang memasak dengan penyedap rasa, sesungguhnya masakannya tak sedap. . Opor ayam tak terasa lezatnya tanpa adanya perasa ayam. Begitu pula kuah bakso kurang lazis, tanpa adanya micin. Dalam realitanya kini, rumah makan terlaris saat ini pun menggunakan penyedap rasa. Kalau pun kita sering memuji kelezatannya, sesungguhnya pujian itu lebih pantas ditujukan pada pabrik vetsin. Perusahan – perusahaan MSG inilah yang paling berjasa melezatkan setiap masakan.
Keadaan ini tak ubahnya kehidupan yang kini jalani. Pemimpin kita tak terlihat baik tanpa ada penyedap yakni pencitraan. Wajah takkan terlihat cantik tanpa make up. Tubuh takkan terlihat menawan tanpa menunjukan aurat. Lisan tidak manis tanpa lip service. Kedekatan hati tak sempurna tanpa gombalan. Tukang obat tak lengkap tanpa bualan. Iklan tak kan bagus tanpa rekayasa persepsi. Headline berita kurang sedap tanpa kata – kata sensasional. Keterbukaan adalah cara terindah menutupi rahasia. Doktrin jadi penyempurnaan kematian para martir. Proyek baru bisa dikatakan baik jika ada korupsi. Setelah menikmati manis, asin, asamnya cinta, pengkhianatan adalah pelengkap rasa pahit yang paling tepat.
Semua tak terasa tanpa penyedap rasa. Kita selalu mengatakan ada yang kurang tanpa hadirnya penyedap. Kita semakin nikmat dengan penyedap rasa, namun sayang kita semakin kehilangan rasa aslinya. Rasa yang sebenarnya itu adalah hati nurani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H