Mohon tunggu...
Bayu Indrakrista
Bayu Indrakrista Mohon Tunggu... -

Seorang pendengar musik lawas. Dari tahun berapapun hingga dekade 90. Dan berharap mendapatkan inspirasi darinya.\r\n\r\nMemiliki ketertarikan pada masalah sosial, (sedikit) politik, dan sejarah. Atau semacam itulah...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lakik Itu Deddy Corbuzier

30 September 2016   20:47 Diperbarui: 30 September 2016   21:56 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Motivator ulung Mario Teguh beberapa waktu lalu men-somasi dedengkot talkshow ‘Hitam Putih’, Deddy Corbuzier, terkait episode wawancara terhadap Ario Kiswinar. Mario menilai tayangan itu tidak berimbang karena dilakukan tanpa konfirmasi terhadap pihaknya.

Somasi antar selebritas adalah hal yang biasa, dan biasanya berakhir secara tidak jelas. Bagi saya, hal yang paling menarik dari potongan saga kali ini adalah jawaban dari tertuntut melalui medsos, terutama pada kicauan Deddy yang ketiga. Saya potong saja pada kalimat pertama, begini kira-kira bunyinya:

“Jadi intinya... yuk kita sebagai PRIA saya minta selesaikan baik-baik, dibanding kita nanti SALING menSOMASI.”

Saya tertarik dengan penggunaan konsep pria yang penulisannya menggunakan ALLCAPSdi situ. Seperti bisa kita lihat di TV, Deddy Corbuzier (baca: Ko-Bu-Zye) berhasil hidup kembali dari reruntuhan kariernya sebagai pesulap beberapa tahun lalu. Saat itu, ia lahir baru dalam sosok yang memang sangat laki. Body building, rambutnya dikepras habis, dan berbicara dengan gaya yang machonan tegas. Bisa bikin merinding siapa saja.

Sepak terjang Deddy sebagai host‘Hitam Putih’ pun mengukuhkan citra ini. Deddy sering men-skak bintang tamu yang memang public enemy dengan gaya mendebat yang lugas dan logis.

Tapi kembali ke masalah ke-pria-an dan ke-lakik-an tadi, Deddy juga tak ragu menonjolkan sisi maskulin dirinya. Tidak, bukan dengan memamerkan otot-ototnya yang aduhai, melainkan lewat caranya mendeskripsikan proses pembuatan film terbarunya yang bertema bela diri. Sebagai actor utama, ia harus melewati rangkaian shootingyang keras, penuh risiko, nyaris tanpa fitur pengamanan standar, dan tak lupa mendaftar cedera yang harus diderita dirinya dan kawan sesama pamain utama. Sangat lakik.

Pilihan Deddy Corbuzier untuk mem-PRIA-kan responnya terhadap Mario Teguh sebenarnya sangat bisa dimengerti. Bagaimanapun, Deddy adalah manusia yang, sama seperti saya dan Anda, tidak lahir dalam ruang kosong. Manusia adalah satu komponen dari sebuah system sosial-budaya yang luas dan dirajut dalam jangka waktu sangat lama.

Dan rajutan itu kebetulan menganakemaskan posisi pria ketimbang wanita. Apa yang ingin dilakukan Deddy dalam kicau merdu di atas adalah merebut makna kejantanan itu, tidak membiarkan dirinya berada dalam posisi inferior pada konflik terkait, dan sekaligus psywarterhadap penuntut yaitu sang motivator ulung Mario Teguh.

Menurut Deddy, tindakan main somasi itu tidak mencerminkan hakikat pria, alias tidak laki. Yang laki adalah berani berhadapan dan bertukar argument serta membuktikan siapa yang benar siapa salah.

Di sini saya tergelitik. Saya meyakini, tanpa penjelasan ilmiah sahih dan bukti yang valid, bahwa dulu pendefinisian laki-laki tidaklah serumit ini. Pada satu titik di awal peradabanya, sepertinya umat manusia mengelompokkan laki dari perempuan secara sederhana. Kalau alat kelamin situ menonjol  keluar, situ masuk golongan lelaki. Kalau menjorok ke dalam, ya perempuan. Habis perkara.

Seiring merumitnya peradaban manusia, karakteristik tambahan mulai dilekatkan. Diawali dari pembagian ranah kerja: domestik untuk perempuan dan publik untuk laki-laki. Perempuan mengurus rumah, jadi mereka harus rajin, telaten, sabar, dan submisif sampai kadar tertentu. Perempuan tidak dikondisikan untuk bersaing.

Sebaliknya, pria harus keluar dan mencari nafkah. Karena itulah pria adalah kaum pemburu, secara harfiah maupun metafor. Pria harus kuat, pembuat keputusan yang baik, senang bersaing, dan bisa memimpin kawanan.

Proses sejenis terus berlangsung seturut perkembangan peradaban dan teknologi, dan sifat-sifat lain terus dikaitkan pada masing-masing jenis kelamin. Konsep gender, yaitu konstruksi sosial atas masing-masing jenis kelamin, masuk pada titik ini.

Hingga pada titik ini, definisi laki-laki dan perempuan tidak lagi dilihat dari apa alat kelamin yang mereka miliki. Pria harus rosa dan anti minuman energi yang rasa-rasa. Real men use three pedals.

Jadi wajar sekali jika Deddy Corbuzier mengeluarkan jurus laki-laki dalam menghadapi masalah ini. Seperti minuman energi yang saya sindir tadi, Deddy berusaha menentukan karakteristik mana yang memenuhi definisi sebagai pria. Penetapan standar ini memang masih digemari oleh sebagian masyarakat kita.

Dan Deddy bukan satu-satunya selebritas yang gemar memainkan simbol ke-laki-laki-an. Figur lain yang juga masuk kategori ini yaitu: Mario Teguh.

Ya, Mario Teguh pun punya bayangan sendiri akan laki-laki ideal. Kriteria itu bisa dilihat dari berbagai petuah Mario selama menjadi motivator ulung. Baca ini dengan suara-logat khas MT: “Dengarkan. Laki-laki yang baik mampu setia, bukan karena tidak adanya pilihan lain, tapi karena sangat tidak laki-laki baginya untuk berkhianat.” Jadi kalau Anda tidak mampu setia, segera cek lagi isi celana Anda dan kalau perlu bikin e-KTP baru.

Akhir kata, seandainya boleh usul, saya ingin sekali bilang ke Mas Deddy (dan mungkin juga ke Pak Mario). Silakan kalau situ berdua berantem, tapi kan tidak perlu sedikit-sedikit merevisi definisi ‘pria’ di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Salam laki super.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun