Tidak terasa, konflik dalam tubuh partai yang tidak pernah konflik ini sudah setahun lebih. Karena orang luar tidak tahu, tapi bagi kami kader senior tahu persis  bahwa konflik ini dimulai bulan Agustus 2016 ketika secara dramatis Anis  Matta sebagai pimpinan yang sukses memimpin penyelamatan partai saat krisis malah dihabisi dengan segala alasan yang aneh tapi nyata.
Hampir semua anggota Majelis  Syuro menginginkan Anis  menjadi Presiden PKS kembali periode 2015-2020 karena catatan "Mission  Imposible" sepanjang tahun 2003-2015 sangat luar biasa.  Tetapi segelintir pimpinan yang punya hak istimewa memotongnya dengan segala cara.
Entah apa yang terjadi, tetapi "Pembersihan" memang dilakukan dengan segala cara. Â Fahri Hamzah adalah sasaran berikutnya karena di antara yang ada, Â Fahri memang yang nampak paling dekat dengan mantan Presiden PKS pengganti Luthfi Hasan Ishaq yang ditangkap KPK. Â Fahri dan Anis Matta nampak seperti arus baru dalam PKS yang memang bertentangan dengan kelompok lama.
Penyebutan nama kubu oleh para pengamat (Keadilan dan Sejahtera) sebetulnya tidak tepat terlebih karena justru LHI dan para penentang kubu Anis Matta justru dianggap sering terlibat masalah keuangan. Â Kubu ini lebih lebih bernuansa intihad dan pemikiran.
Kesalahan Fahri Hamzah
Sampai sekarang, sulit mencari alasan kenapa Fahri dipecat sebagaimana juga sulit mencari alasan kenapa Anis tidak dipilih kembali?. Â Secara sederhana disosialisasikan bahwa Anis tidak dipecat karena taat dan Fahri dipecat karena tidak taat. Â Inilah yang seolah menjadi pembeda antara keduanya padahal sebetulnya keduanya adalah korban dari kelompok yang tidak mau berubah.
Dalam kasus Anis Matta ada proses musyawarah internal yang alot dan akhirnya kebesaran jiwa Anis menyerahkan semuanya kepada anggota MS. Â Sementara dalam kasus Fahri tidak ada musyawarah dan Fahri hanya disuruh mundur padahal jabatannya adalah Jabatan Publik, bukan jabatan internal partai.
Dua kasus  mundur ini oleh para pimpinan disosialisasikan dengan cara yang sama.  Anis taat dan Fahri membangkang.  Tetapi, pada awal kejadian, istilah tidak taat ini tidak muncul, sebab awalnya BPDO menggunakan pasal lain terkait pernyataan Fahri; mengkritik KPK, mendukung proyek DPR dan membela Setya Novanto.
Pasal tidak taat dan membangkang ini digunakan belakangan setelah semua tuduhan lain tidak terbukti. Â Soal KPK Fahri sudah menjadi kritikus KPK dan menulis buku sejak lama. Â Soal program modernisasi parlemen adalah proyek paripurna DPR di mana fraksi PKS ikut meneyetujui dan soal Setya novanto sekarang sudah terbukti Fahri berada di pihak yang benar.
Lalu apa sebetulnya salah Fahri? Â Kenapa PKS tidak menempuh cara Golkar? Â Kenapa PKS harus memecat Fahri? Â Kenapa tidak sekedar rotasi?
Inilah pertanyaan yang tidak mau dijawab.  Sampai kemudian Pengadilan Negeri  Jakarta  Selatan  yang telah memutuskan bahwa tindakan PKS kepada Fahri Hamzah adalah perbuatan melawan hukum (delik PMH) yang harus dibatalkan dan bahkan PKS harus membayar sejumlah uang sebagai denda.