Pada 2018 misalnya, kontribusi total Pertamina Grup di APBN mencapai Rp 120,8 triliun. Terbesar dalam sejarah. Jumlah tersebut terdiri dari setoran pajak dan dividen. Selain itu, Pertamina juga berkontribusi melalui setoran di sektor hulu, seperti Signature Bonus dan Government Entitlement yang mencapai Rp 154 triliun pada 2018.
Saat ini, Pertamina telah hadir di 13 negara, baik sebagai operator, mitra, maupun dalam bentuk kepemilikan perusahaan yang dikontrol Pertamina. Total produksi migas lapangan luar negeri tersebut mencapai 101.000 BOPD minyak bumi dan 268 juta MMSCFGPD gas bumi. Luar biasa.
Tidak hanya unggul di dalam negeri, Pertamina juga telah menunjukkan eksistensinya di sejumlah negara lain. Contohnya, produk pelumas Pertamina yang telah merambah pasar internasional di 17 negara, termasuk membangun pabrik berstandar internasional di Indonesia dan Thailand. Begitu juga dengan industri penerbangan, Avtur Pertamina telah dipasarkan di 60 airport seluruh dunia. Sungguh membanggakan.
Selain itu, sejumlah produk Petrokimia telah memasuki pasar internasional, di antaranya seperti Green Coke, Exdo-4 dan SF-05. Terakhir, pada 2019, Pertamina juga mulai merambah ke bisnis bunker (pengisian bahan bakar kapal laut) dengan target awal pasar di Singapura. Kondisi sudah terbalik. Indonesia mulai unjuk gigi.
Di masa depan, cita-cita untuk mandiri dalam penyediaan energi akan segera terwujudkan. Bahkan lebih dari itu, Indonesia barangkali tak lama lagi akan mengalami titik balik perminyakan. Mungkin bukan sebagai eksportir minyak mentah, tapi sebagai produsen barang jadi yang siap dipasarkan ke seluruh dunia. Hal itu telah terlihat dari sepak terjang Pertamina yang telah menunjukkan maqomnya sebagai perusahaan kelas dunia.
Bayu Geni
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H