Mohon tunggu...
Bayu Fitri
Bayu Fitri Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Seorang pengamat hiruk pikuk media sosial dalam hal gaya hidup, finance, traveling, kuliner dan fashion. Tulisan saya bisa dibaca di blog https://bayufitri.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Ketika Misogini dan Seksisme Menjadi Bahan Kampanye untuk Menarik Suara

22 November 2024   23:41 Diperbarui: 23 November 2024   05:24 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Musim kampanye menyambut Pilkada 2024 masih berlangsung seru. Setiap paslon menyampaikan visi misi jika terpilih menjadi pemimpin. Setiap paslon juga berlomba unjuk prestasi berikut tebar janji terhadap program yang akan dikerjakan jika terpilih kelak.

Namun ada paslon yang mempunyai pola pikir memandang rendah terhadap status kesendirian perempuan yang sudah pernah menikah sebelumnya atau yang dilabeli dengan sebutan "janda".

Dalam materi kampanyenya, paslon ini menjadikan status "janda" sebagai bahan objek yang harus dikasihani sehingga harus dinafkahi lahir dan diberikan santunan materi.

Status "janda" ini dijadikan materi kampanye lebih dari satu kali pada waktu berbeda. Peristiwa ini seketika memantik respon kontra khususnya kaum perempuan.

Sebagian besar kaum perempuan bahkan yang menyandang status "janda" mengecam keras peristiwa tersebut. Rasa direndahkan dan dilecehkan menjadi alasan ketidaksetujuan kaum perempuan terkait menjadikan objek status "janda" sebagai bahan materi kampanye paslon tersebut.

Seketika sebutan "Misoginis" disematkan pada paslon tersebut. 

Apa itu Misoginis?

Misoginis adalah sebutan untuk pelaku yang mempunyai pemikiran memandang rendah terhadap status kesendirian seorang perempuan yang sudah pernah menikah sebelumnya.

Biasanya pemikiran misoginis melibatkan rasa ketidaksukaan dengan menganggap perempuan sebagai pihak yang pantas disudutkan dan dieksploitasi.

Secara terselubung misioginis kerap menjadikan rasa ketidasukaan terhadap perempuan dibalut kata banyolan, candaan, guyonan dan sebagainya namun dengan dasar merendahkan derajat seorang perempuan.

Jika pelakunya disebut Misoginis maka perilakunya disebut Misogini.

Misogini menjadi fenomena dan  sering muncul baik secara terang-terangan maupun terselubung.

Misogini , Patriarki dan Seksisme

Perilaku misogini yang menjadikan kebencian terhadap perempuan dengan cara merendahkan berawal dari budaya patriarki.

Budaya patriarki adalah sistem sosial yang menempatkan figur laki-laki sebagai penguasa utama. Jika dalam hubungan rumah tangga maka figur laki-laki menekankan pada superioritas yang berhak mengatur secara dominan pasangan dan anggota keluarga.

Disisi lain seksisme adalah tindakan yang membedakan seseorang berdasarkan jenis kelamin.

Anggapan bahwa perempuan tidak cocok untuk menjadi seorang pemimpin dan perempuan harus tunduk pada laki-laki adalah bentuk seksisme yang berujung pada perilaku seorang misoginis.

Pengaruh Misogini dan Seksisme dalam Kehidupan

Pada dunia kerja perempuan sering kali menghadapi hambatan karier, seperti kesenjangan upah, kurangnya keterwakilan dalam posisi kepemimpinan serta kerap mengalami pelecehan seksual di tempat kerja.

Norma-norma seksisme juga dapat mengekang kebebasan perempuan untuk membuat pilihan seperti mengejar pendidikan atau karier, menikah, atau memiliki anak.  

Sikap memandang rendah perempuan bahkan bisa berujung pada rasa rendah diri dan berakibat trauma khususnya bagi korban pelecehan dan diskriminasi.

Dalam kelompok tertentu, sebagian perempuan mengalami perbedaan akses pendidikan karena dianggap "buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau nanti berujung ada di dapur".

Memperbaiki Cara Pandang Misoginis

Mengubah cara pandang misoginis yang sebagian besar ada pada kaum laki-laki bisa dimulai dari budaya dan pola asuh dalam keluarga. 

Pola asuh keluarga yang mempunyai anak laki-laki setidaknya harus menanamkan pentingnya menghargai kesetaraan gender sejak dini.

Tidak ada perbedaan perlakuan yang diberikan orang tua pada anak laki-laki maupun pada anak perempuan khususnya dalam mengerjakan tugas domestik rumah tangga sederhana.

Orang tua harus menekankan bahwa kelihaian mengerjakan tugas domestik rumah tangga sederhana seperti memasak, membersihkan rumah adalah hak dasar yang harus dimiliki setiap manusia untuk bertahan hidup.

Berikan juga akses pendidikan setara bagi anak laki-laki dan perempuan. Stop melabeli bahwa anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi karena akan berujung di dapur.

Anak perempuan juga harus dilatih berdaya mandiri sehingga tidak bergantung pada orang lain ketika berada pada posisi seorang diri.

Terlepas dari kodrat bahwa secara fisik laki-laki diberi kelebihan berupa tenaga yang lebih kuat dari perempuan namun tidak menyebabkan hal tersebut menjadi alasan untuk memperlakukan perempuan sebagai kaum lemah yang bebas di pandang rendah.

Ingat pelaku misogini kalian juga dilahirkan dari rahim seorang perempuan atau ibu.

Untuk itu harga dan hormati semua perempuan apapun statusnya sebagaimana menghormati ibu yang telah menghadirkan kalian ke muka bumi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun