Mohon tunggu...
Bayu Fitri
Bayu Fitri Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Seorang pengamat hiruk pikuk media sosial dalam hal gaya hidup, finance, traveling, kuliner dan fashion. Tulisan saya bisa dibaca di blog https://bayufitri.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Sad Fishing", Fenomena Cari Perhatian Melalui Media Sosial

16 Oktober 2024   17:16 Diperbarui: 16 Oktober 2024   18:22 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era media sosial memberikan peluang luas untuk sebagian orang yang haus validasi atau butuh pengakuan dari orang lain secara tidak langsung. Sebagian orang kerap mencari perhatian dengan berbagi pengalaman, capaian prestasi sampai kesedihan melalui laman media sosial.

Pengakuan atau perhatian yang didapatkan dari media sosial seolah menjadi bahan bakar dan semangat untuk menjalani keseharian bagi sebagian besar orang.

Jika berbagi pengalaman kehidupan atau capaian prestasi melalui media sosial biasanya akan memberikan motivasi dan inspirasi buat orang lain.

Namun jika berbagi kisah sedih, duka dan nestapa dalam keseharian melalui media sosial biasanya akan memantik rasa iba dan belas kasihan dari orang yang membaca.

Cara berbagi kisah kehidupan biasanya dituliskan dalam unggahan status yang terdapat pada fitur ragam platform media sosial.

Dari unggahan status ini biasanya akan diketahui kisah seseorang saat itu. Apakah ia sedang bahagia atau sebaliknya.

Sad Fishing

Fenomena "Sad Fishing", adalah tindakan berbagi masalah pribadi yang berisi kesedihan atau duka lara secara terus menerus.

Bahkan beberapa orang tak sungkan mengumbar kisah sedih melalui laman media sosial.

Tujuan utama seseorang melakukan hal tersebut karena ingin mendapatkan dukungan, perhatian dan empati karena sedang dalam masa-masa sulit.

Masalah terjadi jika seseorang secara sadar menjadi terlalu sering membagikan kisah sedih tanpa henti melalui laman media sosial. Jika hal ini terjadi dipastikan orang tersebut kemungkinan mempunyai masalah dengan kesehatan mentalnya.

Ekspresi Perasaan dan Minta Pertolongan

Sebagian orang mengalami kesulitan untuk mengatur perasaan dan mentalnya ketika sedang berada dalam situasi yang sulit. Jalan keluar tercepat dengan mencari perhatian melalui unggahan status media sosial. 

Harapannya akan ada orang lain yang  iba lalu datang memberikan bantuan dan pertolongan. Sayangnya rasa iba dari orang-orang yang memberikan pertolongan malah sering diabaikan dan yang ditolong menjadi tidak tau diri.

Hal ini terjadi ketika pelaku "Sad Fishing" masih terus saja mengunggah status kesedihan duka lara tak berkesudahan tanpa pernah menulis atau membuat status akan pertolongan yang pernah diterima dari orang lain.

Kelakuan pengidap Sad Fishing seperti ini tentu lama kelamaan akan membuat orang nirempati. Apalagi orang yang pernah memberikan pertolongan pada pelaku "Sad Fishing".

Pedang Bermata Dua

Kelakukan 'Sad Fishing' bisa menjadi pedang bermata dua.  Sebagian orang yang benar-benar membutuhkan dukungan bisa kehilangan simpati karena orang di sekitar merasa jenuh atau skeptis. Sebaliknya, pelaku "Sad Fishing" yang terus-menerus mengumbar cerita kesedihan juga bisa memicu kecemasan bagi orang lain yang merasa tidak mampu membantu.

Penyebab Sad Fishing

Latar belakang penyebab seseorang melakukan "Sad Fishing" biasanya tidak punya tempat untuk sekedar bercerita atau curhat.

Sekalinya mereka curhat banyak lawan bicara yang mengabaikan tanpa bersedia menjadi pendengar yang baik. Lebih parahnya belum selesai curhat sudah dihakimi sepihak dari lawan bicara.

Pilihan media sosial, pada akhirnya menjadi ruang untuk sebagian orang dalam mengungkap ketidaknyaman, kesedihan dan duka nestapa tanpa merasa ada yang menghakimi.

Sad Fishing dan Manipulasi Sosial

Bagi pelaku "Sad Fishing" yang mempunyai sifat manipulatif, keuntungan dari berperilaku seperti ini digunakan untuk menarik simpati demi keuntungan pribadi. 

Pelaku "Sad Fishing" bahkan berlagak sebagai penulis naskah yang bebas mengarang cerita kesedihan dengan objek dirinya untuk mendapakan belas kasihan orang.

Orang yang menaruh iba akan memberi bantuan materi dan pelaku "Sad Fishing" dengan senang hati akan menikmati bantuan materi untuk kepentingan pribadi. Bahkan hal ini dijadikan sesuatu yang wajar dan dinormalisasi. 

Sad Fishing versus Pengemis Online

Jika "Sad Fishing" masih berupaya membuat rangkaian cerita sedih dengan objek dirinya, maka pengemis online sudah tidak malu-malu lagi berperilaku yang tidak wajar hanya demi mendapat perhatian dari penonton media sosial.

Dulu pernah ada kasus viral seorang nenek rela melakukan aksi mandi lumpur demi mendapat gift selama 2 jam penuh. Dalam tayangan di paltform media sosial, penonton akan iba ketika melihat fisik nenek yang menggigil kedinginan.

Hal ini membuat banyak penonton memberikan gift dan cuan yang didapat berkaitan aksi nenek tersebut tembus jutaan rupiah.

Tren menjadi lakon pengemis online merebak dan banyak orang melakukan aksi yang serupa demi mendapat belas kasihan yang berujung cuan.

Jadi kalau mau disamakan "Sad Fishing" serupa dengan pengemis online. Hanya saja perilaku Sad Fishing lebih berkelas sedikit ketimbang pengemis online.

Jangan Terjebak dengan Drama

Menyikap "Sad Fishing", bagi yang aktif di media sosial  penting untuk menjaga keseimbangan emosi agar tidak mudah terbawa perasaan.

Tetap waspada pada perasaan sendiri dan jaga supaya tidak mudah merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah orang lain.

Setiap orang mempunyai masalah dan wajib untuk mencari jalan keluar sesuai kemampuannya. Jika membutuhkan bantuan orang lain cukup seperlunya saja. Karena orang lain juga harus menyelesaikan masalahnya sendiri.

Sebagian orang yang mempunyai masalah terkadang hanya butuh pendengar yang baik tanpa menghakimi. Maka jika kondisi kita sedang baik-baik saja tidak ada salahnya menjadi pendengar yang baik ketika seseorang sedang berkeluh kesah.

Dalam dunia yang semakin terkoneksi ini, mari kita tetap menjaga keseimbangan, saling mendukung, dan peka pada kebutuhan emosional diri sendiri dan orang lain.

Karena pada akhirnya, sedikit empati dan kepedulian bisa membuat perbedaan besar bagi mereka yang sedang benar-benar membutuhkan dukungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun