Mohon tunggu...
Bayu Bondan
Bayu Bondan Mohon Tunggu... Lainnya - ASN yang belajar jadi penulis

Burung merpati burung kenari | Rehat sejenak di dahan meranti | Biarkan saja pena menari | Dan lihat saja hasilnya nanti

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Foto Genit di Bantimurung

9 Januari 2018   09:12 Diperbarui: 9 Januari 2018   10:12 1028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pintu Gerbang Taman Nasional Bantimurung (dok. pri)

Aku bersama kelima orang temanku memutuskan untuk jalan-jalan bersama di akhir pekan setelah seminggu ini melaksanakan pelatihan di Makassar, Sulawesi Selatan. Awalnya kami berniat jalan-jalan ke Trans Studio, namun Mas Agung, teman yang menjadi tour guide kami, menawarkan jalan-jalan ke Taman Nasional Bantimurung saja.

Taman Nasional Bantimurung terletak di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Butuh waktu sekitar satu jam dari Makassar untuk sampai ke sana. Sesampainya di pintu gerbang, kami menyempatkan diri untuk berfoto di depan patung monyet yang berukuran sangat besar.

Mbak Amel langsung berinisiatif maju duluan mendekati patung monyet tersebut. Ia minta difoto dengan mengikuti gaya patung monyet di belakangnya yaitu pose menggaruk kepala dengan tangan kiri, disertai senyum sumringah. Persis! 

Mbak Amel berlagak seperti foto model (dok. pri)
Mbak Amel berlagak seperti foto model (dok. pri)
Kami pun masuk ke dalam Taman Nasional Bantimurung setelah membayar tiket terlebih dahulu. Taman nasional yang dilindungi oleh pemerintah ini merupakan tempat penangkaran kupu-kupu beraneka ragam. Di sana terdapat air terjun yang bagian bawahnya sering dipakai untuk berenang dan main air. 

Air terjun Bantimurung (dok. pri)
Air terjun Bantimurung (dok. pri)
Selain itu, ada dua buah gua yang sangat terkenal yaitu Gua Batu dan Gua Mimpi.  Mas Agung mengajak kami untuk menjelajah Gua Mimpi. Aku sempat menolak. Bukan karena aku takut gelap, tetapi karena aku salah kostum.

Hari itu aku memakai kemeja, celana bahan, dan sepatu kets. Sepertinya diriku lebih pantas mengikuti rapat daripada masuk ke dalam gua. Ternyata teman-temanku yang lain setuju karena mereka memakai kaos dan sandal. Jadilah diriku yang mengalah demi kemaslahatan banyak orang.  

Edisi salah kostum (dok. pri)
Edisi salah kostum (dok. pri)
Jalan menuju pintu gua tidak semudah yang dibayangkan. Di papan pengumuman hanya tertulis 400 meter saja, tetapi kenyataan di lapangan tidak sama adanya. Sudah hampir 1 kilometer berjalan, namun pintu gua tak jua ditemukan.

Jalannya menanjak dan terus menanjak. Hufh... Belum masuk ke dalam gua saja, kami sudah kelelahan dan badan kami semua sudah basah kuyup. Namun entah mengapa rasa lelah yang dirasakan, tiba-tiba menghilang kalau hitungan "Satu... Dua... Tiga... " mulai diteriakkan.

Ternyata narsis di depan kamera tidak bisa dikalahkan oleh rasa lelah sekalipun. Pose terbaik tetap dikeluarkan supaya hasil jepretan menjadi maksimal.

"Mantap deh. Hasilnya jadi foto genit," kata Mbak Amel di saat melihat hasil jepretan yang dilakukan olehnya. Ia memelesetkan ungkapan "fotogenic" dengan menggantinya menjadi "foto genit".     

Foto genit dulu sebelum menjelajah Gua Mimpi (dok. pri)
Foto genit dulu sebelum menjelajah Gua Mimpi (dok. pri)
Kami pun masuk ke dalam gua dengan ditemani oleh tiga orang pemandu dan penerangan dari cahaya senter. Kami harus berhati-hati karena keadaan gua yang gelap dan sangat licin.

Meskipun keadaan gua tidak kondusif, namun tidak menyurutkan semangat kami untuk be-foto genit di dalam sana. Untung saja kamera digital yang dibawa Mbak Amel memiliki blitz yang sangat membantu pencahayaan di dalam gelap.

Aku mengambil pose menerangi muka dengan menggunakan sinar senter. Kata Kadir, yang biasa dipanggil "Prof", hasilnya malah seperti penampakan. Bagiku tidak menjadi masalah, yang penting bisa tetap narsis dan foto genit.

Foto yang katanya seperti penampakan (dok. pri)
Foto yang katanya seperti penampakan (dok. pri)
Kadir yang awalnya hanya bersikap malu-malu, akhirnya meminta untuk di-foto genit juga. Posenya terlihat biasa saja. Berdiri tegap dengan jari telunjuk dan jari tengah pada tangan kanan diangkat membentuk slogan damai atau biasa disebut "Peace". Sepertinya Kadir minta di-foto genit sebanyak dua kali.

Pemandu seringkali menyorotkan senternya ke dinding gua untuk memberitahukan kepada kami mengenai bentuk relief batu yang ada di sana. Terdapat banyak sekali relief batu dengan bentuk yang unik-unik.

Bentuk relief tersebut memang sangat mirip dengan aslinya. Ada yang berbentuk wajah bayi, sepasang pengantin, ibu yang menggendong anaknya, mulut buaya, Candi Borobudur dan masih banyak lagi.

Mungkin bentuk-bentuk yang kami temui ini menjadi penyebab gua ini disebut sebagai Gua Mimpi. Memang seperti mimpi rasanya memasuki gua ini. Sayangnya kami lupa untuk mengabadikan relief-relief batu tersebut karena terlalu asyik memikirkan pose foto genit yang berikutnya apa lagi ya.

Aku mengira perjalanan telah selesai ketika kami berhasil mencapai ujung gua dan kembali menemukan sinar matahari. Ternyata dugaanku salah. Kami masih harus berjalan menuruni bukit. Kakiku sudah gemetaran sehingga aku menuruni bukit dengan posisi jongkok.

Di saat sedang turun, aku melihat muka Mas Agung pucat pasi. Setelah kutanyakan kepada beliau, ternyata beliau mempunyai sindrom takut gelap. Waduh! Ternyata orang yang mengajak kami ke tempat gelap adalah orang yang takut gelap.

"Mas, nanti kalau mau tidur di rumah, lampunya jangan dimatiin ya," kataku memberikan nasihat.

"Memangnya kenapa?" tanya Mas Agung kebingungan.

"Biar mimpinya nggakgelap seperti di gua tadi," jawabku sekenanya saja.

Spontan teman-temanku pun tertawa mendengar celetukanku, termasuk Mas Agung. Lumayan sebagai hiburan pelepas lelah.  

Setelah berhasil keluar dari gua, tak lupa kami mengambil pose untuk ber-foto genit sekali lagi. Meskipun rasa lelah telah mendera, namun narsis tidak boleh lupa. Kami memang berfoto dengan pakaian dan sepatu yang penuh lumpur, namun raut wajah kami tetap memperlihatkan wajah narsis yang luar biasa. Sebelum mengakhiri perjalanan, kami sempatkan sebentar mampir ke Museum Kupu-Kupu.

Foto genit di gerbang Museum Kupu-Kupu (dok. pri)
Foto genit di gerbang Museum Kupu-Kupu (dok. pri)
Perjalanan yang cukup menguras bak mandi, eh menguras keringat. Namun, kami tidak menyesal karena mendapatkan pengalaman yang takkan terlupakan. Terasa lebih menyenangkan dibandingkan sekadar jalan-jalan ke Trans Studio.

Oh iya, masih ada satu hal lagi yang harus kami lakukan. Jangan sampai lupa untuk unggah foto genit kami di medsos biar dibilang kekinian seperti kids zaman now.

Beragam koleksi kupu-kupu di Musium Kupu-Kupu (dok. pri)
Beragam koleksi kupu-kupu di Musium Kupu-Kupu (dok. pri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun