Mohon tunggu...
bayu bagus permadi
bayu bagus permadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Bayu agus Permadi, umur 20 tahun dang sedang menempuh pendidikan S1 di STIE Mahardika Surabaya, saya memiliki keahlian dan hobi menulis, saya harap bisa kontribusi dalam bentuk artikel yang saya tulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Identitas dalam Era Digital: Bagaimana Media Sosial Mengubah Cara Kita Memilih?

20 Oktober 2024   03:18 Diperbarui: 20 Oktober 2024   03:24 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok.pribadi/algoritma Media sosial

Media sosial seringkali memperburuk perbedaan dengan memicu konflik antar kelompok, selain memperkuat ikatan kelompok. Informasi yang cenderung provokatif atau kontroversial lebih sering mendapat perhatian dan interaksi, mendorong pengguna untuk terlibat dalam perdebatan sengit. Ini memperkuat batas-batas identitas politik dan memecah masyarakat secara ideologis. Pada titik ini, pembicaraan politik berkonsentrasi pada kepentingan kelompok masing-masing daripada kebijakan atau solusi.

Misinformasi dan Manipulasi Emosi Pemilih

Dok.pribadi/informasi palsu media sosial
Dok.pribadi/informasi palsu media sosial

Media sosial juga telah menjadi tempat yang ideal untuk menyebarkan informasi yang salah dan mengendalikan perasaan pemilih. Informasi palsu dalam politik identitas sering kali dimaksudkan untuk memicu reaksi emosional seperti kemarahan atau ketakutan, yang dapat memengaruhi cara orang memilih. Konten berbahaya ini dapat dengan cepat menyebar melalui jaringan sosial, membentuk persepsi publik tentang masalah identitas sensitif seperti ras, agama, atau kebijakan imigrasi. Akibatnya, pemilih yang menerima informasi yang salah cenderung membuat keputusan berdasarkan ketakutan atau prasangka daripada fakta.

Dalam konteks pemilihan, manipulasi emosi juga dapat mengambil bentuk kampanye yang menyasar kelompok tertentu dengan pesan yang sangat emosional dan polarizing. Misalnya, kampanye yang menekankan ancaman terhadap identitas budaya atau prinsip-prinsip kelompok tertentu dapat memicu reaksi emosional yang kuat, mendorong pemilih untuk mengambil sikap ekstrim dalam pilihan politik mereka. Media sosial dalam situasi ini berfungsi sebagai platform yang tidak hanya memungkinkan orang berbicara satu sama lain, tetapi juga berfungsi sebagai alat untuk menimbulkan konflik dan ketegangan di antara kelompok identitas yang berbeda.

Jadi, media sosial telah mengubah politik identitas di era internet. Dalam konteks politik, cara kita memilih dan berinteraksi dengan orang lain dipengaruhi oleh penyebaran informasi yang cepat, polarisasi komunitas, dan manipulasi emosi pemilih. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pengaruh media sosial terhadap proses demokrasi, agar masyarakat dapat membuat keputusan yang lebih cerdas berdasarkan pemahaman yang lebih baik tentang masalah yang dihadapi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun