Mohon tunggu...
Bayu Aulia
Bayu Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Pengembangan Sumberdaya Manusia Peminatan Industri Kreatif, Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga

Magister Pengembangan Sumberdaya Manusia Peminatan Industri Kreatif, Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tiktok Shop Ban: Menimbang Dampak Larangan terhadap Social-Commerce di Indonesia

29 November 2023   23:35 Diperbarui: 29 November 2023   23:57 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://acv.vc/insights/podcast/tiktok-shopping-ban-ecommerce/

Seiring berkembangnya era digital kegiatan-kegiatan masayarakat kini telah berbasis terhadap sosial media, baik itu mencari informasi, berbagi, dan aktivitas lainnya. Hal ini menjadikan dasar bagi seluruh pengembang sosial media untuk terus berinovasi lebih untuk mendapatkan tempatnya dikalangan masyarakat.

Tidak terkecuali tiktok yang pada awalnya hanyalah aplikasi sosial media yang membagikan vidio-vidio pendek menjadi sebuah aplikasi yang juga menjadikkannya e-commerce, dengan fenomena tersebutlah muncul istilah baru yaitu Social-commerce.

Social-commerce sendiri adalah sosial media yang didalamnya juga mencakup sarana berbelanja, TikTokShop telah menjadi salah satu fenomena di ranah e-commerce di Indonesia. Melalui platform ini, pengguna TikTok dapat menjual produk-produk mereka secara langsung kepada pengguna lainnya. Fenomena ini muncul dari tren pengguna TikTok yang semakin meluas, memungkinkan para pengguna untuk menjadi pembeli atau penjual dengan mudah. Namun, pada beberapa waktu terakhir, pemerintah Indonesia memutuskan untuk melarang praktik jual-beli ini di platform TikTok.

Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang melarang praktik jual-beli di platform TikTok. Larangan ini berakar pada beberapa alasan, di antaranya adalah minimnya regulasi yang mengatur transaksi perdagangan di platform media sosial seperti TikTok. Selain itu, kekhawatiran terhadap transaksi ilegal, penipuan, dan ketidakamanan dalam pembayaran juga menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan ini.

Permendag 31 Tahun 2023 memiliki enam peraturan utama yang membedakannya dari Permendag 50 Tahun 2020, yaitu:

Untuk memudahkan pengawasan dan pembinaan, pertama-tama didefinisikan model bisnis Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE), termasuk lokasi pasar atau pasar dan perdagangan sosial.

Kedua, menetapkan harga minimum sebesar USD 100 per unit untuk produk internasional yang dijual langsung ke Indonesia oleh penjual melalui platform e-commerce internasional.

Ketiga, ada Positive List, sebuah daftar barang dari luar negeri yang diizinkan masuk ke Indonesia secara langsung melalui platform perdagangan elektronik.

Keempat, menetapkan persyaratan khusus bagi penjual luar negeri di pasar dalam negeri. Ini termasuk memastikan bahwa bisnis tersebut legal di negara asalnya, mematuhi standar nasional yang diperlukan (SNI), menampilkan label berbahasa Indonesia pada produk yang berasal dari luar negeri, dan menunjukkan sumber pengiriman.

Kelima, loka pasar dan platform e-commerce dilarang bertindak sebagai produsen.

Keenam dan terakhir, PPMSE dan afiliasi dilarang menguasai data pengguna. PPMSE bertanggung jawab untuk memastikan bahwa tidak ada penguasaan data pengguna yang digunakan oleh PPMSE atau perusahaan afiliasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun