Guevara juga melakukan kebijakan pemberian tanah terhadap mereka yang tunawisma dan tidak memiliki tanah, serta manajemen moneter yang diusahakannya untuk tidak menciptakan perbedaan kelas sosial. Meski disinilah Guevara bukanlah tanpa cela, ia bercerai dengan Hilda sebab berselingkuh dengan Aleida March yang akhirnya menjadi istri keduanya.
Guevara melanjutkan kampanye anti-western-nya dengan mengunjungi negara-negara yang dianggap memiliki kesamaan nasib dan pandangan. Guevara berkeliling dan berpidato berkeliling China, Indonesia, Algeria, Rusia, bahkan PBB. Dalam kunjungannya ke Indonesia, Guevara disebutkan sangat akrab dengan Presiden Soekarno terutama tentang membicarakan kesamaan paham anti-western bahkan mereka saling bertukar cenderamata yakni topi pet Guevara ditukar dengan tongkat milik Pak Karno. Â
Dan di pidatonya di PBB, Guevara mengungkapkan kedongkolannya terhadap PBB yang membiarkan apartheid terjadi di Afrika Selatan, dan mengenai nasib bangsa Amerika Latin yang berada di bawah naungan kesengsaraan yang sama, akibat dominasi kapitalisme.Â
Impian Guevara yang berusaha memerdekakan rakyat berbagai negara dunia dari kesengsaraan akibat perbedaan kelas dan dominasi imperial kapitalisme, sekaligus seperti impiannya memerdekakan negara-negara tersebut via revolusi dari cengkeraman Barat seperti apa yang menurut Guevara berhasil dilaksanakan oleh rakyat Vietnam dalam Perang Vietnam. Guevara ingin menciptakan "semangat-semangat Vietnam" yang lain di negara yang masih menanggung sengsara akibat jeratan imperialisme kapital.Â
Pada tahun 1965 Guevara pergi ke Kongo untuk melaksanakan misi revolusinya yang sebenarnya mulia di negara tersebut. Sayang pada gerilnya kali ini Guevara gagal, akibat etos kerja pasukan revolusioner Kongo yang disebutnya lebih memilih untuk terjajah daripada melawan dan merdeka. Lalu Guevara langsung menuju ke Bolivia, menuju ke benua dimana sumpah janjinya awal mula diucapkan, dengan misi yang sama. Memerdekakan Amerika Latin lewat revolusi yang digalangnya.
Sayang, komunikasi dengan Havana yang terputus membuat pasukan Guevara terdesak di Bolivia. Tentara Bolivia dan CIA yang membekingi di belakangnya berhasil mendesak pasukan gerilya Guevara hingga akhirnya Guevara dan pasukannya menyerah di Yuro pada Oktober 1967. Sebenarnya Guevara disebutkan telah mencoba menghimpun revolusi dengan mengajak warga sekitar terutama Bolivia untuk bertempur dengannya. Namun, rupanya aliran kiri Bolivia lebih condong ke arah Moskow ketimbang Havana, dan sialnya pada saat itu hubungan kiri Rusia dan Kuba memang sedikit renggang, Guevara disebutkan kecewa dan memutuskan memperjuangkan Bolivia dengan apa yang ada.Â
Dua hari setelah ditangkap, hidup Guevara harus berakhir di hukuman tembak mati tentara Bolivia di La Higuera. Instruksi tembak mati disebutkan diminta oleh Presiden Bolivia Barrientos lewat telepon. Sesuatu yang ironis, karena Guevara sebelum ajalnya sempat berbincang dengan seorang guru sekolah dasar di desa tersebut, menyebutkan bahwa Guevara prihatin tentang fasilitas sekolah anak-anak yang tak layak sedangkan pejabat di sana bisa memiliki sebuah mobil Mercedes. Dan mengatakan kepada seorang guru tersebut, bahwa hal itulah (kesenjangan dan perbedaan kelas), yang saat itu sedang diperjuangkan Guevara dan pasukan gerilyanya hingga jauh ke Bolivia.Â
Camaraderie Guevara pada rakyatnya sendiri yang tertindas, walau berbeda bangsa, tapi yang disadarinya sebagai suatu rumpun akan nasib yang sama sebagai Latin- Amerika .Bahkan, rela meninggalkan kehidupan wah aristokratnya sebagai dokter agar mampu turun langsung untuk memperjuangkan penderitaan akibat kesenjangan kelas sebab kapitalisme Barat yang menurutnya patut dimerdekakan.Â
Mungkin bukan seperti kisah indah dongeng apa yang dialami Guevara, bahkan mimpi mulianya belum terwujud sampai masa dia tiada. Namun kepedulian, empati, dan rasa cintanya pada sesama manusia sungguh teladan dan luar biasa . Hal yang mungkin saja sangat sulit ditemukan pada manusia-manusia pada umumnya di masa sekarang...
REST IN PEACE CHE!Â
"If you tremble with indignation at every injustice, then you are comrade of mine"Â - Che Guevara (1928-1967)