Mohon tunggu...
Bayu Arif Ramadhan
Bayu Arif Ramadhan Mohon Tunggu... Freelancer - 22 thn, Mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Menulis sebagai hobi dan pengisi luang waktu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guevara, Paham Anti-Western, dan Camaraderie pada Kaum Tertindas

26 Agustus 2016   21:55 Diperbarui: 27 Agustus 2016   01:54 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Serta ilham paling besar yang didapat Guevara, adalah ketika menemui penderita lepra di San Pablo, Guevara menyadari bahwa pada titik dimana manusia benar-benar tertindas akan muncul solidaritas tinggi dan persahabatan yang kuat (camaraderie), dan Guevara saat itu juga mengatakan bahwa dia dekat dengan kaum tertindas dan yang merasakan kemiskian, meski Guevara adalah seorang dari lingkungan yang aristokratis dan kaya.

Setelah hampir setahun cuti, Guevara melanjutkan studinya selama dua tahun dan lulus. Dia kini menjadi Dr. Ernesto Guevara. Namun, gelar tersebut tak membuatnya bangga. Apa yang dikatakan Marx mengenai penderitaan pertentangan kelas, kapitalisme, dan pentingnya revolusi untuk melepas jerat kapitalisme terus mengusiknya. Ditambah mata kepala Guevara sendiri telah melihat apa yang terjadi di tanah bangsanya sendiri, bangsa Amerika Selatan, yang terus menerus dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan asing terutama Amerika Serikat dan western countries lain, tanpa melihat paradoks dan ironi yang terjadi pada kaum pekerja dan penduduk lokal di daerah yang menjadi sapi perah eksploitasi kapitalisme.  

Guevara melihat Amerika Serikat sebagai negara imperialis dan neo-kolonialis yang rakus dan buas, membuat Guevara menghidupkan kembali ide Pan-Americanism atau Union Latin Americas, suatu ide di mana Amerika Selatan bersatu sebagai suatu entitas sebagai bangsa Hispanik yang sama-sama sedang tertindas, bukan sebagai bangsa yang sendiri-sendiri, ide yang sama sebagaimana yang pernah diujarkan oleh Simon Bolivar sang pencetus ide. Guevara menghidupkan kembali ide tersebut atas dasar nasib yang sama, dan ia ingin melihat Amerika Selatan berhenti menderita yang hanya bisa dilakukan dengan satu cara, menghentikan dominasi kapitalisme Amerika Serikat di Amerika Selatan.

Perkenalan langsung Guevara pada revolusi, bermula pada kedatangannya di Guatemala pada tahun 1953. Bersamaan dengan terpilihnya Arbenz Guzman secara demokratis sebagai presiden Guatemala. Arbenz Guzman dan Guatemala pada saat itu terlibat konfrontasi mengenai kebijakan landreform dengan perusahaan multinasional Amerika Serikat bernama Union Fruit Company. 

Di saat Arbenz berusaha melakukan perombakan sistem tanah berupa distribusi tanah yang lebih merata pada kaum tunawisma dan mereka yang tidak memiliki tanah, sang perusahaan tidak mau kehilangan posisi dan kedudukannya atas tanah tersebut. Kebetulan karena Arbenz mempunyai pandangan politik yang dinilai oleh Amerika Serikat agak ke kiri, maka diutuslah CIA untuk menyebarkan propaganda anti sang presiden juga pembentukan tentara bayaran untuk menjatuhkan Arbenz. Pada akhirnya tentara bayaran yang dibantu oleh CIA tersebut berhasil menggulingkan Arbenz dan pemerintahan junta militer dengan presiden baru Guillermo Armas diangkat. 

Sebenarnya, Guevara masih ada di tempat tersebut dan bertemu dengan berbagai tokoh revolusioner penting seperti Raul-Fidel Castro, dan Hilda Galdea. Meski tak sempat melakukan perlawanan revolusi berarti melawan junta militer Armas karena kurang siapnya pemberontak Guatemala, Guevara akhirnya pergi ke Meksiko membawa rencana Revolusi Kuba. Dan melihat penggulingan Arbenz secara paksa demi terjaganya status quo politik sayap kanan oleh Amerika Serikat, membuat makin genap Guevara meyakini pentingnya revolusi bersenjata layaknya apa kata Marx dan membulatkan keyakinan Guevara bahwa Amerika Serikat adalah imperialis terutama bagi kesenjangan Amerika Latin.

Pada selanjutnya Guevara pergi ke Kuba untuk melaksanakan misi emosionalnya, menegakkan revolusi demi terjadinya kondisi rakyat yang lebih baik tanpa kesenjangan kelas oleh kapitalisme terutama oleh negara penegaknya.  Guevara datang ke Kuba ketika berdiri pemerintahan boneka Amerika Serikat yang dipimpin Fulgencio Batista. Guevara tidak sendiri, ia bersama Raul dan Fidel dan barisan revolusioner lain melaksanakan persiapan gerilya di daerah hutan pegunungan di Sierra Maestra. Hilda yang belakangan menjadi istrinya tidak turut ikut serta. 

Pada serangan pertama, kubu revolusioner Kuba dan Guevara gagal total. Mundur kembali ke hutan, Guevara dan kelompok revolusinya melakukan persiapan lebih lama. Diselingi rasa kemanusiaan dan kepedulian Guevara yang tinggi, Guevara turut pula menyempatkan mengajar baca-tulis pada anak-anak dari penduduk lokal sekitar.  

Bahkan terkadang terhadap pasukan yang dipimpinnya sendiri. Prinsip Guevara adalah "literasi tidak mengenal tempat", dan "belajar melawan ketidaktahuan". Merujuk pada keprihatinannya pada kebutaan baca dan tulis yang dialami masyarakat Latin terutama daerah yang didiaminya saat itu. Disinilah Guevara menegaskan kembali bahwa ia memang camaraderie untuk mereka yang dirasa tertindas.

Gerilya yang dipimpin Guevara terus berjalan. Beriringan dengan Fidel, pasukan Guevara dengan strategi brilian Guevara berhasil merebut Las Villas, Havana, dan Santa Clara secara berturut-turut hingga kaburnya Batista ke Dominika pada tahun 1958. Gerilya tersebut memakan waktu berbulan-bulan sebelum akhirnya Havana dan Santa Clara direbut, Kemenangan yang berarti penting bagi Guevara, Kuba, dan simbolisasi baru. Batista yang bersandarkan pada pihak kapitalisme bisa dilengserkan oleh proletariat pihak Guevara, kampanye anti-western untuk pertama kalinya membuahkan hasil dan Guevara berhasil mewujudkan apa yang telah dituliskan Marx via Das Kapital. 

Meski pada akhirnya Fidel yang naik menjadi presiden, pada tahun-tahun selanjutnya Guevara melakukan pembaharuan pada negara tersebut. Menggenjot rakyat Kuba untuk membaca, meningkatkan tingkat literasi hingga 96%, serta menanamkan nilai moral baru pada rakyat Kuba yakni mengajak mereka menjadi manusia yang tidak egois, koperatif, pekerja keras, non-materialistik, dan anti-imperialis untuk melupakan prinsip lama rakyat Kuba seperti individualisme yang dianggap Guevara sudah usang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun