"I realised I'd been spoiled at Liverpool, we were used to winningÂ
In Italy I grew up as a person. I didn't enjoy the football,mind.
It was very defensive, but I became a better player because the work I had to do around the box.
Off the pitch, I learned about what to eat and what to drink to be succesful and I learned about life"
                                                                                                              - Ian Rush-
Pernah mendengar pepatah legendaris tentang sepakbola Italia di atas ? Atau mungkin anda mengenali nama seseorang yang membuat pepatah tersebut, yang tercantum tepat di bawah pepatah ? Yup, terutama untuk para Liverpudlian sejati atau biasa disebut scousers (hehe namun saya bukan Liverpudlian) mungkin akan bisa jadi disangsikan keabsahannya sebagai pendukung Red Merseyside tulen jika tak mengenali atau bahkan tak pernah mendengar nama tersebut. Sebab dia adalah striker legendaris Wales plus top skorer sepanjang masa tim rival sekota Everton FC tersebut (346 gol), dan merupakan salah satu ikon sahih Liverpool di Liga Inggris pada masanya bermain bahkan sampai saat ini. Dan pada salah satu kesempatan karirnya, dia memutuskan berpindah ke Juventus yang merupakan tim sepakbola Italia lalu keluarlah pepatah tersebut dari Rush. Yang mungkin adalah bentuk gambaran rasa frustrasi Rush yang gagal beradaptasi dengan gaya sepakbola Italia dan tim Turin tersebut, hanya mencetak 8 gol dari 29 penampilan selama 2 musim bersama Juventus (1986-1988).
Rush boleh jadi marah dan frustrasi dalam pandangannya akan style sepakbola di Italia jika melihat pepatah tersebut. Namun, bukan berarti Rush menganggap karirnya di Italia sia-sia. Dalam pepatah tersebut, Rush yang sejatinya sudah seorang legenda menganggap Liga Italia telah menempanya menjadi pemain yang lebih baik karena kultur pertahanan tim-tim lawan yang lebih ketat dan tangguh. Selain itu Rush menyebut Liga Italia telah menempanya menjadi pemain yang lebih dewasa dalam berbagai aspek di luar sepakbola. Bahkan, seorang yang telah menjadi legenda seperti Rush menganggap Liga Italia adalah sesuatu yang menempa teknik bermain bola dan hidupnya menjadi lebih baik. Liga Italia adalah adalah guru seorang legenda.
Liga Italia, terutama Serie A kini mungkin telah dilupakan sebagian besar pencinta bola. Menganggap Liga Inggris lebih menantang dan glamor sebab penuh dengan bintang, Liga Spanyol lebih menarik karena dua pemain terbaik dunia bercokol di Real Madrid dan Barcelona. Alasan yang masuk akal, tapi bagi saya liga paling romantis di dunia adalah Italia. Dan bukan pula saya menganggap romantis karena Menara Pisa dan makanan pizza adalah berasal dari Italia hehe.
Sebab saya mengatakan romantis adalah kenangan. Liga Italia atau biasa disebut Serie A/Lega Calcio selalu punya romansa dalam ingatan para pencinta bola medio lama. Para fans (dalam bahasa Italia : tifosi ) yang tentulah kesetiaannya luar biasa. Liga ini telah meracuni pencinta bola Indonesia sejak medio akhir 1980-an sampai pertengahan 2000-an. Jauh sebelum membeludaknya fans klub-klub Inggris dan Spanyol seperti sekarang. Masa - masa ujian bagi fans klub Serie A dan saya ucapkan salut bagi mereka yang tetap setia. Dari masa seringnya liga ini menjadi tayangan televisi nasional Indonesia (kalau tidak salah dulu TVRI pada 90-an dan Indosiar pada 2000-an), sampai sekarang dimana televisi nasional Indonesia enggan membeli hak siar karena, kalah pamor!! Hal yang cukup menyesakkan dan ironis tentunya karena tentu saja saya menganggap faktor romansa ini bukan tanpa alasan dan akan saya beberkan.
- Â Â Â Liga Italia Surga Legenda Berkarisma Luar Biasa
ka mempunyai karisma yang luar biasa sehingga membuat segan fans liga dunia manapun. Menilik masa lebih lawas, ada pula sosok seperti Roberto Baggio, Franco Baresi, Giuseppe Bergomi, Cafu, Silvio Piola, Michel Platini, Marco Van Basten, Dino Zoff, bahkan Giuseppe Meazza yang diabadikan menjadi nama suatu stadion legendaris kota Milan.
    2.    Liga Italia Gudang Manajer Kelas Wahid