Era digital membawa banyak perubahan dalam kehidupan, khususnya di kalangan remaja. Teknologi menawarkan berbagai kemudahan, tetapi juga menyimpan tantangan, seperti akses tanpa batas ke informasi negatif, menurunnya interaksi sosial, hingga krisis moral. Dalam konteks ini, pendidikan karakter menjadi sangat penting, terutama dalam pandangan Islam yang menjunjung tinggi akhlak Mulia.
Pendidikan karakter adalah inti dari ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ صَالِحَ اْلأَخْلاَقِ
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (HR. Ahmad)
Dalam hadits ini menegaskan bahwa Islam bukan hanya agama, tetapi juga panduan hidup yang mengarahkan umatnya untuk memiliki karakter terpuji. Dalam Al-Qur'an, banyak ayat yang menekankan pentingnya pembentukan akhlak, salah satunya terdapat dalam QS. Al Qalam ayat 4:
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
"Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. Al-Qalam: 4)
Ayat ini menggarisbawahi bahwa Rasulullah SAW adalah teladan terbaik dalam pendidikan karakter.
Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya pendidikan moral sejak dini. Beliau bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ
"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan pentingnya peran keluarga dalam membentuk karakter anak sejak kecil.
Tantangan Pendidikan Karakter di Era Digital
Di era digital, remaja dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti:
1. Budaya Instan: Teknologi mendorong pola pikir serba cepat, yang seringkali mengabaikan proses dan nilai-nilai penting. Misalnya, orang cenderung memilih makanan cepat saji daripada memasak sendiri yang membutuhkan waktu dan usaha, sehingga nilai-nilai seperti kesabaran dan penghargaan terhadap proses memudar. Dalam dunia pendidikan, banyak yang mengandalkan internet untuk mendapatkan jawaban cepat tanpa mendalami konsep atau proses belajar secara mendalam, yang akhirnya melemahkan kemampuan berpikir kritis siswa. Dan di media sosial, tren konten pendek seperti video 15-60 detik di TikTok atau Instagram membuat orang semakin terbiasa dengan hiburan instan, sehingga kehilangan minat pada narasi panjang atau diskusi mendalam. Pola pikir serba cepat ini mengancam keseimbangan antara efisiensi dan penghargaan terhadap proses.
2. Munculnya Informasi negatif: Tidak semua informasi yang beredar di internet sesuai dengan nilai-nilai Islam. seperti berita hoax, konten vulgar yang mudah diakses, dll. Hal ini dapat menyesatkan dan merusak akhlak jika tidak disaring dengan bijak. Islam mengajarkan pentingnya tabayyun (mencari kebenaran) dan menjaga akhlak dalam menyebarkan atau menerima informasi. Oleh karena itu, umat Islam perlu lebih selektif dalam memilah informasi agar tetap sejalan dengan ajaran agama.