Mohon tunggu...
Ahmad Dwi Bayu Saputro
Ahmad Dwi Bayu Saputro Mohon Tunggu... Guru -

http://ahmaddwibayusaputro.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pembangunan Jalan Aspal di Indonesia

5 Juni 2018   11:59 Diperbarui: 5 Juni 2018   12:18 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pembangunan Jalan Aspal

Alhamdulillah, warga negara Indonesia di tahun 2018 ini merasa bangga. Melihat perkampungan-perkampungan yang jalannya sudah diaspal dengan menggunakan cor semen. Infrastruktur merupakan komponen yang sangat penting.

Paling tidak, perekonomian masyarakat secara tidak langsung akan meningkat. Dari yang tadinya belum mempunyai sebuah usaha, akhirnya mempunyai pemikiran maju untuk berusaha. Menjadi seorang pedagang sayur keliling yang disebabkan karena melihat jalan masuk ke kampung yang sudah tertata rapi dan mudah untuk dilalui.

Akan tetapi, jika melihat jalan raya, warga juga merasakan bahagia sekaligus sengsara. Setiap mau memperingati hari raya Idul Fitri, jalan raya utama biasanya dibangun secara merata. Masyarakat tentunya merasa bahagia karenanya. Belum lama diaspal, akhirnya jalan rusak kembali dan bergelombang. Apalagi ketika musim penghujan datang, maka benjolan atau gelombang pun akan semakin melebar. Dalam hal ini masyarakat tentu akan merasakan kesengsaraan atau kesedihan.

Pembangunan Jalan raya yang dilakukan menjelang Idul Fitri sudah menjadi tradisi. Budaya mengejar waktu akhirnya membuat para pekerja menjadi tergesa-gesa dan berujung pada kualitas kerjanya yang kurang bagus.

Seumpama mengerjakan pembuatan aspalnya dilakukan setelah Idul Fitri, tentunya akan lebih menarik. Mengerjakannya dengan penuh semangat, tidak tergesa-gesa dan tentunya kerja pun akan menjadi semakin bagus. Ketika kerjanya semakin bagus, hasilnya pun tentu akan semakin bagus pula. Jika hasilnya bagus, sudah barang tentu aspalnya pun akan bertahan lebih lama.

Sayangnya, budaya korupsi telah mengakar dalam benak masyarakat. Misalnya saja ada anggaran aspal sepuluh drum, biasanya yang dikerjakan hanya delapan. Bahkan, terkadang malah lebih sedikit. Takaran aspal yang sedikit, yang tidak sesuai dengan ukuran semestinya, tentu akan menjadikan kualitas aspal menjadi kurang bagus. 

Akibatnya, aspal pun cepat rusak dan tentu akan membuat rakyat menjadi tidak bahagia. Rakyat yang semestinya mendapatkan kebahagiaan oleh karena dijamin oleh negara, akhirnya menjadi sedikit menderita oleh karena ada beberapa oknum yang melakukan tindakan yang kurang baik, yang semestinya tidak mereka lakukan.

Seumpama ada seorang pimpinan atau pejabat yang berani mengambil sebuah resiko, tentu negara ini akan semakin baik. Lebih baik mengeluarkan uang yang sedikit lebih banyak namun mempunyai kualitas bagus, daripada mengeluarkan uang jumlahnya sedikit namun kualitasnya kurang bagus. Seumpama tradisi yang seperti itu digerakkan, kemungkinan besar bangsa ini akan semakin maju. Uang yang lainnya dapat digunakan untuk membayar hutangnya negara, misalnya.

Oleh sebab itu, mencari pemimpin dalam hal ini ternyata cukup sulit. Pemilihan seorang kepala daerah hendaknya dilihat dari rekam jejaknya. Jika rekam jejaknya baik, maka pilihlah. Jika rekam jejaknya kurang baik, maka tinggalkanlah dan jangan dipilih. Sayangnya, dalam pandangan yang umum, sebagus apa pun namun kalau tidak membagikan uang biasanya tidak jadi. Sebaliknya, meskipun rekam jejaknya agak buru, namun oleh karena membagikan uang yang banyak, kemungkinan besar malah akan jadi seorang kepala daerah.

Seorang rakyat disalahkan sepenuhnya tentunya tidak bisa. Masyarakat sudah terlanjur sakit hati, melihat para pejabat banyak yang melakukan korupsi. Setiap melihat televisi, sudah tidak asing lagi jika melihat para pejabat yang melakukan korupsi dan sedang diselidiki oleh KPK.

Akibatnya, warga masyarakat terkadang tidak mau melihat televisi oleh karena melihat fenomena yang seperti itu. Hari ini ada yang ditangkap KPK, belum disidang, besoknya ada tersangka lagi. Hari ini ada yang masuk di TIPIKOR, belum keluar, dan sudah disusul temannya kembali. Hal itu berjalan terus, bagaikan jarum jam yang tiada pernah henti.  

Seorang pejabat (anggota dewan) disalahkan sepenuhnya juga tidak bisa. Warga masyarakat pada umumnya sudah mempunyai pandangan jika tidak membagikan uang, maka tidak akan jadi. Akibatnya, calon para pejabat pun sudah mempunyai pandangan yang negativ terhadap masyarakat. 

Dampaknya, timbul rasa curiga, saling menuduh, saling merasa benar dan lain sebagainya. Antara warga masyarakat sudah saling curiga dengan para pejabat di negeri ini. Begitu pula sebaliknya. Jika negeri ini seperti itu terus, kemungkinan besar keberkahan dari-Nya akan semakin menurun. Sebuah negara akan semakin berkah manakala antara pemimpin dan rakyatnya saling bersatu, berprasangka baik, saling menghargai dan lain sebagainya.

Jika sudah menjadi seorang pejabat, maka kemungkinan besar akan memikirkan bagaimana caranya untuk mengembalikan modalnya. Tidak lupa juga, biasanya juga mencari keuntungan. Mau mendaftar menjadi anggota dewan menggadaikan sertifikat rumahnya, hutang ke sana dan kemari, meminjam teman koleganya dan lain sebagainya. Setelah menjadi anggota dewan, terkadang juga sudah lupa dengan apa yang pernah dijanjikan sebelumnya. 

Memikirkan bagaimana cara mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan meminimalisir resiko atau kerugian sekecil-kecilnya; bagaikan seorang pedagang. Akibatnya, uang yang seharusnya untuk pembangunan aspal rakyat pun akhirnya disunat oleh karena untuk mengembalikan modal sekaligus mencari keuntungan. Rakyat yang menjadi korban. Orang yang berkuasa terkadang menjadi tertawa, bertepuk tangan dan bahkan bahagia.

Untuk memotong mata rantai budaya korup seperti itu, maka harus dimulai dari seseorang yang mampu memberi contoh. Warga masyarakat hendaknya memilih calon seorang pemimpin yang tidak membagikan uang. Meskipun awalnya sulit---dan bahkan tak mungkin---namun awalnya harus dipaksakan terlebih dahulu. Untuk memulainya, pertama harus mempunyai sebuah niat terlebih dahulu. Niat yang tulus dan ikhlas akan memilih calon pemimpin kepala daerah atau anggota dewan yang memang murni berjuang untuk masyarakat.

Dalang Entus sampai sekarang masih selalu menjadi bahan perbincangan rakyat Indonesia oleh karena kejujurannya dalam memimpin sebuah Kabupaten. 

Mengapa beliau tidak korupsi? Karena awal mulanya tidak menggunakan uang. Meskipun menang tipis---oleh karena tidak membagikan uang---namun masyarakat Kabupaten Tegal sudah membuktikan bahwa seorang pemimpin daerahnya mampu memberikan contoh kepada kepala daerah lainnya. Menjadi dalang yang selalu aktif dan sering dipanggil oleh Mata Najwa untuk menceritakan bagaimana cara memipin sebuah Kabupaten yang penuh dengan kejujuran. Uang tambahan pun tentu mengalir dengan sendirinya.

Sementara, mereka yang melakukan korupsi hatinya selalu merasa panas, gelisah, was-was dan lain sebagainya. Mau pergi ke sebuah kota, terkadang merasa takut diintai KPK. Mau tidak korupsi, terkadang bingung oleh karena bagaimana caranya memikirkan untuk mengembalikan modal awalnya. Tidak ada atau tidak mendapatkan uang tambahan oleh karena tidak pernah dipanggil oleh televisi untuk menjadi narasumber. Yang ada hatinya selalu merasa was-was oleh karena kemungkinan besar akan dipanggil KPK.

Dalan Entus sudah membuktikan bagaiman cara mengatur sebuah pemerintahan secara bersih. Pembangunan aspal di daerahnya pun tentunya akan berjalan normal sebagaimana anggaran mestinya. Pembangunan aspal yang tidak dikorupsi oleh karena awal mulanya yang penuh dengan kejujuran. Jika pemimpin atau kepala daerah lainnya mau menirunya, tentu pembangunan daerahnya akan bagus. 

Syarat utamanya hanya satu yaitu mempunyai niat yang jujur; warga masyarakat yang jujur serta calon pemimpin yang juga jujur. Akibatnya , pembangunan jalan aspal pun akan berjalan dengan normal, tidak bergelombang dan mampu bertahan lebih lama. Semoga calon pemimpin dan warga masyarakat menjadi semakin jujur, semakin sadar, serta selalu berada di jalan-Nya. Wallahu a'lam. []

Oleh; Ahmad Dwi Bayu Saputro

http://ahmaddwibayusaputro.blogspot.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun