Pulang dari merantau, bukannya membuat senang masyarakat namun malah membuat gaduh masyarakat. Dahulu senang tahlilan, namun sekarang mengatakannya haram, tidak boleh, tidak ada dasarnya dan lain sebagainya. Akibatnya, warga masyarakat pun banyak yang mengucilkannya.
Di dalam sebuah perkampungan, seorang yang mampu bergabung dengan masyarakat jauh akan lebih dihormati dan dihargai walaupun mungkin masih memiliki sedikit ilmu, daripada mempunyai seabrek ilmu namun tak mampu berbaur dengan masyarakat sekitar. Seumpama warga kampung mendengarkan ceramahnya, itu pun karena terpaksa. Setelah selesai pengajian, banyak warga kampung yang menggunjingnya di belakang. \
Pengajian pertama dan kedua berjalan lancar. Pengajian ketiga dan seterusnya, jamaahnya pun bubar oleh karena tidak sesuai dengan masyarakat pada umumnya. Yang diminta masyarakat adalah seorang ustadz yang mampu mengayomi, menghormati sejarah dan menjaga tradisi. Bukan seorang ustadz yang selalu membahas dan mengkritik sejarah atau budaya bagus yang sudah lama ada.
Untuk itu, maka harus menjadi buceng terlebih dahulu, sebelum kemudian menjadi tumpeng. Jika bucengnya kurang matang, maka harus dimatangkan terlebih dahulu. Jika bucengnya kurang matang maka tumpengnya pun akan kurang sempurna. Jika bucengnya sudah matang, dimakan pun akan terasa lebih enak. Selain itu, hidup pun akan semakin mudah dan lebih mudah diterima oleh masyarakat. Wallahu a'lam. []