Mohon tunggu...
Bayu putro suwito
Bayu putro suwito Mohon Tunggu... Konsultan - Penggiat Maritim, Alumni Sekolah Pascasarjana Univ. Brawijaya, Tim Penyusun Naskah Akademis RPP Penjaga Laut Dan Pantai

Travelling

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Revisi UU No 32 Tahun 2014 Jangan Terburu Buru dan Salah Subtansi

10 Juli 2023   09:45 Diperbarui: 10 Juli 2023   09:50 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. KN. Trisula Sumber: Direktorat KPLP Cq. Dirjen Hubla

Hampir lebih satu dasawarsa persoalan penegakan hukum di laut belumlah terselesaikan dengan tuntas. Banyaknya institusi penegakan hukum di laut yang berasal dari Kementerian dan Lembaga menjadi salah satu faktor dan kendala belum terpecahkannya tentang tata kelola kelembagaan penegakan hukum di laut sampai dengan saat ini.  Pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono periode pertama (2004-2009) disahkan UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran menggantikan UU No. 21 Tahun 1992. Dimana di dalam UU Pelayaran No. 17 Tahun 2008 ini memuat 22 Bab dan 355 Pasal didalamnya. Termasuk bab dan pasal yang mengatur tentang pembentukan Penjagaan Laut Dan Pantai yang terdapat pada BAB XVII dan pasal 276 s/d 271. Dimana dalam aturan penutup UU No. 17 Tahun 2008 memerintahkan selambat lambatnya dalam kurun waktu 3 tahun setelah di undangkannya UU tersebut, untuk mengatur terkait teknis dan operasional dari Penjagaan Laut Dan Pantai kedalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Pelaksana Lainnya. 

Namun sampai dengan saat ini Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Pelaksana lainya untuk menjalankan fungsi dari Penjagaan Laut Dan Pantai amanat UU No. 17 Tahun 2008 belum terealisasi. Sementara di satu sisi, pada masa akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di periode kedua (2009-2014) disahkan nya UU No. 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan. Isi UU kelautan tersebut didalam ketentuan umumnya menyebutkan difinisi dari Lingkup pengaturan dalam penyelenggaraan Kelautan meliputi wilayah Laut, Sumber Daya Kelautan, Pembangunan Kelautan, Pengelolaan Kelautan, pengembangan Kelautan, pengelolaan ruang Laut dan pelindungan lingkungan Laut, Pencemaran Laut, serta kedudukan pemerintah baik pusat maupun daerah, dan Menteri yang mengatur didalam UU no. 32 tahun 2014 tersebut. Kemudian yang menjadi perdebatan besar sampai saat ini adalah BAB dan pasal di UU No. 32 Tahun 2014 tentang pertahanan, keamanan, penegakan hukum, keselamatan di Laut, dimana didalamnya menyebutkan tentang pembentukan Badan Keamanan Laut beserta fungsi dan kewenangannya (Psl 60-63).  Ditambah lagi pada awal Presiden Joko Widodo menjabat, tepatnya kurang dari satu tahun di undangkannya UU. No 32 Tahun 2014 tersesbut pemetintah melalui Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpres No. 178 Tahun 2014 Tentang Badan Keamanan Laut. 

Padahal didalam ketentuan umum dan penutup UU No. 17 Tahun 2008 jelas berbunyi apa itu Sea And Coast Guard, Fungsi dan kewenangan yang mengatur didalamnya, namun sampai saat ini belum ada Peraturan Pemerintah dan Peraturan Pelaksana lainnya yang mengatur kelembagaan tersebut sampai dengan saat ini. Itu lah yang memicu perdebatan yang terjadi sampai hari ini di berbagai kalangan akademis, penggiat kemaritiman, dan para pelaku usaha terkait Lembaga penegakan hukum dilaut seperti mengibaratkan duluan mana Telur Atau Ayam yang harus diakui sebagai embrio dari Lembaga penegakan hukum di laut tersebut.  Beberapa pekan ini muncul pernyataan tentang revisi UU 32/2014 tersebut, dimana Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Perubahan UU 32/2014 tersebut telah dibahas bersama Kementerian dan Lembaga terkait. Usulan perubahan UU 32/2014 yang diajukan oleh DPR RI atas usul DPD kepada Pemerintah. Dimana yang menjadi landasan revisi UU 32/2014 tersebut adalah terdapat irisan kewenangan antar lembaga di beberapa UU, khususnya terkait penegakan hukum pemberantasan kegiatan perikanan liar (illegal fishing), termasuk wacana untuk memperkuat Bakamla dengan KPLP melalui harmonisasi tata kelola dan kelembagaan lewat revisi UU 32/2014 tersebut. 

Kalaupun yang menjadi dasar terhadap revisi UU 32/2014 dikarenakan adanya irisan kewenangan antar Lembaga di beberapa UU khususnya terkait penegakan hukum illegal fishing, seharusnya subtansi yang di revisi didalam UU tersebut mengenai penguatan kelembagaan dari Pengawasan Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan (PSDKP) yang di miliki oleh Kementerian Kelautan Dan Perikanan saat ini sebagai unsur Lembaga yang menangani ruang lingkup wilayah Laut, Sumber Daya Kelautan, Pembangunan Kelautan, Pengelolaan Kelautan, pengembangan Kelautan, pengelolaan ruang Laut dan pelindungan lingkungan Laut. Berbeda halnya dengan wacana penguatan kelembagaan Bakamla dengan KPLP melalui revisi UU 32/2014 ini, karenanya butuh kajian yang mendalam di dalam revisi UU 32/2014 agar tidak salah pada muatan subtansinya.

Sejarah Penjaga Laut dan Pantai Di Indonesia

Penjagaan Laut Dan Pantai sudah ada sejak zaman penjajahan belanda. Di Indonesia keberadaan satuan penjaga laut dan pantai memiliki dasar hukum yaitu Scheepvaart Reglement LN.1882 No.115 (Peraturan Maritim) bersama dengan LN.1911 No.399 (Polisi Perairan). Scheepvaart Ordonantie 1936/ Hukum Pelayaran (Stb.1936 No.700), Psl. 4 dan Peraturan 1939 Pasal 13. Saat Perang Dunia II di tahun 1942. Dan berganti sejak pengakuan kedaulatan NKRI tahun 1949 menjadi Dinas Penjaga Laut Dan Pantai (DPLP), di tahun 1962 berubah menjadi Operasi Polisionil di Laut (OPDIL), di tahun 1966 menjadi Biro Keselamatan Pelayaran (BKP), dan pada akhirnya pada tahun 1973 menjadi Kesatuan Penjagaan Laut Dan Pantai sampai dengan saat ini yang berada di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. Rasanya tidak perlu menjadi perdebadan besar mana lebih dulu Bakamla atau KPLP untuk memperkuat tata kelola kelembagaan penegakan hukum di laut.

Status Hukum

Kepastian hukum tentang keamanan dan kesalamatan di laut tertuang di dalam Konvensi Solas 1974, dan mandatory atas International Maritime Organization (IMO) yang mana Indonesia termasuk dalam keanggotaan dari IMO itu sendiri pada tanggal 18 Januari 1961. Dimana pembentukan kelembagaan Sea And Coast Guard tertuang di dalam UU 17/2008 Tentang Pelayaran. Kalaupun didalam revisi UU 32/2014 yang nantinya akan melebur Bakamla dengan KPLP sebagai entitas/badan tunggal sebagai Coast Guard untuk mengharmonisasikan tata kelola kelembagaan penegakan hukum di laut dengan menghapuskan pasal-pasal yang ada di UU 17/2008 dan memasukkannya kedalam revisi UU 32/2014 dirasa kurang pas dan salah subtansi. Yang mana menurut UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, di dalam pasal 7 (1) tentang hirarki peraturan perundang undangan dan (2) terkait kekeuatan hukum Perundang Undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana yang di maksud pada ayat (1). Maka dapat disimpulkan bahwa revisi UU 32/2014 tidak bisa menghilangkan dari Undang-Undang lainnya karena mempunyai kedudukan yang sama.

Dok. Hierarki Peraturan Perundang Undangan, Sumber : Materi Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan Tahun 2010
Dok. Hierarki Peraturan Perundang Undangan, Sumber : Materi Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan Tahun 2010

Kelembagaan

Didalam revisi UU 32/2014 yang akan melebur Bakamla dan KPLP sebagai Entitas atau Badan tunggal dalam penegakan hukum di laut nantinya pelaksanaan Indonesia Coast Guard meliputi beberapa fungsi teknis terkait aspek keselamatan kapal pesiar termasuk kenavigasian, pengawasan lalu lintas kapal, pengerjaan bawah udara dan keterwakilan RI di International Maritime Organization (IMO) tetap akan dilaksanakan oleh Kementerian Perhubungan. Dan terkait teknis lainnya dibawah Kementerian Kelautan Perikanan. hal tersebut tidak lah bisa dibenarkan bahwa fungsi dan kewenangan dari Coast Guard tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya seperti yang sudah tertuang didalam pasal 276 UU 17/2008 bahwa Penjaga laut dan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri. Dan Menteri yang dimaksud disini adalah Menteri yang membidanginya yaitu Menteri perhubungan. Konsep kelembagaan Coast Guard yang diatur dalam konvensi International merupakan Lembaga sipil (Civil Society) yang membawahi di dalam penegakan hukum di laut, unuk itu nantinya untuk pengisian jabatan Indonesia Coast Guard harus sesuai dengan peraturan perundang undngan dari Permenpan RB No. 13 Tahun 2014 Tentang tata cara pengisian jabatan Pimpinan Tinggi Di lingkungan instansi dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia NO 8 Tahun 2010 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah No 15 Tahun 2001 Tentang Pengalihan Status Anggota Tentara Nasional Indonesia Dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Menjadi Pegawai Negeri Sipil Untuk Menduduki Jabatan Struktural, dimana Pasal 9 berbunyi Selain oleh Pegawai Negeri Sipil, jabatan struktural tertentu pada instansi sipil:

  • Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan;
  • Departemen Pertahanan;
  • Sekretariat Militer Presiden;
  • Badan Intelijen Negara;
  • Lembaga Sandi Negara;
  • Lembaga Ketahanan Nasional;
  • Dewan Ketahanan Nasional;
  • Badan S.A.R. Nasional;
  • Badan Narkotika Nasional; dan
  • Mahkamah Agung

dapat diduduki oleh Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tanpa dialihkan statusnya menjadi Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.”Sementara dengan kondisi yang sekarang personil dari Badan Keamanan Laut di duduki oleh perwira aktif TNI AL, dimana hal itu bertentangan dengan UU No. 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia yang mana Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritannya. Jelas sudah, kalaupun ingin memperkuat tata kelola kelembagaan penegakan hukum di laut dengan Indonesia Coast Guard sebagai entitas atau badan tunggal unsur yang menduduki jabatan di dalamnya tidak lagi mengemban tugas ganda dan harus jelas juga terhadap garis organisasinya. 

Upaya Penguatan

Revisi UU 32/2014 tersebut telah dibahas bersama Kementerian dan Lembaga, usulan perubahan UU 32/2014 yang diajukan oleh DPR RI atas usul DPD kepada Pemerintah. Dimana pada tahun 2019 melalui Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Nomor 62/DPD RI/V/2018-2019 Tentang Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Atas Pelaksanaan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, didalam BAB IV memuat Rekomendasi Hasil Pengawasan yang berbunyi “ DPD mendorong pemerintah untuk segera mencari jalan keluar atas tumpeng tindihnya kebijakan di sektor pelayaran maupun kelautan terutama dalam hal penegakan hukum di laut Indonesia. Dalam hal ini, DPD RI merekomendasikan agar membentuk badan tunggal penegakan hukum di laut. hal ini mengingat banyaknya pihak yang terlibat dalam penanganan laut di Indonesia mulai dari Bakamla, Bea Cukai, Polisi Air, KPLP, hingga TNI AL. pembentukan badan tunggal memiliki peranan yang penting agar memberikan kepastian hukum dalam kegiatan transportasi laut yang di atur dalam UU Pelayaran.  Jelas bahwa amanat pembentukan badan tunggal penegakan hukum di laut bukan melalui revisi UU 32/2014 melainkan menjalankan amanat dari UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Disini peran DPD RI untuk bisa mendorong pemerintah melalui Sekretaris Negara terhadap surat usulan dari Kementerian Perhubungan tentang RPP Penjagaan Laut Dan Pantai pada tahun 2015. Lebih arif dan bijaksananya kalau DPD RI dimana merupakan Lembaga yang mewakili keberpihakannya dari setiap daerah pemilihannya lebih memndorong pemerintah untuk membuat Peraturan Pemerintah atau aturan pelaksana UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran didalam pembentukan badan tunggal penegakan hukum di laut, dibanding harus melaksanakan revisi UU No. 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan yang nantinya syarat akan polemik di masyakat.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun