Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gagalnya Pengawasan Eksternal Anak, Individualistik, dan Pemicu Tindak Kriminal Anak

25 Februari 2023   16:25 Diperbarui: 26 Februari 2023   10:13 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tindak kriminal anak tak dapat dikatakan sebagai kenakalan remaja lagi. Sebab sudah jelas, batas kenakalan remaja hanya terbatas pada perbuatan atau perilaku kurang baik dalam tataran ringan.

Mengonsumsi alkohol, merokok, mengumpat, mengabaikan nasihat orangtua, hingga mengganggu ketertiban umum merupakan salah satu contoh kenakalan remaja.

Namun, apabila seorang anak atau sekelompok anak di rentang usia 12-21 tahun melakukan tindak kejahatan, seperti melakukan pengeroyokan terhadap orang lain, mengonsumsi maupun memperdagangkan narkoba, melakukan seks bebas, pencurian, pemerkosaan, penyekapan dan penyiksaan, penipuan, dan lainnya. Maka itulah contoh tindak kriminal anak.

Bagaimana peran kita, selaku orangtua, guru, warga masyarakat, hingga penegak hukum?

Pengawasan eksternal terhadap anak.

Mungkin kita lupa akan salah satu kewajiban berkehidupan di masyarakat, yakni melakukan pengawasan eksternal terhadap anak dan orang lain dalam bermasayrakat.

Hal ini diupayakan untuk menciptakan ketertiban umum, menjaga kondisi lingkungan tetap aman, nyaman, dan berdaya dukung bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dan masyarakat.

Sebab lingkungan adalah unsur paling berpengaruh terhadap pola asuh anak. Bagaimana masyarakat mengasuh dan mendidik anak di dalam lingkungannya? Karakter anak ditentukan oleh tempat di mana ia dibesarkan.

Seorang anak penjahat kampung, bila mana dibesarkan oleh keluarga dan masyarakat agamis, maka anak itu akan tumbuh dengan baik sebab berada dalam lingkungan yang baik. Karakter dan mental serta mindset anak dapat dibentuk oleh kebiasaan dan penataran keluarga, masyarakat.

Meskipun secara genetik, dia berasal dari kalangan penjahat, tapi pola asuh yang didapatkan sedari dini dapat menghilangkan genetik tersebut. Karena manusia itu unik, berpikir, dan bernalar.

Maka dari itu, penting peran serta masyarakat, kita dalam melakukan pengawasan terhadap anak dalam lingkungan yang kita tempati. Ingat pepatah, di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung. Ini bukan hanya berarti menghormati kehidupan masyarakat, melainkan turut serta mengembangkan kehidupan masyarakat.

Akan tetapi akhir-akhir ini, kehidupan bermasyarakat lebih mementingkan dan mengedepankan individualistik semata. Sikap acuh tak acuh pada kehidupan orang lain, sikap enggan berinteraksi dengan tetangga, sikap mementingkan diri sendiri, dan sikap tak mau mengalah. Menjadi corak kehidupan masyarakat sekarang.

Sikap-sikap demikian tumbuh akibat pembiasaan yang salah. Masyarakat membiarkan hal itu terjadi tanpa adanya pencegahan dan penanganan kondisi. Sehingga, berangkat dari kesalahan yang dibiarkan lama-kelamaan menjadi kesalahan yang dibenarkan.

Awalnya, sebagian masyarakat memiliki peran krusial dalam mengontrol pengawasan terhadap anak bahkan orang lain dalam lingkungannya. Namun, akibat perubahan pola pikir dan tindakan masyarakat yang enggan mendengarkan nasihat, maka budaya emang gue pikirin tumbuh subur dalam lingkungan yang pasif.

Selain pegawasan eksternal terhadap anak yang rendah, sikap individualistik, ada beberapa sumber yang memicu tindak kriminal pada anak. Salah satunya hubungan anak dengan orangtua, gagalnya institusi pendidikan menanamkan pendidikan moral budi pekerti, dan lemahnya peradilan anak dalam melakukan penyelesaian konflik hukum pada anak.

Hubungan anak dengan orangtua.

Anak akan selalu menjadi tanggungjawab orangtua. Pola asuh dan didikan anak menjadi hal utama dalam pembentukan karakter dan jati diri anak oleh orangtua. Sebab, orang tua adalah orang terdekat anak dan memiliki pengaruh paling besar dalam menanamkan mindset atau pola pikir pada anak.

Orangtua memiliki kendali penuh pada anak, tapi bukan berarti mengekang cita-cita anak dan tindakan anak. Melainkan mengarahkan dan mendukung segala tindakan anak selama dalam koridor yang benar dan tidak melanggar hukum.

Gagalnya institusi pendidikan menanamkan pendidikan moral budi pekerti.

Banyak kasus siswa menganiaya bahkan membunuh gurunya sendiri, begitupun oknum guru yang tega melakukan tindak asusila pada peserta didiknya. Secara nyata, pendidikan moral budi pekerti gagal ditanamkan dalam kehidupan warga sekolah.

Apakah karena kurikulum pendidikan kita yang salah atau cara mengajar pendidik kita yang salah? Terlalu banyak program yang telah diimplementasikan, tapi masih ada saja kegagalan yang tercipta dalam program tersebut.

Lemahnya peradilan anak dalam melakukan penyelesaian konflik hukum pada anak.

Pasal 5 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 menyatakan bahwa sistem peradilan pidana anak mengutamakan pendekatan keadilan restoratif, yang wajib mengupayakan diversi.

Yang mana hasil kesepakatannya mengarah pada pengampuan dan perlindungan anak (perdamaian diantara pihak yang berselisih tanpa ganti rugi, penyerahan kembali pada orangtua, LPKS maksimal 3 bulan, dan pelayanan masyarakat).

Jika semua pihak berdamai dalam tahapan ini, maka selesai. Sebab kasus tindak kriminal anak tidak akan naik ke peradilan anak atau sidang anak.

Pidana tindak kriminal anak pun belum cukup memberikan efek jera bagi anak yang melakukan tindak kriminal, namun apabila tindak kriminalnya cukup berat mungkin hasil sidang anak akan mengecewakan pihak korban. Sebab semua sudah diatur berdasarkan undang-undang ini, Pasal 71.

Intinya, kita selaku anggota masyarakat harus senantiasa berupaya dan bersinergi dengan stakeholder agar mampu mewujudkan kehidupan masyarakat yang aman, damai, nyaman, dan mendukung tumbuh kembang anak ke arah kebaikan.

Bayu Samudra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun