Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ketika Anak-anak Kehilangan Hewan Kesayangan

30 November 2021   13:49 Diperbarui: 30 November 2021   14:10 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Si anak mencari kucing kesayangannya ke sekitar pekarangan rumah (dokpri milik teman)

Sulit menjelaskan perihal kehilangan kepada anak-anak. Apalagi sesuatu yang sangat disayanginya. Gak mudah meyakinkan seorang anak menerima keadaan pilu, sedih, dan perpisahan. Benar apa benar?

Kita ambil contoh aja, benda mati, mainan. Tiap anak di seluruh keluarga pasti punya mainan. Meski hanya selembar kertas lipat berwarna kuning, ketika sudah kehilangan, dan kita berikan kertas kuning yang sama, anak belum tentu mau dan bersedia menerima. Mengapa demikian?

Seorang anak memiliki ingatan yang kuat, tak khayal ada aturan untuk menanamkan budi pekerti yang baik kepada anak agar menjadi anak yang berbudi luhur. Emangnya siapa sih pekerti dan luhur, kok selalu ngikutin budi? Abaikan aja. Gak lucu kan?

Atas dasar ingatan yang kuat tersebut, anak mampu mengenali mainannya atau tidak. Jadi, ketika mainan hilang atau terselip entah dimana, dan kita ganti dengan yang baru meski rupanya seragam, anak gak bakal mau. Malah semakin menjadi untuk terus dicari.

Terlebih lagi faktor cinta pertama anak terhadap sesuatu, baik benda hidup dan benda tak hidup. Ketika anak diberikan sebuah boneka untuk pertama kalinya, dia langsung mengamati setiap detail boneka, dari rambutnya, matanya, hidungnya, pakaiannya, kakinya, sepatunya, dan semua yang menempel di tubuh boneka akan direkam dan disimpan baik-baik dalam ingatannya.

Apabila suatu ketika boneka tersebut hilang atau tertinggal di rumah temannya, anak tersebut akan mencarinya sampai ketemu. Kalaupun gak ketemu, terus aja dicari. Karena sudah mainan kesayangannya. Gak bakal mau diberikan mainan yang sama. Kalaupun mau, keesokan harinya pasti dan pasti ditanyakan kembali.

Bagaimana kalau yang hilang adalah hewan kesayangan anak?

Kedekatan anak dengan hewan, binatang kesukaannya lebih dekat ketimbang barang atau benda kesayangnnya. 

Ketika seorang anak mendapatkan hadiah atau pemberian seekor binatang, benda hidup, rasa ingin tahu sang anak meningkat berkali-kali lipat. Sehingga tak aneh, bila anak akan selalu ngobok-ngobok atau ngusek ae atau ecer-lecer (apa sih bahasa Indonesia yang tepat, kok mentok banget gitu) binatang kesayangannya.

Anak akan mengamati dengan saksama, setiap gerakan sang binatang. Mungkin dalam benak sang anak timbul ratusan pertanyaan terhadap seekor binatang saja. Dan untuk mengungkapkan hal itu anak belum mampu, hanya dapat kita rasakan tanda-tandanya, sia anak selalu memperhatikannya.

Kucing kesayangannya yang berkelana entah kemana (dokpri milik teman)
Kucing kesayangannya yang berkelana entah kemana (dokpri milik teman)

Ada kawan saya, kawan kuliah dulu, dia suka piara kucing. Nah, setelah menikah dikaruniai seorang putra. Setelah usia dua tahunan, si putra dikenalkan kepada anak kucing. Ya seperti penjelasan di atas, anak dengan serius mengamati perilaku kucing.

Meski awal-awal, si anak merasa takut, sebab selama ini yang dia tahu dan orangtuanya hanya memberikan benda mati, mobil-mobilan, robot-robotan, bola, dan sebagainya. Jelas membuat sang anak kaget, hah ini apa? kok gerak-gerak sendiri?

Akhirnya setelah beberapa hari, si anak mulai akrab dengan kucingnya. Tiap hari selalu main bersama, meski si kucing yang selalu menderita, dia tetap bahagia menemani majikannya. Cie ileh.

Namun suatu waktu, si kucing tak ada di rumah, sedangkan si anak yang baru saja pulang sekolah anak usia dini, mencari kesana-kemari, tapi tidak menemukan keberadaanya.

Si anak menangis menjerit-jerit, bukan mendayu-dayu. Si ibu langsung mengalihkan perhatian anak ke hal lain, menjanjikan kucing kesayangannya ditemukan secepatnya. Hanya berhasil meredam dua sampai empat menitan saja. Kemudian, nangis lagi. Gitu seterunya.

Sudah tidak mempan meski ditawarkan mainan lainnya. Sebenarnya mempan, tapi kumat lagi, kumat lagi, begitu. Meski kehilangan kucingnya ini sudah satu pekan, masih aja teringat. Kadang si anak tiba-tiba menyusuri pekarangan rumah, sambil bilang, pus pus meong dengan logat senyaman lidahnya, us us eong eong.

Si anak mencari kucing kesayangannya ke sekitar pekarangan rumah (dokpri milik teman)
Si anak mencari kucing kesayangannya ke sekitar pekarangan rumah (dokpri milik teman)

Yah, meski sudah diberikan pengertian akan suatu kehilangan, si anak tetap aja mencari dan mencari. Mungkin ini tandanya rasa kasih sayang yang tulus dan sikap setia. Beda jauh dengan si doi, ya si dia, kasih sayangnya gak tulus, sering gonta-ganti pasangan. Ambyar. 

Gitu aja ya, sedang gak nafsu bikin tulisan. Jika kamu jadi ibu atau bapak si anak, kira-kira mau ngelakuian apa? Beli kucing anyar atau bikin anak lagi? Heheh.

Bayu Samudra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun