Aparatur memberikan solusi pelayanan yang cepat, singkat dengan tambahan beban biaya pada calon korban pungutan liar (masyarakat). Ketidaktahuan masyarakat itulah menyebabkan masyarakat menyetujui jalan pintas yang nyatanya, menjerumuskan dirinya sendiri. Janji pelayanan diselesaikan dalam waktu singkat tapi, tak kunjung usai. Masyarakat pun kecewa dan malas berhubungan dengan birokrasi/pemerintahan. Hal inilah yang menjadikan ciri khas birokrasi pelayanan publik di Indonesia.
Terkadang ada saja cara licik para birokrat/aparatur dalam melakukan pungutan liar, baik dengan membuat peraturan perundang-undangan bodong/ilegal tentang beban biaya pelayanan bahkan adanya ancaman bagi masyarakat yang enggan membayar biaya pelayanan, seperti dihiraukan pelayanannya, diancam lama proses pelayanannya, dan sebagainya.Â
Itulah dampak dari pengawasan internal dan eksternal yang kurang bekerja keras dalam penanganan pelayanan umum/publik yang bersih unsur pungli. Jika hal itu (peraturan perundang-undangan bodong) dalam beban biaya pelayanan publik maka, ada permainan panas antara aparatur dengan lembaga lainnya, baik eksekutif maupun kepolisian. Ini hanya prasangka saya, misalkan benar-benar ada itu artinya birokrasi Indonesia dalam kondisi tidak baik-baik saja.
Apakah hal itu terjadi karena gaji pegawai di birokrasi kita rendah?
Masalah gaji pegawai birokrasi mungkin menjadi salah satu penyebab/motivasi bagi pegawai untuk melakukan tindakan pungli. Itung-itung uang jajan harian. Jika kita menelaah tentang perolehan gaji birokrat/pegawai negara, baik dari golongan I hingga golongan IV maka ada kemungkinan besar menjadi latar belakang pungli dilakukan. Hal ini mengingat bahwa beban kerja birokrat/pegawai/aparatur terkadang tidak sesuai dengan jumlah gaji yang diterima.Â
Misalnya, staf administrasi/tata usaha di gaji satu bulan sebesar 2,5 juta rupiah dan seorang satpam digaji dengan besaran senilai 3 juta rupiah. Memang, adil itu tidak harus sama rata. Namun, apakah mungkin seorang staff administrasi dengan tugas yang cukup banyak dibanding tugas satpam malah digaji lebih kecil dari satpam. Dengan latar belakang inilah, pungli dilakukan oleh beberapa birokrat/pegawai/aparatur dalam birokrasi di Indonesia.
Jika memang benar masalah gaji menjadi faktor pendorong terjadinya pungutan liar (pungli). Lantas, apakah pantas seorang eselon I atau pegawai tingkat IV maupun staf di wilayah provinsi melakukan pungli? Apakah memang gaji yang diterima dirasa kurang mencukupi kebutuhan hidup? Ini hanya akal-akalan mereka. Jika hidup dengan mengikuti kebutuhan hidup maka gaji itu cukup, namun jika mengikuti gaya hidup maka gaji itu tak akan cukup bagi birokrat/pegawai/aparatur tersebut dalam memenuhi gaya hidup.
Misalnya, pemerintah pusat mengeluarkan undang-undang tentang kenaikan gaji aparatur, baik di tingkat paling bawah hingga paling atas setinggi 80—100%. Apakah menjamin pungutan liar hilang dalam sistem birokrasi kita? Jika tidak, alasan utama para birokrat/pegawai/aparatur birokrasi melakukan pungli adalah masalah internal pribadi dalam diri orang itu sendiri. Yang ada, malah kantong APBN jebol akibat belanja pegawai yang kian hari kian membengkak, tapi aksi dan penunaian kewajiban malah diabaikan atau sengaja dikerjakan asal-asalan.
Dia mengejar kekayaan berlimpah namun dengan cara tidak benar sehingga, merugikan masyarakat dan mencemari citra birokrasi yang sejatinya bersih, suci, dan tulus. Jika iya, masalah gaji menjadi latar belakang perilaku pungli. Lantas, mengapa masih ada pungli dalam tatanan birokrasi pelayanan umum di negeri ini? Mengingat kenaikan gaji ASN/birokrat/pegawai/aparatur telah diteken oleh Presiden Republik Indonesia beberapa tahun lalu.
Apakah kenaikan gaji dan atau remunerasi akan membantu meminimalisasi perilaku birokrasi kita di atas?
Kenaikan gaji/renumerasi tidak menjamin 100% pungutan liar pungli hilang dan lenyap pada birokrasi Indonesia. Semua tergantung pada hati dan pikiran sang birokrat/pegawai/aparatur itu sendiri. Berlaku jujur atau curang. Para birokrat/pegawai/aparatur birokrasi tidak menjamin, jika kenaikan gaji dapat meminimalisir terjadinya pungli. Jika dalam hati/mental mereka masih ingin mengejar kekayaan dan mengikuti gaya hidup dengan mengesampingkan tugas dan kewajiban yang telah diemban guna melayani masyarakat.