Masalah benih tanaman, bantuan pertanian, dan yang jauh lebih seksi terkait pupuk pertanian. Kendala saya waktu itu, benih jagung dan pupuk pertanian.Â
Saya tidak bisa menanam jagung seperti benih yang digunakan oleh petani Poktan, yaitu jenis Pertiwi 2. Sebab jagung Pertiwi 2 ini khusus untuk petani Poktan, harga benih sangat terjangkau, yaitu 75 ribu per lima kilo.Â
Sedangkan petani non Poktan, paling murah benih jagung Pertiwi 3 dengan harga 45 ribu per kilo (2019-2020), sekarang sudah 60 ribu per kilo (semester pertama 2021).
Tak hanya soal benih jagung, pupuk pertanian selalu jadi perbincangan. Poktan punya akses pupuk yang lebih luwes dan lancar, sebab kebutuhan pupuk sudah dikalkulasikan dengan luas lahan pertanian yang digarap.Â
Sedangkan saya harus menelan pil pahit dengan menggelontorkan dana pupuk sekitar 160 ribu per 50 kilo untuk Urea (harga normal dan ketersediaan melimpah).Â
Jika ketersediaan menipis, harga bisa menyentuh angka 250 ribu bahkan tidak diberi (kios pupuk pertanian) menolak menjual pupuk yang stoknya sedikit kepada non poktan.Â
Itu sisa pupuk bersubsidi pada masa tanam tertentu yang tidak dibeli oleh Poktan (kebutuhan pupuk cukup). Padahal petani Poktan hanya bayar 112 ribu dengan jenis pupuk dan berat yang sama. Bayangkan, betapa jauhnya harga pupuk pertanian tersebut.Â
Kenapa gak pakai pupuk non subsidi, mas?Â
Harganya lebih gila dan tidak sebanding dengan pendapatan panen. Malah rugi. Sudah saya praktikan pada sekali masa tanam. Biaya pupuk saja belum tertutupi dengan pendapatan.Â