Membayar Pajak Bumi dan Bangunan atau lebih dikenal dengan PBB, ialah kewajiban pembayaran pajak terhadap bumi dan bangunan yang kita miliki kepada negara. Sudahkah kamu bayar PBB 2021?
Tiga puluh satu Desember nanti merupakan batas akhir pembayaran PBB 2021. Bagi kamu yang belum menunaikan kewajiban tersebut untuk segera menyelesaikannya. Sebab tiap rupiah pajak yang kamu setorkan kepada negara sangat berarti bagi perkembangan dan pertumbuhan pendapatan negara.
Bayar PBB bagi masyarakat perkotaan adalah hal yang sangat diprioritaskan dalam satu tahun buku anggaran belanja dan pendapatan rumah tangga (APB-RT). Hal ini dikarenakan, kesadaran membayar pajak sudah sangat tinggi dan adanya penindakan dari pihak terkait, terutama dinas pajak atau badan pajak guna melakukan penagihan pembayaran pajak.
Meski pada dasarnya, wajib pajak harus berperan aktif dalam hal perpajakan. Berbanding terbalik dengan masyarakat pedesaan, yang menggantungkan penagihan pembayaran pajak kepada aparatur pemerintah desa. Memang harus diakui, kesadaran membayar pajak dalam masyarakat pedesaan masih sangat rendah dan sering mengabaikan.
Seperti kasus yang telah saya alami, beberapa waktu lalu, saya menerima surat dari Badan Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Lumajang mengenai penagihan pembayaran pajak bumi dan bangunan yang saya miliki.Â
Sebagai orang desa yang sejatinya memasrahkan perkara PBB kepada perangkat desa, sejatinya tidak ada lagi permasalahan yang perlu dipermasalahkan.Â
Objek pajak yang dilakukan penagihan, kebetulan hasil pemindahtanganan hak kepemilikan atas tanah. Yang sebenarnya wajib pajak sebelumnya (si A) memiliki kepatuhan bayar pajak tinggi. Tiap tahun PBB dibayarkan ke perangkat desa yang melakukan penagihan.
Akan tetapi, ketika berpindah tangan, kenapa ada surat dari BPRD Lumajang yang menyatakan bahwa objek pajak tersebut belum melakukan pembayaran PBB selama kurun waktu 14 (empat belas) tahun berturut-turut. Panik enggak? Ya panik lah. Mau gak mau harus dibayar kembali, meski merogoh kantong lebih dalam. Angkanya sih gak seberapa ya, kan objek pajak di wilayah pedesaan masih rendah, tapi berlipat-lipatnya itu yang jadi beberapa.
Bayangkan aja, ini baru satu orang yang pembayarannya tidak pernah dibayarkan. Apa gak segunung tuh duwit?Â
Setelah saya konfirmasi ke BPRD Lumajang, memang data yang dikirimkan adalah valid. Sedangkan permasalahan di lapangan, si A telah bayar pajak ke perangkat desa akan tetapi tidak mendapat bukti pembayaran tiap tahunnya, dan disinilah letak kelemahan saya jika melakukan keberatan atas tagihan yang disampaikan oleh BPRD Lumajang. Saya (Si A) gak punya bukti bayar, meski telah melakukan pembayaran.
Anehnya lagi, si A dilakukan penagihan diluar jumlah bayar pajak yang sebenarnya sesuai dengan SPPT PBB tahun berjalan. Jadi, misal di SPPT PBB 2020 tertulis 74.500, tapi ditagih sejumlah uang berbeda dari jumlah bayar tersebut.
Hal ini terungkap, ketika adanya permasalahan semacam ini yang menimpa diri saya. Jadi, saya berinisiatif memberikan tips cara aman dan nyaman bayar PBB agar terhindar dari pungutan liar dan hal tak terduga lainnya yang menyengsarakan orang lain di masa mendatang.
Pertama, bayar PBB dilakukan secara mandiri tanpa diwakilkan.
Masyarakat pedesaan yang tentu memiliki berbagai keterbatasan, tentu lebih mengandalkan orang lain dalam hal pengurusan berbagai administrasi dan perpajakan. Langkah ini sebenarnya salah tidak salah, benar tidak benar. Jika yang diberi kuasa bertanggungjawab dengan baik, maka boleh-boleh saja. Bilamana tidak, ya bagaimana ya? Seperti permasalahan di atas, orang yang dipercaya ternyata berkhianat.
Kedua, bayarlah PBB di Bank Daerah.
Pajak Bumi dan Bangunan sejatinya merupakan pajak provinsi yang dibagi hasil dengan wilayah administratif kabupaten/kota letak objek pajak. Artinya, terdapat porsi pembagian PBB ke berbagai jenjang pemerintahan, tetapi porsi terbesar masih ada di kabupaten/kota dimana letak objek pajak tersebut dipungut.
Maka dari itu, tiap daerah membuka saluran pembayaran PBB kepada bank daerah. Misal di Lumajang, maka dapat dilakukan di Bank Jatim.
Ketiga, bayar PBB melalui Kantor POS.
Bayar PBB di bank daerah kadang bikin kesal akibat antrian panjang. Waktu yang diperlukan untuk mengantri tidak sebanding dengan waktu proses pembayaran yang singkat. Jadi, kita bisa beralih ke metode pembayaran yang lain, semisal bayar PBB melalui Kantor POS Indonesia.
Selain lokasi yang mudah dan dekat dengan rumah, kan tiap kecamatan ada, tidak antri panjang hingga berpuluh-puluh menit, prosesnya pun sama cepatnya. Sehingga ada opsi untuk dipertimbangkan, mending bayar di bank daerah atau kantor POS.
Kebetulan PBB 2021 saya bayar lewat Kantor POS, soalnya jauh kalau ke Bank Jatim di Lumajang.Â
Keempat, bayar PBB melalui aplikasi finansial.
Syukur kita hidup di masa modern dengan kecanggihan teknologi yang memudahkan segala aktivitas harian. Salah satunya, lahirlah berbagai macam metode pembayaran digital melalui aplikasi finansial baik yang diluncurkan oleh perbankan, jasa telekomunikasi, bahkan aplikasi keuangan lainnya.
Jika gak mau keluar rumah, gak mau ribet antri, gak mau susah-susah berpenampilan menarik biar terlihat keren. Kamu bisa bayar PBB di berbagai metode pembayaran digital. Misal dari aplikasi perbankan, hanya tinggal klik, bisa dilakukan dengan rebahan, gak peduli sudah mandi atau tidak, bayar PBB anti ruwet ya pakai aplikasi finansial aja.Â
Kenapa harus bayar PBB melalui metode pembayaran tersebut? Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi pembayaran PBB masuk kantong yang sesungguhnya, yakni APBD atau pemerintah, terlebih diberikan bukti pembayaran PBB yang valid. Jadi, bayar PBB cepat, aman, dan nyaman.
Kamu sudah bayar PBB 2021 belum?
Bayu Samudra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H