Sangat tidak adil rasanya, bila kita hanya menampilkan sisi negatif dari kebijakan pemerintah tanpa menyisipkan satu dua nilai positifnya. Sebab kita ini hidup di dunia, ada siang ada malam, ada aku ada kamu, ada positif ada negatif. Maka harus berimbang.Â
Jangan hanya menampilkan keburukan dari orang lain, pemimpin negara, kepada rakyat. Hal itu membuat kita seakan mengarahkan dan menanamkan benih kebencian kepada masyarakat terhadap sang tokoh penguasa, bahwa dia yang tengah memimpin tidak layak menjadi pemimpin karena sisi negatif sangat banyak melekat kepada dirinya.
Maka dari itu, sajikan pula sisi positif dari sosok pemimpin yang sedang berkuasa. Sebab ini merupakan sebuah bukti bahwa kita telah berlaku adil dan sebagai remember dari perjuangan dan perjalanan hidup sang pemimpin selama bertahta.
Ketika BEM UI hanya fokus kepada inkonsistensi Presiden Jokowi, tanpa mau mengakui (dengan menyebutkan) hasil capaian kinerja pemerintahan Jokowi. Ini sama halnya, BEM UI menggiring rakyat untuk tidak mencintai Presiden Indonesia dan melupakan berbagai macam prestasi kerja sang presiden.
Oleh karena itu, kritikan BEM UI pasti menuai pro dan kontra dalam masyarakat. Pro dari sisi kebenaran yang disampaikan oleh BEM UI, kontra dari sisi kebenaran yang tidak disampaikan oleh BEM UI. Semua macam kritik, tentu mendapat dua penilaian besar, baik pro (setuju) maupun kontra (tidak setuju). Sebab memiliki sudut pandang yang berbeda.
Bukan bermaksud menggurui BEM UI dan netizen yang maha benar, menyampaikan kritik itu ada polanya, ada aturannya. Kalau saya ya, sanjung dulu kemudian jatuhkan. Jadi pas, ada sisi positif dan negatif. Tarik keterkaitan antara sisi positif dan negatif yang diutarakan, sehingga menghasilkan sebuah kritik yang mengagumkan, diterima banyak orang, dan membekas dalam ingatan masyarakat. Kemudian kemas hasil penarikan hubungan itu dengan tutur kata dan bahasa yang lemah lembut agar tak menyakiti orang lain.
Tak hanya itu...
Semakin kuat badai menghempas Jokowi, rakyat semakin cinta kepada Presiden Joko Widodo.
Rakyat di Indonesia itu terbagi menjadi dua kategori besar, rakyat perkotaan dengan aksi-aksi heroik dan rakyat pedesaan dengan aksi diam menghanyutkan.
Karena saya salah satu masyarakat pedesaan, maka saya berpandangan dengan kacamata pedesaan, tetapi sesekali saya lepas agar bisa melihat dengan microskop perkotaan.Â