Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mitos atau Fakta, Perjodohan Hanya Sarana Menjaga Harta Warisan agar Tidak Jatuh ke Mana-mana

2 Juni 2021   21:00 Diperbarui: 2 Juni 2021   21:07 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenapa tidak baik? Bukannya sebagai upaya penyelamatan aset keluarga? Menikah dengan satu pohon keluarga, kadang menimbulkan sebuah petaka akan keturunannya nanti. Salah satu yang sering terjadi adalah kecacatan fisik bahkan mental. Hal ini disebabkan oleh kedekatan hubungan keluarga yang terjadi, sehingga keturunannya mengalami kelainan genetik.

Bila diteliti dari segi medis, hubungan darah akibat perjodohan antar keluarga dalam satu keluarga besar sangatlah dilarang. Selain memiliki peluang besar menurunkan penyakit keluarga, bakal menimbulkan kelainan genetik sehingga anak yang dihasilkan dari perjodohan tersebut kurang sempurna, baik lahir dan batin.

Pasangan dari hasil perjodohan antar keluarga (foto dari pixabay.com)
Pasangan dari hasil perjodohan antar keluarga (foto dari pixabay.com)
Dampak perjodohan tersebut, sangat jarang ditemui sebab para keluarga sudah memiliki perhitungan. Kalaupun tidak bisa, baru merelakan untuk menerima pasangan diri kita dari pihak luar. Hal ini diambil bilamana sudah tidak ada calon pasangan dari keluarga yang sama. Namun dalam pengawasan dan pengontrolan sepanjang hayat.

Jadi, mitos atau fakta bahwa perjodohan merupakan sebuah usaha menjaga harta warisan agar tidak jatuh ke lain pihak diluar keluarga besar?

Kalau saya sih jawabannya fakta. Sebab keluarga besar saya, lebih senang bermain jodoh-jodohan ketimbang cari sendiri pasangan. Kalau kamu apa?

Bayu Samudra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun