Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Idul Fitri 1442 H: Kita Belum Meraih Kemenangan, tapi Menuju Arah Kemenangan

12 Mei 2021   21:39 Diperbarui: 13 Mei 2021   08:50 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selamat Idul Fitri 1442 H (Foto dari Freepik.com)

Mayoritas orang merasa menang saat Idul Fitri tiba. Yang menjadi pertanyaan, kemenangan apa yang diraih oleh diri kita? Padahal secara faktual, kita belum meraih kemenangan.

Saya akui, hari raya Idul Fitri identik dengan kemenangan. Menang dalam arti, mampu menahan haus dan lapar dari subuh hingga maghrib. Menang telah berpuasa penuh tiga puluh hari tanpa bolong satu pun. Menang atas diri kita yang mampu mengkhatamkan Alquran. Menang menahan hawa nafsu selama Ramadan.

Bila kita memaknai kemenangan dengan hal tersebut. Melakukan ibadah Ramadan di bulan selain Ramadan pun dapat dikategorikan ke dalam bentuk kemenangan. Jadi gak perlu menunggu bulan Ramadan untuk sekadar beribadah. 

Yang pada akhirnya, menyatakan diri kita telah menang saat malam tanggal 1 Syawal tiba. Pas bertepatan dengan kumandang takbir di semua masjid maupun langgar.

Apakah diri kita telah meraih kemenangan?

Belum. Sampai kapan pun diri kita belum pernah meraih kemenangan. Mengapa? Karena kita masih bernapas hingga hari ini, hingga detik ini. Siklus kehidupan masih berjalan, berputar, dan bergerak. Maka dari itu, apabila kita merasa menang atas perbuatan yang dilakukan selama Ramadan, itu bukanlah kemenangan. Tak lain dan tak bukan dinamakan pencapaian.

Kita telah mencapai beberapa draf aktivitas harian beribadah selama Ramadan. Salat lima waktu secara berjamaah, tadarus Alquran, salat tahajud, berdzikir, bersalawat, sodaqoh, mengeluarkan zakat, hingga menahan hawa nafsu. 

Apakah dengan kita telah mencapai hal tersebut dapat dikatakan bahwa kita meraih kemenangan? Apakah hanya dengan menjalankan ibadah di bulan Ramadan, kita pantas mengukuhkan diri telah meraih kemenangan?

Sejatinya, kita ini belum pernah merasakan kemenangan. Jadi, jangan pernah mengatakan bahwa diri kita telah meraih kemenangan atas pencapaian selama ibadah Ramadan. Akan tetapi, kita boleh membanggakan diri atas keberhasilan mencapai target ibadah Ramadan.

Pernahkah kita berpikir, kemenangan apa yang sebenarnya ada dalam pemaknaan Idul Fitri?

Bagi saya, Idul Fitri adalah kunci membuka gerbang kehidupan selanjutnya, kehidupan di masa mendatang. Tepatnya pas 1 Syawal hingga 30 Sya'ban. Atau dapat dikatakan bahwa kita telah memasuki siklus awal kemenangan. Sederhananya, Idul Fitri merupakan sebuah awal kemenangan.

Kita dapat dikatakan meraih kemenangan, apabila diri kita mampu mengimplementasikan semua perilaku selama Ramadan pada bulan-bulan selanjutnya bahkan ditingkatkan. Contoh gampangnya, menahan emosi atau amarah.

Selama Ramadan kita berupaya mengendalikan emosi. Seminimal mungkin bahkan tidak perlu mengungkapkan kekesalan dengan amarah. Hingga pada akhirnya, selama Ramadan kita mampu melakukan hal tersebut. Lantas apakah pasca Ramadan, kita kembali pada perilaku sebelum Ramadan?

Jelas tidak boleh. 

Artinya, segala perilaku yang telah kita tunjukkan selama Ramadan harus tetap dijaga dan diimplementasikan dalam kehidupan setelah Ramadan hingga akhir hayat. Barulah kita dapat dikatakan meraih kemenangan.

Ingat, segala perilaku. Intinya, jangan hanya terlihat apik di bulan Ramadan dan (nauzubillah) terlihat buruk setelah Ramadan.

Dengan kita berperilaku selayaknya Ramadan di sepanjang tahun. Saya yakin, hidup ini penuh akan kedamaian, kebahagiaan, ketenteraman, dan ketenangan.

Damai tanpa adanya kekerasan. Bahagia tanpa adanya kesedihan, sebab hidup dalam penuh sukacita. Tenteram tanpa gosip atau isu yang membuat naik pitam. Tenang tanpa adanya kebohongan dalam perbuatan, perkataan.

Semua itu tak hanya berlaku dalam tatanan perilakunya pribadi, melainkan tatanan perilaku masyarakat bahkan bangsa dan negara. Intinya, bilamana menjiwai kehidupan selama Ramadan pada bulan-bulan selanjutnya atau sepanjang tahun, niscaya kita semua telah meraih kemenangan. 

Namun nyatanya, kadang diri kita kembali kotor, kembali berdosa. Maka dari itu, Ramadan kadang diibaratkan sebagai tempat penyucian diri. Melebur segala kesalahan dengan keberkahan rahmat selama Ramadan.

Alangkah baiknya, diri kita tetap berperilaku baik, baik selama Ramadan bahkan bulan setelah Ramadan. Sehingga kita benar-benar meraih kemenangan.

Dengan demikian, Idul Fitri bukanlah parameter untuk menobatkan diri telah meraih kemenangan. Padahal kita masih jauh dari sisi kemenangan. Yang tepat adalah kita menuju ke arah kemenangan. Bagaimana memposisikan diri setelah Ramadan dengan tetap bersandar pada kehidupan selama Ramadan?

Lantas, masihkah merasa diri kita telah meraih kemenangan?

Selamat Idul Fitri 2021. Mohon maaf lahir dan batin.

Bayu Samudra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun