Saya sangat jauh dari kesederhanaan di medsos. Tapi saya sangat dekat dengan kemiskinan di dunia nyata. Jadi, mungkin ini yang dinamakan dunia tipu-tipu.
Dengan pertimbangan yang berat.
Saya putuskan mengakhiri hidup saya di media sosial. Saya lepaskan semua followers. Saya lepaskan semua kemewahan yang terlihat di media sosial. Dan saya relakan kehilangan rumah dunia maya yang nyata.
Keputusan itu saya ambil baru-baru ini, 28 Juli 2019. Saya tinggalkan kehidupan dunia tipu-tipu. Terlebih setelah dihitung-hitung, banyak kerugiannya daripada keuntungannya.
Salah satu kerugian utama adalah waktu saya habis, demi mereka yang gak jelas identitasnya. Rugi dari segi kesehatan, saya sering natap layar yang kadang buat mata saya kesakitan dan kepanasan.Â
Rugi dari segi biaya, harus menyediakan kuota internet dan bayar wifi. Rugi dari segi sosial, saya jarang berinteraksi dengan kehidupan nyata dan saya antara ada dan tiada di lingkungan masyarakat.
Hidup tanpa medsos, emang bisa? Bisalah.
Saya memang sudah menghapus akun media sosial saya, baik si F, si I, si T, dan si L. Tapi saya gak menutup akun medsos Y dan Kompasiana. Kalau akun WA dan Telegram itu kebutuhan, hehehe.
Hidup tanpa medsos sangat nyaman. Jadwal aktivitas harian jadi lebih teratur, sebab waktu yang diperlukan mengurus beberapa akun medsos jadi lebih sedikit. Selain itu, hemat biaya kuota, interaksi dengan tetangga terjalin lebih erat, tubuh jauh lebih sehat dan bugar sebab gak perlu begadang membalas satu-satu komentar followers, dan hubungan dengan keluarga jadi lebih harmonis.