Jangan kaget. Nama gengnya memang begitu. Sebab terinspirasi dari blok barat dan blok timur, kala pelajaran sejarah. Blok utara dan blok selatan berbeda, bukan perebutan senjata atau kekuasaan dan saling gempur. Melainkan, geng yang bersaing dalam hal akademik di sekolah.
Kenapa dinamakan blok utara dan blok selatan? Karena tempat duduk kami, para siswa di kelas 10 IPA 2, menghadap ke timur. Kelas kami dulu terdiri dari empat deretan. Blok utara ada di deretan paling Utara atau nomor satu dari utara. Sedangkan, blok selatan berada di deretan nomor tiga.
Kedua blok, asal mulanya tidak ada. Entah mengapa, teman-teman saling berkompetisi merebutkan gelar terbaik di mata bapak/ibu guru. Sehingga ada rasa persekutuan, deretan satu dengan delapan siswa begitu pun deretan tiga dengan delapan siswa. Imbang jumlah tapi saling mengungguli, menunjukkan dirinya paling baik.Â
Blok utara diketuai oleh seorang siswi, Mbak Nisa. Blok ini termasuk geng tajir, anak para orang kaya (pengusaha kelapa sawit di Kalimantan, pemilik rumah makan, kontraktor perumahan, hingga petani besar (lahan pertanian yang luas) dan punya kecerdasan yang cukup tinggi. Jadi, lumrah bila blok utara selalu menang dan menjadi terbaik.Â
Blok selatan berbeda 180 derajat. Blok ini diketuai oleh saya sendiri, terdiri dari berbagai latar belakang. Ada anak orang kaya, anak orang miskin (kayak saya), anak tukang mebel, hingga anak tukang pande (pengrajin besi tua yang dipanaskan dan dibentuk menjadi celurit dan sajam lainnya). Sisi kecerdasan pun beragam. Kalau pun berhasil menjadi terbaik itu sebuah keberuntungan, bukan kepastian.
Tapi soal akademik, blok selatan bukan kaleng-kaleng. Bahkan blok utara dapat dikalahkan meski harus berdarah-darah. Sengit. Bermodal pengalaman dan pengaplikasian ilmu pengetahuan di dalam kehidupan sehari-hari, menjadi modal utama mematahkan setiap argumen blok utara saat presentasi. Meski blok utara cerdas-cerdas, mereka hanya memahami teori saja tanpa ada praktik. Jadi, blok selatan lebih unggul.
Intinya, blok selatan dapat mengungguli blok utara walau tak jarang, blok selatan kalah telak dari blok utara. Biasalah, kompetisi. Ada kalanya jadi pemenang, ada kalanya jadi pecundang.
Perseteruan itu terus berlanjut hingga kelas tiga SMA. Tak jarang, bapak/ibu guru sangat bersemangat ketika mengajar di kelas kami. Seperti ada sensasi yang berbeda, ada api yang membakar semangat. Selain itu, memang kelas kami adalah kelas teraktif dan terkritis di masanya. Hingga seorang guru tak dapat menjawab pertanyaan yang kami lontarkan, malah melempar balik kepada kami.Â
Kelemahan blok selatan hanya satu. Gak bisa berbahasa Inggris, gak mahir pelajaran bahasa Inggris. Itulah mengapa blok selatan selalu kalah dalam pelajaran bahasa Inggris.Â
Hal ini dipicu oleh pernyataan salah satu teman saya, dia bilang begini, buat apa belajar bahasa Inggris toh gak bakalan ke Inggris. Ada benarnya. Jadi blok selatan tidak terlalu mendalami  materi bahasa Inggris, makanya nilainya selalu jeblok. Paling mentok 70 saja. Itupun hasil remidi hingga tiga kali.Â
Tidak ada pertentangan dan perebutan apapun di luar jam pembelajaran. Semua kembali normal seakan tak terjadi apa-apa. Baik-baik saja.
Dengan demikian, geng sekolah semacam blok utara dan blok selatan adalah contoh kompetisi yang sehat dan beretika.Â
Sehat dalam artian tidak bermain curang, tetap jujur dan menerima kekalahan, dan menerima dengan lapang dada dari setiap hasil perseteruan. Beretika dalam kaitannya tentang tetap hidup rukun dan bersama di bawah atap yang sama, tidak saling menjatuhkan dan menyerang secara personal, dan tentunya tidak ada kenakalan remaja yang kami buat.
Sejatinya, geng sekolah bukan dibentuk untuk menjatuhkan atau menindas orang lain di dalam sekolah bahkan di luar sekolah. Geng sekolah harus bermanfaat bagi semua orang, misal masuk dalam kegiatan ekstrakurikuler. Bahkan seperti geng sekolah, blok utara dan blok selatan.
Rivalitas hanya terjadi di bangku kelas. Sedangkan di kehidupan nyata, tetap bersama dan bersatu dalam bingkai kebhinekaan.
Hal ini tak lepas dari kesan pertama apa yang dilihat oleh seseorang terhadap suatu objek. Sederhananya, geng sekolah dapat berbuah manis dan berbuah pahit.Â
Ya gitulah. Geng sekolah adalah fenomena yang selalu ada dalam dunia pendidikan. Sah-sah saja ada geng sekolah. Yang tidak diperkenankan adalah geng sekolah yang suka memalak siswa baru atau adik kelas, geng sekolah yang suka berantem atau tawuran, dan geng sekolah yang bertabiat buruk (di pojokan toilet sekolah melakukan pesta miras, merokok, bahkan berpacaran yang bikin nganu).Â
Jadi, keberadaan geng sekolah menjadi pro kontra. Kadang meningkatkan semangat dan prestasi, layaknya blok utara dan blok selatan. Kadang pula menghancurkan dan mencoreng nama baik diri sendiri.
Bayu Samudra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H