Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Blok Utara dan Blok Selatan, Kedua Geng yang Tak Pernah Akur di Sekolah

29 April 2021   23:40 Diperbarui: 29 April 2021   23:53 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Geng sekolah, para siswa cerdas (foto dari ruangmahasiswa.com)

Jangan kaget. Nama gengnya memang begitu. Sebab terinspirasi dari blok barat dan blok timur, kala pelajaran sejarah. Blok utara dan blok selatan berbeda, bukan perebutan senjata atau kekuasaan dan saling gempur. Melainkan, geng yang bersaing dalam hal akademik di sekolah.

Kenapa dinamakan blok utara dan blok selatan? Karena tempat duduk kami, para siswa di kelas 10 IPA 2, menghadap ke timur. Kelas kami dulu terdiri dari empat deretan. Blok utara ada di deretan paling Utara atau nomor satu dari utara. Sedangkan, blok selatan berada di deretan nomor tiga.

Kedua blok, asal mulanya tidak ada. Entah mengapa, teman-teman saling berkompetisi merebutkan gelar terbaik di mata bapak/ibu guru. Sehingga ada rasa persekutuan, deretan satu dengan delapan siswa begitu pun deretan tiga dengan delapan siswa. Imbang jumlah tapi saling mengungguli, menunjukkan dirinya paling baik. 

Blok utara diketuai oleh seorang siswi, Mbak Nisa. Blok ini termasuk geng tajir, anak para orang kaya (pengusaha kelapa sawit di Kalimantan, pemilik rumah makan, kontraktor perumahan, hingga petani besar (lahan pertanian yang luas) dan punya kecerdasan yang cukup tinggi. Jadi, lumrah bila blok utara selalu menang dan menjadi terbaik. 

Blok selatan berbeda 180 derajat. Blok ini diketuai oleh saya sendiri, terdiri dari berbagai latar belakang. Ada anak orang kaya, anak orang miskin (kayak saya), anak tukang mebel, hingga anak tukang pande (pengrajin besi tua yang dipanaskan dan dibentuk menjadi celurit dan sajam lainnya). Sisi kecerdasan pun beragam. Kalau pun berhasil menjadi terbaik itu sebuah keberuntungan, bukan kepastian.

Suasana kelas (foto dari sman2pacitan.sch.id)
Suasana kelas (foto dari sman2pacitan.sch.id)
Dengan ketimpangan yang terjadi. Jelas memberikan perbedaan corak yang mencolok. Dari segi tampilan seragam. Blok utara selalu rapi, bersih, bersinar, dan harum. Berbanding terbalik dengan blok selatan yang selalu awut-awutan, lusuh, wajah berminyak, dan bau kecut.

Tapi soal akademik, blok selatan bukan kaleng-kaleng. Bahkan blok utara dapat dikalahkan meski harus berdarah-darah. Sengit. Bermodal pengalaman dan pengaplikasian ilmu pengetahuan di dalam kehidupan sehari-hari, menjadi modal utama mematahkan setiap argumen blok utara saat presentasi. Meski blok utara cerdas-cerdas, mereka hanya memahami teori saja tanpa ada praktik. Jadi, blok selatan lebih unggul.

Intinya, blok selatan dapat mengungguli blok utara walau tak jarang, blok selatan kalah telak dari blok utara. Biasalah, kompetisi. Ada kalanya jadi pemenang, ada kalanya jadi pecundang.

Perseteruan itu terus berlanjut hingga kelas tiga SMA. Tak jarang, bapak/ibu guru sangat bersemangat ketika mengajar di kelas kami. Seperti ada sensasi yang berbeda, ada api yang membakar semangat. Selain itu, memang kelas kami adalah kelas teraktif dan terkritis di masanya. Hingga seorang guru tak dapat menjawab pertanyaan yang kami lontarkan, malah melempar balik kepada kami. 

Kelemahan blok selatan hanya satu. Gak bisa berbahasa Inggris, gak mahir pelajaran bahasa Inggris. Itulah mengapa blok selatan selalu kalah dalam pelajaran bahasa Inggris. 

Hal ini dipicu oleh pernyataan salah satu teman saya, dia bilang begini, buat apa belajar bahasa Inggris toh gak bakalan ke Inggris. Ada benarnya. Jadi blok selatan tidak terlalu mendalami  materi bahasa Inggris, makanya nilainya selalu jeblok. Paling mentok 70 saja. Itupun hasil remidi hingga tiga kali. 

Suasana kelas (foto dari sma1brebes.sch.id)
Suasana kelas (foto dari sma1brebes.sch.id)
Perseteruan antara blok utara dan selatan memang tak ada habisnya. Tapi hanya sebatas pada pembelajaran di kelas atau kompetisi akademik saja. Terlepas sudah berakhir waktu pembelajaran suatu mata pelajaran, memasuki jam istirahat, kami berbaur kembali tanpa melihat blok utara atau selatan.

Tidak ada pertentangan dan perebutan apapun di luar jam pembelajaran. Semua kembali normal seakan tak terjadi apa-apa. Baik-baik saja.

Dengan demikian, geng sekolah semacam blok utara dan blok selatan adalah contoh kompetisi yang sehat dan beretika. 

Sehat dalam artian tidak bermain curang, tetap jujur dan menerima kekalahan, dan menerima dengan lapang dada dari setiap hasil perseteruan. Beretika dalam kaitannya tentang tetap hidup rukun dan bersama di bawah atap yang sama, tidak saling menjatuhkan dan menyerang secara personal, dan tentunya tidak ada kenakalan remaja yang kami buat.

Sejatinya, geng sekolah bukan dibentuk untuk menjatuhkan atau menindas orang lain di dalam sekolah bahkan di luar sekolah. Geng sekolah harus bermanfaat bagi semua orang, misal masuk dalam kegiatan ekstrakurikuler. Bahkan seperti geng sekolah, blok utara dan blok selatan.

Rivalitas hanya terjadi di bangku kelas. Sedangkan di kehidupan nyata, tetap bersama dan bersatu dalam bingkai kebhinekaan.

Rivalitas geng sekolah (foto dari sumsel.idntimes.com)
Rivalitas geng sekolah (foto dari sumsel.idntimes.com)
Namun, yang terlintas dalam benak kita. Yang namanya geng sekolah adalah mereka yang suka memalak adik kelas, terutama siswa baru. Geng sekolah dicap geng asusila, merokok di pos-pos kamling, mengoplos miras dengan minuman bersoda di pojokan toilet sekolah saat bel pulang sekolah, hingga geng sekolah yang suka corat-coret dinding sekolah.

Hal ini tak lepas dari kesan pertama apa yang dilihat oleh seseorang terhadap suatu objek. Sederhananya, geng sekolah dapat berbuah manis dan berbuah pahit. 

Ya gitulah. Geng sekolah adalah fenomena yang selalu ada dalam dunia pendidikan. Sah-sah saja ada geng sekolah. Yang tidak diperkenankan adalah geng sekolah yang suka memalak siswa baru atau adik kelas, geng sekolah yang suka berantem atau tawuran, dan geng sekolah yang bertabiat buruk (di pojokan toilet sekolah melakukan pesta miras, merokok, bahkan berpacaran yang bikin nganu). 

Jadi, keberadaan geng sekolah menjadi pro kontra. Kadang meningkatkan semangat dan prestasi, layaknya blok utara dan blok selatan. Kadang pula menghancurkan dan mencoreng nama baik diri sendiri.

Bayu Samudra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun