Kehidupan model begini yang membuat saya tidak disiplin, tidak taat, dan tidak merasa berdosa. Puasa batal dibilang tidak. Hehehe.
Kesalahan yang sama terus saja dilakukan di hari esok, lusa, dan seterusnya. Seakan hal tersebut benar. Kesalahan yang dibenarkan.
Ketika mencari kayu bakar, ada kalanya perut berbunyi. Menandakan ada demontrasi organ pencernaan. Saya dan teman-teman, melihat sekeliling dan merencanakan aksi makan bersama.
Alam di tahun itu masih kaya. Banyak pohon pepaya tumbuh sembarang dan lebat-lebatnya berbuah. Maka dari itu, saya dan teman-teman kembali berbuka puasa. Tapi dengan buah pepaya yang segar. Hehehe. Puasa sudah batal, kini tambah batal. Double batal.Â
Nekatnya, bila mencari kayu bakar disekitar kebun jeruk. Ini sangat menggoda. Anak desa udah biasa makan pepaya, kalau jeruk hanya di bulan Maulud saja.
Maka diputuskan untuk masuk ke dalam kebun jeruk, mencari yang masak, sekalian dimakan di tempat dan dibawa pulang sebagai kado bagi ayah ibu. Bilangnya dikasih penjaga kebun. Hehehe.
Anak zaman sekarang mana mungkin punya cerita begitu? Gak ada. Ceritanya kalau gak game online malah tiktok. Hahaha.
Pola puasa anak yang salah bakal membuat anak-anak membangkang, terlebih anak-anak belum sanggup menahan keringnya tenggorokan dan kosongnya lambung. Anak-anak ya hanya bermain, bermain, dan bermain. Gak ada capeknya. Kalau capek, ya cari sesuatu untuk dapat dimakan.Â
Syukur, anak-anak sekarang sudah lebih baik dalam pola berpuasa. Orangtua sudah menentukan puasa anak hanya setengah hari atau sekitar enam jam saja. Intinya, tetap tiga kali makan sehari. Pagi (sahur), siang, dan malam (berbuka).Â
Itulah nostalgia Ramadan zaman dulu saya, bagaimana kisah puasa kamu dahulu? Pasti jauh lebih lucu. Hahaha.