Pernah gak waktu puasa dulu, ketika masih anak-anak, kita berbuka puasa sendiri dengan meminum air di sungai? Gak kuat nahan dahaga. Pernah gak ketika sedang puasa dan melihat pohon jambu yang banyak banget buahnya, terus dipanjat, kemudian secara sengaja memakan satu dua buah jambu masak? Gak kuat lapar.
Saya yakin pasti pernah. Saya sudah mengalaminya. Ya wajarlah, namanya anak-anak, lapar dan dahaga tidak tertahankan, harus segera diobati.
Sebenarnya bukan karena lapar dan dahaga yang gak bisa ditahan waktu itu. Melainkan, pola puasa bagi anak-anak tidak tepat.
Anak-anak dipaksa puasa dengan sistem yang sama dengan para orangtua atau orang dewasa. Puasa penuh kurang lebih 12 jam. Menahan haus dan lapar sejak imsak hingga waktu kumandang adzan maghrib tiba. Waktu yang sangat panjang bagi seorang anak-anak.
Itulah gambaran pola puasa anak-anak zaman dulu. Maklumlah, para orangtua belum memahami bahwa anak harus belajar berpuasa dahulu. Tidak wajib digembleng dengan puasa seharian penuh. Maka dari itu, banyak kejadian anak jatuh sakit.Â
Hal itu pun saya alami. Saya jatuh sakit karena puasa seharian penuh. Demam tinggi. Akhirnya, keesokan harinya tidak berpuasa. Hore. Sesungguhnya bukan karena itu juga ya, masih ada faktor lain, yakni berbuka dengan air sungai. Hehehe.
Ceritanya begini, dulu pas pulang sekolah, kebetulan jarak rumah dan sekolah cukup jauh, ditempuh dengan jalan kaki. Kebetulan juga, jalan pulang melewati sungai kecil.
Di sanalah puasa saya batal, dibatalkan karena gak tahan haus, secara posisi matahari tepat di atas kepala, sangat terik. Jadi, khilaf.Â
Saya pun gak sendirian, saya bersama teman-teman, laki-laki perempuan. Berbuka puasa bersama, batal puasa bersama, dan berbohong bersama. Itulah model kebersamaan era zaman dulu. Haha, lucu.
Sekarang mana ada? Anak zaman sekarang lebih disiplin dan terawasi. Beda jauh dengan anak zaman dulu. Saya pulang gak ada orangtua, ayah ibu tengah bekerja.