Menjadi senior yang lebih muda daripada bawahannya adalah suatu hal yang unik. Biasanya seorang senior adalah mereka dengan usia lebih dewasa ketimbang juniornya. Namun apabila juniornya lebih tua daripada seniornya, apakah bakal memperlakukan hal yang sama kepada fresh graduate?
Sebuah pernyataan yang cukup berat untuk diuraikan. Pasalnya, kita memiliki hukum tak tertulis. Bilamana ada pegawai atau karyawan baru, tentu harus mendapat sebuah hal-hal yang aneh dari para seniornya. Disuruh-suruh, dibebankan tugas yang lebih besar, dan kadang tidak mendapat perhatian dari para rekan kerja. Intinya ada hukum pergojlokan. Suatu kondisi membuat mental anak bawang down, gak betah, dan selalu salah.
Ketika karyawan atau pegawai baru tersebut mampu melalui berbagai tes tidak langsung tersebut, maka sebuah kebahagiaan. Dengan sendirinya, para seniornya akan mendekat dan memberikan perhatian beserta dukungan. Apabila anak baru tersebut gagal menghadapi ujian tak kasat mata itu, maka ia akan resign.
Namun, apa jadinya bila yang menjadi anak bawang atau fresh graduate adalah seseorang yang lebih tua atau dewasa ketimbang kita para seniornya yang masih muda?
Hal ini dialami sendiri oleh saya. Jadi gak perlu contoh jauh-jauh apalagi menerawang langit-langit.
Kita sebagai senior merasa kaget akibat kehadiran karyawan baru yang lebih tua bahkan jauh lebih tua. Anggaplah diri kita berusia 25 tahun ke atas, sedangkan dirinya, karyawan baru tersebut berusia 50 tahun ke atas. Bayangkan betapa kagoknya senior berhadapan dengan seorang karyawan baru?
Mau nyuruh sungkan, gak nyuruh ruwet sendiri. Mau judes gak bisa. Pengennya selalu mengalah. Rasanya ingin menghormati tanpa harus mem-bully terlebih dahulu, gak tega. Akhirnya dibiarkan. Gak sanggup menjalankan hukum tak tertulis tersebut.Â
Hal itu dikarenakan, karyawan baru tersebut merepresentasikan ayah atau ibu kita di rumah. Jadi harus belaku sopan, santun, salam, senyum, dan sapa. Kerennya 5S. Kayak cangkolang, ngelamak, dan sok berkuasa.
Otomatis, rencana untuk bersenang-senang dengan mental karyawan baru gagal total, gatot. Hanya karena beda usia, pergojlokan dihentikan sementara waktu untuk batas waktu yang tidak ditentukan. Takut kuwalat. Hehe.
Tak berhenti di situ, senior memiliki kewajiban menuntun anak bawang agar memahami deskripsi pekerjaannya. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Apa yang dikerjakan dan tidak dikerjakan. Bagaimana cara bekerja hingga bagaimana cara mengajukan prosedur cuti.
Pada kondisi inilah, dibutuhkan kegigihan, keuletan, dan kesabaran seorang senior untuk menghadapi prosesi adaptasi karyawan baru. Gigih untuk selalu mengarahkan pada pekerjaan junior tetap sesuai dengan job description. Ulet dalam mengajari berbagai hal yang mungkin tidak diketahui oleh karyawan baru tersebut. Sabar pada situasi yang memancing emosi karena kesalahan yang dilakukan oleh karyawan baru, misal salah hitung dalam laporan keuangan atau salah penggunaan format korespondensi.
Wajarlah hal tersebut dilakukan, mengingat memang terjadi perbedaan mencolok. Beda tahun kelahiran beda pula dengan cara beradaptasi dengan kecanggihan teknologi. Walaupun ada beberapa karyawan baru yang berusia lebih dewasa tapi tak kalah jago dengan senior yang lebih muda. Berbanding sebelas dua belas.Â
Ya itu tadi, apabila anak bawang yang direkrut suatu instansi memiliki kemampuan yang cukup jauh berbeda, bakal membuat senior berupaya dengan keras mengusahakan dirinya untuk memahami seluk-beluk pekerjaannya. Seperti yang saya rasakan, junior lebih tua dan kemampuan bekerja kurang dapat mengimbangi kecakapan saya. Akhirnya saya harus gigih, ulet, dan sabar menghadapinya. Alih-alih ingin menggojloki malah harus intens mengawasi perkembangannya.
Jadi, bila memiliki karyawan fresh graduate berusia lebih dewasa daripada kita selaku seniornya, maka tidaklah pantas berlaku tidak baik. Dia ibarat ibu atau bapak kita di rumah. Sudah selayaknya kita memperlakukan anak bawang tersebut dengan penuh kelembutan, kekaleman, dan rasa hormat. Sebab gak etis, bila kita berlaku layaknya anak bawang seumuran atau lebih muda dari kita. Secara dia lebih tua ketimbang kita. Harus tetap ada unggah-ungguh, tata krama.
Saya akui, bekerja dengan anak bawang model begitu kudu ekstra sedia setiap saat. Kadang dia bertanya pada kondisi yang kurang tepat, kita sedang sibuk, tentang hal sepele, hingga pertanyaan yang gak berbobot. Pak, udah punya pasangan? Kalau belum saya bakal mengajukan putri saya untuk menjadi pasangan Bapak? Jadi dapat dibayangkan, betapa riwehnya satu tim dengan karyawan baru yang terpaut usia sangat jauh.Â
Dengan demikian, bekerja bersama junior yang lebih tua wajib berlaku baik dan kurang pantas bilamana kita bertingkah seolah-olah mengospek mereka. Begitupun perilaku yang sama diterapkan pada karyawan baru seumuran atau lebih muda. Tidak perlu lagi ada penggojlokan. Sebab, kita bekerja satu tim satu organisasi, atas nama instansi. Jelek satu jelek semua. Bagus satu bagus semua. Harus ada upaya saling memperbaiki permasalahan.
Bayu Samudra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H