Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menakar Pentingnya Pendidikan Mitigasi Bencana bagi Masyarakat Indonesia

8 April 2021   15:50 Diperbarui: 9 April 2021   07:29 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bencana alam, gunung meletus (foto dari ilmugeografi.com)

Indonesia bukanlah negara dataran. Wajar bila terjadi bencana alam setiap harinya. Alam Indonesia bukan alam topografi nol. Wajib hukumnya bila masyarakat Indonesia mendapat pendidikan mitigasi bencana.

Banjir bandang di sebagian wilayah NTT beberapa hari lalu merupakan bencana alam. Virus korona yang menyebar ke seluruh pelosok dunia pun juga bencana. Bencana nonalam. Aksi terorisme masih masuk kategori bencana. Bencana sosial. Jadi, ada banyak macam bencana yang sebenarnya terjadi di negeri Pertiwi. 

Pada tulisan ini hanya memfokuskan pada bencana alam. Bencana yang tidak dapat diketahui secara pasti kapan terjadinya, meski telah dilakukan serangkaian prediksi ilmiah. Sebab bencana alam, datang karena alam, kehendak Tuhan semesta alam.

Banjir NTT beberapa waktu lalu menelan banyak korban jiwa. Flores Timur, Lembata, Alor, dan beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur lainnya. Selain NTT, mayoritas provinsi di Pulau Jawa juga terkena banjir di berbagai daerah, baik kota hingga pedesaan. Musim penghujan adalah alasan satu satunya bencana banjir terjadi. Kelebihan air. Daerah yang sejak puluhan tahun silam tak pernah banjir, kali ini mendadak banjir. 

Kita sendiri sebenarnya sudah tau penyebabnya. Eksploitasi hutan, kerusakan DAS (daerah aliran sungai), dan perilaku masyarakat yang kurang cinta terhadap lingkungan, seperti membuang sampah di sungai, selokan, dan sembarang tempat turut memberi andil terciptanya banjir.

Jika kita menyadari, banjir ataupun banjir bandang bukanlah bencana alam, murni karena alam. Sebab banjir sendiri dapat di prediksi kedatangannya, walau tak pasti.

Namun indikator banjir telah terlihat sedari awal. Banjir ibarat bencana patungan, dari alam dan dari manusia. Oleh karena itu, banjir akan bergeser pengertian kepada bencana buatan.

Tulisan ini tidak sedang membahas asal usul kata banjir ataupun proses terjadinya banjir. Hanya memberikan gambaran senyatanya, bahwa banjir dapat menerjang daerah mana saja. Tergantung pada keseimbangan alam dan kapatuhan masyarakat hidup berdampingan dengan alam.

Langkah preventif apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam menghadapi bencana alam, seperti banjir dan sebagainya?

Indonesia kaya akan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan kaya bencana alam. Ketiga kekayaan tersebut harus digerakkan dalam porsi seimbang. Kekayaan SDA kudu dikelola secara berkelanjutan. Pemanfaatan SDM wajib diprioritaskan agar mampu menghasilkan manusia yang berkualitas dalam mengelola SDA agar tak terjadi bencana alam. 

Foto bencana alam, banjir (foto dari regional.kompas.com)
Foto bencana alam, banjir (foto dari regional.kompas.com)
Bencana alam di Indonesia sangatlah beragam. Tsunami, gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung, fenomena atmosfer lain, banjir, tanah longsor, kekeringan, dan bencana geologi lainnya. Indonesia harus melakukan suatu upaya agar masyarakat Indonesia memiliki pemahaman akan bencana alam yang sewaktu-waktu dapat membunuh diri kita dalam sekejap.

Pendidikan mitigasi bencana adalah jawaban untuk usaha pengenalan terjadinya bencana alam yang bakal terjadi di Indonesia. Bukan hanya menjelaskan pengertian dari beragam bencana, mengidentifikasi letak geografis yang rawan terkena bencana, menentukan jalur evakuasi dan titik aman, bahkan menghitung kerugian moral dan material semata.

Lebih dari itu. Pendidikan mitigasi bencana dituntut memberikan pemahaman kepada masyarakat melalui upaya peningkatan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam mengatasi terjadinya bencana alam.

Apakah pendidikan mitigasi bencana telah diterapkan di Indonesia dan seberapa besar tingkat implementasi di masyarakat?

Sejak TK (taman kanak-kanak), anak-anak Indonesia telah mendapat pengetahuan akan menjaga kebersihan lingkungan selain kebersihan diri pribadi. Secara tidak langsung, anak-anak sudah mendapat pendidikan mitigasi bencana tingkat dasar, paling bawah. Menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan.

Memasuki bangku sekolah dasar, anak-anak juga mendapat pendidikan mitigasi bencana. Masih dalam tataran dasar, pengenalan apa itu bencana, macam bencana, dan langkah darurat ketika terjadi bencana.

Lain cerita bila sudah duduk di sekolah menengah pertama. Anak-anak mulai diberi pemahaman penanganan terjadinya bencana, pengidentifikasian awal suatu bencana, dan upaya kesadaran cinta lingkungan.

Beda kisah saat duduk di bangku SMA, anak-anak diberikan langkah preventif terjadinya bencana, mengenal macam bencana yang lebih luas, aturan penanggulangan bencana, dan langkah nyata melestarikan lingkungan.

Implementasi pendidikan mitigasi bencana pada tingkat pendidikan dasar dan menengah sangatlah kurang. Faktanya, pendidikan mitigasi bencana dimasukkan dalam pembelajaran IPS, berada pada akhir semester, dan hanya pada tingkat kelas tertentu.

Pada sekolah dasar, materi mitigasi bencana hanya ada di kelas lima, kalau tidak salah. Hanya sekali selama enam tahun SD. Saat SMP, pendidikan mitigasi bencana ada di kelas tiga, hanya sekali selama tiga tahun. Ketika SMA, pendidikan mitigasi bencana berada di mata pelajaran geografi di akhir semester ganjil kelas satu, hanya sekali selama tiga tahun.

Pas masuk perguruan tinggi, tidak ada pendidikan mitigasi bencana, kecuali program studi kebumian (prodi yang mempelajari bumi, geografi, geologi, meteorologi, klimatologi) bukan cocokologi.

Betapa minimnya pendidikan mitigasi bencana bagi anak-anak Indonesia, terutama masyarakat Indonesia.

Memang benar, pendidikan mitigasi bencana telah diterapkan pada dunia pendidikan Indonesia. Meskipun hanya sedikit, pendidikan mitigasi bencana paling tidak memberi gambaran kepada masyarakat dalam mengurangi risiko terjadinya bencana.

Cukupkah itu? Tidak. Masyarakat Indonesia harus selalu diedukasi mengenai pentingnya pendidikan mitigasi bencana. Maka dari itu, lahirlah lembaga pemerintah dalam hal penanggulangan bencana. Siapa lagi kalau bukan, BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).

Kehadiran BNPB yang terstruktur hingga tingkat kabupaten kota seluruh Indonesia, bukan semata-mata menjadi lembaga yang mengurusi evakuasi dan pencarian korban bencana.

Peran BNPB juga memberikan pendidikan mitigasi bencana pada masyarakat. Selama tidak ada bencana yang terjadi, BNPB harus mengedukasi masyarakat. 

Keterbatasan pendidikan mitigasi bencana yang ada dalam kurikulum pendidikan Indonesia, masih dapat diatasi dengan hadirnya BNPB. Namun, alangkah baiknya, pendidikan mitigasi bencana mendapat porsi lebih besar di bangku sekolah.

Kalau bisa, penambahan mata kuliah wajib bagi semua mahasiswa di perguruan tinggi tentang mitigasi bencana, matakuliah mitigasi bencana. Entah dimasukkan pada awal semester, pertengahan, bahkan akhir semester selama studi. Bukankah melukis di atas batu lebih mudah daripada melukis di atas air? 

Foto bencana alam, gunung meletus (foto dari ilmugeografi.com)
Foto bencana alam, gunung meletus (foto dari ilmugeografi.com)

Seberapa penting pendidikan mitigasi bencana bagi masyarakat Indonesia?

Sangat penting. Dengan masyarakat memiliki pengetahuan akan penanganan bencana alam tentunya bakal meminimalisir kerugian yang dirasakan oleh masyarakat.

Melalui pendidikan mitigasi bencana, masyarakat Indonesia yang sebelumnya adalah anak-anak Indonesia akan memiliki sikap kesadaran cinta lingkungan dan dipastikan berkonstribusi pada lingkungan, menjaga, merawat, dan melestarikan alam. Alam Indonesia yang kaya.

Sehingga, perilaku merusak lingkungan gak bakal ada di Indonesia. Tebang pohon di hutan bakal pakai sistem tebang pilih, menjaga DAS, tidak bermukim di pinggiran sungai, tidak membuang sampah di sembarang tempat, melakukan reboisasi pada hutan gundul, menanam mangrove di pesisir pantai, dan memiliki hobi berkebun di setiap rumah (memiliki taman di rumah atau sekadar meramaikan halaman kosong dengan tanaman hias).

Upaya tersebut bakal mendarah daging pada hati dan pikiran masyarakat Indonesia, bilamana sedari awal telah ditanamkan pentingnya pendidikan mitigasi bencana. Paling tidak, kita telah mempu mencegah terjadinya tanah longsor, kekeringan, dan banjir.

Selain itu, keanekaragaman hayati, seperti flora fauna, masih terjaga kelestariannya. Sehingga anak cucu kita masih dapat menikmati kicauan merdu para burung, kemolekan para bunga, dan keasrian hutan.

Bagaimana dengan bencana alam lain, seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, dan angin beliung?

Bencana alam tersebut memang sulit diprediksi kehadirannya. Namun, instrumen penelitian telah cukup memberikan informasi kepada masyarakat akan terjadinya suatu bencana alam tersebut. Apa pusat pengamatan gunung api, BMKG, BNPB, dan lembaga kajian lain yang siap memberikan edukasi kepada masyarakat tentang mitigasi bencana alam tersebut.

Misalnya dengan memberikan seminar kepada kader karang taruna, penyampaian informasi yang tiada henti kepada masyarakat melalui pemanfaatan teknologi, memberikan peringatan dini kepada masyarakat rawan bencana, dan melakukan serangkaian edukasi kepada siswa-siswi di sekolah.

Dengan demikian, paling tidak tidak ada lagi bencana tanah longsor, kekeringan, dan banjir di Indonesia untuk beberapa tahun mendatang. Sebab semua masyarakat Indonesia telah memiliki kesadaran kecintaan pada lingkungan. Tinggal bagaimana peran aktif lembaga lain yang mengamati aktivitas fluktuatif gelombang, getaran dalam bumi, siklus angin, dan pergerakan kawah suatu gunung berapi.

Bencana tidak akan pernah memberi aba-aba dalam menumpahkan kekesalan kepada manusia. Tetapi, manusia harus siap sedia sebelum bencana datang menyerbu. Salah satu langkah nyata adalah peningkatan porsi pendidikan mitigasi bencana bagi masyarakat.

Bayu Samudra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun