Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Potret Pendidikan Anak Perempuan terhadap Kepemimpinan Perempuan

4 April 2021   11:10 Diperbarui: 5 April 2021   19:23 1725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto para wisudawati setelah menempuh pendidikan tinggi (foto dari pixabay/ptksgc)

Ilustrasi foto anak yang mengenyam pendidikan (foto dari pixabay/terimakasih0)
Ilustrasi foto anak yang mengenyam pendidikan (foto dari pixabay/terimakasih0)

Perempuan adalah perempuan seutuhnya, baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Kamu tetap perempuan. Bukan objek seksual. Bukan barang dagangan. Perempuan merupakan mahkota raja.

Pendidikan anak perempuan harus sejajar, sama rata dengan pendidikan anak laki-laki. Pendidikan tidak mengenal jenis kelamin. Begitupun dengan beragam variasi peralatan sekolah tidak ada jenis kelaminnya. 

Pendidikan itu universal, diperuntukkan untuk siapa saja, diberikan kepada semua orang tanpa melihat jenis kelamin, suku, agama, bangsa, dan negara. 

Kenyataan di lapangan, perempuan kadang diperlakukan tidak sama dengan laki-laki. Secara fisik, morfologi, iya, sangat berbeda. Tapi, perbedaan tersebut bukan halangan bagi perempuan untuk dapat menerima pendidikan layaknya anak laki-laki. 

Semisal, saat berprofesi di bidang sepak bola, catur, voli, bulutangkis. Begitu juga dengan profesi pekerjaan, tak melulu perempuan ditempatkan pada bagian perawatan, kesehatan, misal dokter, perawat, dan bidan. Tak harus laki-laki saja di dalam tubuh polisi, tentara, dan pemerintahan.

Banyak contoh perempuan mampu menunjukkan prestasi gemilang di berbagai sudut olahraga, sudut kenegaraan. Sebut saja, Susi Susanti, Judit Polgar, Tri Rismaharini, Indira Priyadarshini Gandhi, dan masih banyak lainnya. Mereka perempuan, bukan bermaksud mengalahkan, menyingkirkan laki-laki, melainkan menunjukkan bahwa perempuan mampu duduk di samping laki-laki.

Perempuan bukan objek seksual, bukan hanya ahli dapur, sumur, dan kasur (foto dari pixabay/mjps)
Perempuan bukan objek seksual, bukan hanya ahli dapur, sumur, dan kasur (foto dari pixabay/mjps)

Perempuan bukanlah objek seksual semata, tak melulu soal dapur, sumur, dan kasur. Perempuan dapat menjadi objek perhatian, objek perbincangan, dan objek kepemimpinan.

Perempuan ditempa dengan berbagai ilmu pengetahuan melalui pendidikan. Mereka dicetak bukan hanya untuk menjadi andal dan profesional di dapur, sumur, dan kasur. Melainkan di segala sisi kehidupan. Kesetaraan gender istilah kerennya.

Seorang perempuan bila mendapat kesempatan menuntaskan pendidikan setinggi mungkin, minimal tamat SMA, jauh lebih bagus bila lulusan perguruan tinggi, kamu patut bersyukur. Itu artinya kamu diberi kepercayaan oleh orangtuamu untuk mematahkan persepsi perempuan ahli dapur, ahli sumur, dan ahli kasur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun