Empat kali gagal masuk PTN idaman dan tiga kali ditolak sekolah kedinasan, jangan menyerah, banting setir saja
Bagaimana perasaanmu ketika mengalami kegagalan? Tetap berjuangkah atau hanya menyesali tindakan dan menyalahkan diri sendiri?Â
Saya harap, kamu berjuang meraih kesuksesan tersebut, kesuksesan yang dicita-citakan.
Kegagalan dapat menimpa kita dalam segala hal, mulai dari pendidikan, sosial budaya, pekerjaan, asmara, politik, hingga ekonomi. Namun, tulisan ini hanya membatasi diri pada kegagalan di bidang pendidikan. Ya, kegagalan menempuh pendidikan tinggi.
Pasca lulus SMA, ada tiga pilihan hidup yang biasa dihadapi oleh kebanyakan orang, antara lain menikah, bekerja, dan melanjutkan studi. Mutlak. Memilih salah satu atau ketiganya sekaligus. Namun, fokuskan mana prioritas kamu.
Menikah, kemudian mulai merintis usaha. Bekerja, lalu menikahi pasangan. Melanjutkan studi pendidikan tinggi, juga diselingi dengan bekerja paruh waktu. Bekerja, tak terasa sudah punya cukup biaya untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Melanjutkan studi, tapi kemudian membuka usaha kecil-kecilan.Â
Namun, tulisan ini tidak sedang membahas pilihan tersebut. Hanya salah satu saja. Melanjutkan studi pendidikan tinggi.
Kita semua tentu merasakan bahagia dan bangga atas kelulusan waktu SMA dulu. Kita pun berpikir, nggak bakal lagi ada masalah dalam hidup kita. Nyatanya, itu semua baru permulaan dan di balik keceriaan tersimpan kesedihan.Â
Bagi kita yang memilih melanjutkan studi pendidikan tinggi, akan menimbang berbagai pertimbangan untuk dapat memutuskan, lanjut studi atau berhenti studi (baca: menunda studi).
Masuk perguruan tinggi nggak gampang. Tidak semudah mengklik pilihan PTN di laman penerimaan mahasiswa. Sulit, susah, berdarah-darah, dan terpincang-pincang.