Menunda kehamilan merupakan pilihan tepat dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Terlepas dari alasan klasik penundaan kehamilan, manfaat dari tindakan tersebut benar, meningkatkan kesejahteraan keluarga. Mulai dari sisi keuangan, pemanfaatan waktu, dan pemenuhan kadar batin pasangan.Â
Pasalnya dengan menunda kehamilan. Sebuah keluarga kecil akan lebih nyaman dalam menjalani kehidupan. Tidak terlalu terbebani. Tidak tertekan dengan tuntutan rumah tangga. Tidak membuat kekacauan siklus pengeluaran. Masih terkontrol, terkendali, dan terarah.
Sebelum memutuskan kehamilan, pengantin baru bakal berdiskusi, apakah mengharapkan momongan dalam waktu dekat atau tidak. Jika keputusan yang diambil adalah mengharapkan momongan, maka pengantin baru mengupayakan terjadinya kehamilan secepatnya. Kehamilannya yang cepat, bukan proses persanggamaannya. Kalau itu, pelan-pelan saja, ritma sedang. Tidak perlu terburu-buru.
Namun, apabila memutuskan untuk menunda kehamilan. Pengantin baru akan diarahkan memilih jenis kontrasepsi. Mau alami atau bantuan medis. Akan tetapi, harus dimengerti dahulu prosedur menggunakan alat kontrasepsi yang dipilih. Bukan asal pasang, lalu main begitu saja. Ya, saya maklumi. Kan pengantin baru, sudah kebelet.
Begini. Tulisan ini mengandung kata yang sensitif perihal proses terjadinya kehamilan. Saya bakal menggunakan seminimal mungkin istilah tersebut, supaya tidak membuyarkan perhatian terhadap tulisan amburadul ini. Sayang, sudah amburadul gak dapat perhatian pula. Haha.
Pemilihan jenis alat kontrasepsi menjadi pertimbangan utama dalam menunda kehamilan. Akan tetapi, pernahkah kita berpikir mengenai dampak penggunaan alat kontrasepsi terhadap penundaan kehamilan?
Perlu diketahui, saya menulis ini sesuai dengan kapasitas saya sebagai warga biasa dari pengalaman para sahabat ataupun tetangga. Bukan berdasarkan kacamata dokter, ahli kandungan, bahkan penyuluh KB. Jadi, apabila terdapat pernyataan yang tidak sesuai dengan fakta ilmiah, mohon kiranya diberikan masukan melalui kolom komentar.
Pasangan muda-mudi yang baru menikah, terutama bagi mereka yang berusia di bawah 25 tahun. Pasti, sedikit banyak akan mengambil keputusan menunda kehamilan. Keputusan penundaan kehamilan. Tindakan ini telah dipertimbangkan dengan berbagai macam pendapat dari keluarga, orang tua dan mertua, khususnya bagi pasangan muda-mudi tersebut.
Alasannya sangat simple, masih ingin bersenang-senang. Darah muda, begitupun dengan pernikahan muda (baca: pernikahan pada usia muda).
Ingin menikmati hidup berdua dulu. Ingin membangun kedekatan (baca: keharmonisan) yang lebih intens. Ingin travelling dulu, bareng pasangan. Ingin main-main dululah. Intinya, ingin lebih bahagia.
Keinginan itu manusiawi. Apalagi proses mendapatkan hatinya, hati pasangan kita, itu cukup sulit, penuh perjuangan, dan berdarah-darah.Â
Gak sampai disitu saja, ada tahapan akhir yang membutuhkan proses berpikir logis dan sistematis. Mendapat restu orangtuanya, orangtua pasangan kita, mertua, calon mertua. Jadi wajar, bila pengantin baru masih menginginkan kebahagiaan yang berasal dari pola pemikirannya.
Menunda kehamilan adalah solusi praktis untuk alasan tersebut. Namun, solusi etisnya tidak didapatkan.
Penundaan terjadinya kehamilan, tentu memilih salah satu jenis kontrasepsi. Hanya itu saja caranya. Kebelet nikah, pengen kawin, tapi belum siap memiliki momongan. Masih manusiawi. Beda dengan pingin momongan, tapi gak mau nikah dan kawin. Ini bukan manusiawi, tepatnya halusiawi (baca: halusinasi).
Kenyataan di lapangan, para pengantin baru yang belum siap memiliki momongan atau menunda kehamilan akan menggunakan salah satu jenis alat kontrasepsi. Paling populer digunakan adalah pil KB. Harga terjangkau, mudah digunakan, aman ditelan, dan efektif menunda kehamilan.
Kembali saya ingatkan, tulisan ini tidak sedang mempromosikan jenis kontrasepsi. Apalagi memiliki anggapan saya seorang penyuluh KB. Sangat salah kaprah.
Apakah penggunaan alat kontrasepsi memiliki dampak masa mendatang terhadap terjadinya kehamilan?
Secara teori ada dua jenis kontrasepsi, yakni kontrasepsi alami dan kontrasepsi buatan. Kedua jenis kontrasepsi ini sama-sama efektif dalam menunda kehamilan, bilamana benar-benar dipatuhi dalam mempraktikkannya. Akan tetapi, terdapat sisi positif dan sisi negatif dari kedua jenis kontrasepsi tersebut.
Kontrasepsi alami membutuhkan peran penting pengendalian napesu. Sedangkan, kontrasepsi buatan tanpa perlu mementingkan pengendalian nafsu. Bebas crot di dalam organ kewanitaan.Â
Sederhananya begitu. Jika kontrasepsi alami, gak bisa. Harus ejakulasi di luar organ reproduksi wanita. Mungkin, agak ribet bagi pasangan baru. Jadi, mending pakai kontrasepsi buatan atau kontrasepsi medis.
Kontrasepsi buatan memiliki berbagai jenis kontrasepsi. Variatif. Banyak pilihannya. Mulai dari pil KB, implan, suntik KB, IUD, kondom, hingga spermisida.
Secara ekonomis, pemilihan jenis kontrasepsi buatan tentu berpegangan pada keterjangkauan harga. Selain kemudahan penggunaan dan keefektifan dalam menunda kehamilan.Â
Oleh karena itu, mayoritas sahabat dan tetangga saya menjatuhkan pilihan pada penggunaan pil KB sebagai alat kontrasepsi buatan. Harga terjangkau, mudah digunakan, aman ditelan, dan efektif menunda kehamilan.Â
Artinya gak mau ruwet. Kalau suntik, takut jarum suntik. Kalau pilih IUD atau implan, khawatir gak bisa dilepas. Mending, menelan pil saja. Pil KB.
Kembali kepada pertanyaan di atas, apakah penggunaan alat kontrasepsi memiliki dampak masa mendatang terhadap terjadinya kehamilan? Iya.
Penggunaan alat kontrasepsi buatan memiliki dampak masa mendatang terhadap terjadinya kehamilan.
Dampak pertama, jelas menunda kehamilan. Hal ini dikarenakan proses pembuahan terhambat karena adanya kandungan hormon yang dibawa oleh alat kontrasepsi buatan, sehingga menghambat laju sel sperma menuju sel ovum pada tuba fallopi.Â
Gampangnya, terdapat pembatas yang sulit ditembus oleh sel sperma agar menggagalkan proses penyatupaduan sperma dan ovum. Upaya ini, efektif menunda kehamilan.
Dampak kedua, tidak dapat produktif. Kegagalan kerja organ reproduksi. Tingginya kadar hormon penangkal bagi sperma untuk dapat menembus ovum, menjadi alasan utama, wanita mengalami kegagalan kerja organ reproduksi atau tidak dapat produktif. Mengalami kesulitan terjadinya kehamilan. Otomatis berkemungkinan besar tidak memiliki momongan.
Bagi pasangan suami istri yang sudah memiliki momongan, dampak dari pada penggunaan alat kontrasepsi tersebut, bukanlah menjadi suatu masalah krusial. Hal ini benar dilakukan, sebagai bentuk penekanan angka kelahiran yang tinggi, sekaligus peningkatan kesejahteraan keluarga.
Sayang seribu kali sayang. Pasangan suami istri baru, pengantin baru akan sangat merasakan dampak penggunaan alat kontrasepsi tersebut. Apabila penggunaan pil KB sangat rutin. Terus menerus dan tanpa titik henti yang jelas. Khawatir dampak kedua terjadi. Gagal memiliki momongan.
Perbolehkan saya menyampaikan fakta di lapangan. Penggunaan alat kontrasepsi, ambil contoh pil KB.Â
Pasangan Edo dan Ana menikah pada 2005. Usianya pas menyegerakan kehamilan. Tidak terlalu muda. Sudah cukup. Tapi, keputusan yang diambil menunda kehamilan. Tepatnya memilih kontrasepsi pil KB. Sesuai anjuran dokter di puskesmas.
Ana rutin menelan pil sekecil pentolan jarum pentul itu. Tak terasa sudah memasuki tahun kedua. Ana merundingkan kembali untuk memiliki momongan. Sang suami, Edo, menolak.Â
Pasalnya keuangan keluarga belum siap terlebih ada masalah balik nama lahan. Tau sendiri kan, administrasi pertanahan kita bagaimana, suka uang mahar. Semoga saja tahun ini, tak terjadi lagi.
Dua tahun sudah, Ana menggunakan kontrasepsi bentuk pil itu. Hingga ia memutuskan berhenti. Seorang istri tentu tak dapat dikatakan ibu bila belum punya momongan. Entah ini pernyataan siapa, tapi membudaya.
Edo dan Ana sepakat, pada tahun ketiga pernikahannya, mereka mengupayakan terjadinya kehamilan. Berbagai upaya dilakukan. Konsultasi dokter, orang pintar (baca: dukun), penggunaan obat kesuburan herbal dan non-herbal, hingga pengaturan posisi berhubungan intim disetel sedemikian rupa.Â
Berhasil. Alat penguji kehamilan menghasilkan dua garis biru. Tapi, pasca dua bulan setelah tes, mesti keguguran. Entah ini efek samping yang mana, karena nutrisi atau penggunaan alat kontrasepsi yang berlebihan.
Sangat disayangkan, hingga kini, Maret 2021, belum dikaruniai keturunan. Mungkin Tuhan sedang mendatangkan ujian pada mereka. Mari kita doakan bersama, agar mereka dan pasangan yang telah lama menikah lainnya diberikan momongan secepatnya. Aamiin ya rabbal alaamiin.
Lantas adakah alat kontrasepsi medis yang aman dan tidak menimbulkan masalah masa mendatang pada terjadinya kehamilan?
Ada. Dialah kondom. Harga terjangkau, mudah digunakan, aman, fleksibel, dan efektif mencegah kehamilan.
Mungkin karena penggunaan secara langsung pada alat vital, terutama pada pria, penis. Ada rasa geli gimana gitu, kali ya. Belum pengalaman. Jadi, hanya menduga-duga.Â
Sehingga, jarang disukai oleh pengantin baru yang berniat menunda kehamilan. Malah, menggunakan jenis kontrasepsi lainnya, seperti pil KB, implan, IUD, hingga suntik KB. Yang mana hal ini menyasar, kaum wanita.
Penggunaan kondom saat berhubungan seks dengan pasangan adalah pilihan terbaik, ketimbang metode kontrasepsi lainnya.Â
Hal ini disebabkan tidak menggangu sistem kerja reproduksi. Artinya dalam kondisi sedia kala. Belum terkontaminasi dengan hormon atau pemicu peningkatan hormon pada kontrasepsi medis lainnya.Â
Sehingga kondisi di dalam organ reproduksi wanita, sama persis sebelum terjadinya hubungan intim. Gak berpengaruh besar.Â
Perlu diingat, bahwa semakin lama menunda kehamilan bakal memengaruhi kualitas sperma yang dihasilkan pria. Begitupun wanita, organ dalam kewanitaan mengalami penurunan fungsi, biasanya dinding rahim kurang kuat melindungi calon janin.Â
Itulah alasan mengapa menyegerakan kehamilan penting dilakukan oleh para pasangan suami istri muda, pengantin baru. Jangan gunakan alat kontrasepsi yang langsung memengaruhi kadar hormon reproduksi, apalagi bagi pengantin baru, terutama belum hamil.Â
Gunakanlah kondom atau kontrasepsi alami, ejakulasi di luar organ reproduksi wanita. Keduanya sangat aman dan tidak berdampak pada proses terjadinya kehamilan di masa mendatang.Â
Jangan buat pilihanmu menjadi masalah di hari esok. Menunda kehamilan adalah pilihan tepat untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.Â
Bayu Samudra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H