Orangtua adalah garda utama pendidikan. Oleh karena itu, orangtua tidak boleh sembrono dalam mendidik anak. Lebih-lebih menentukan tempat sekolah pada anak. Sebab, anak adalah generasi penerus nusa dan bangsa.
Oke. Saya harap tidak ada yang keberatan terhadap kalimat pertama pada alenia pembuka tersebut. Orangtua adalah garda utama pendidikan. Kenapa bukan guru? Saya tanya, lebih dahulu mana, guru dengan orangtua? Tulisan ini tidak memperdebatkan siapa yang terdahulu. Layaknya telur dan ayam. Sudah pasti, orangtua lebih dulu ketimbang seorang guru.
Maaf jika ngalor-ngidul. Maksud hati gak gini kok.Â
Memberikan pendidikan terbaik pada anak adalah harapan sekaligus cita-cita mulia orangtua. Seorang ayah membanting tulang, demi memberikan nafkah agar anak istrinya dapat hidup dan bertahan. Seorang ibu tak henti-hentinya mendidik sang buah hati, supaya anaknya berguna bagi keluarga dan masyarakat. Pendidikan menjadi prioritas utama dalam tumbuh kembang anak.
Salah satu masalah mengenai pendidikan anak adalah menempatkan anak pada sekolah yang tepat. Tepat dalam artian sesuai dengan kebutuhan anak. Hal ini jarang diperhatikan oleh orangtua. Kita sebagai orangtua kadang menyekolahkan anak tanpa pertimbangan yang matang. Intinya, pokok sekolah.
Pemikiran tersebut ada benarnya. Mengingat di daerah pedesaan sangat jarang terdapat sekolah. Paling-paling hanya satu hingga dua sekolah. Itupun sekolah dasar. Namun, saat ini setiap desa ada satu sekolah dan setiap kecamatan juga ada satu sekolah menengah, baik SMP maupun SMA.
Dengan pilihan yang terbatas itu, mau tidak mau, orangtua memasukkan putra-putrinya pada sekolah yang paling dekat dengan rumah. Aspek keselamatan diperhitungkan. Wajar, orangtua di pedesaan bekerja semua. Ada yang mencari tumpuk untuk pakan ternak, ada yang jadi buruh tani, ada yang mengurus sawah ladang, dan pekerjaan yang berhubungan dengan pertanian lainnya.
Sangat bersyukur bagi orangtua yang tinggal di perkotatan dan semiperkotaan (baca: daerah yang lebih maju dari pedesaan) dapat memilih sekolah yang pantas dan layak bagi tumbuh kembang anak. Bayangkan mereka, para orangtua di desa, pasrah dengan keadaan. Itulah mengapa, ketimpangan pendidikan masih terasa hingga saat ini. Masih banyak daerah 3T, yang mungkin saja belum teraliri listrik. Sedangkan kita disini, hidup nyaman dengan jaringan internet 5G.
Oke. Semakin tak fokus saja ya? Malah membicarakan ketimpangan pendidikan. Baiklah, kita coba fokus pada permasalahan orangtua yang menyekolahkan anaknya di sekolah tertentu.
Orangtua harus memberikan hal yang terbaik pada anak. Terutama sekolah. Tempat menimba ilmu.
Sejak anak bisa berjalan, bicara, dan mulai mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Anak sudah waktunya memasuki dunia pendidikan. Ya, pendidikan anak usia dini. PAUD.
Pada posisi awal anak memasuki dunia pendidikan, orangtua memegang kendali penuh atas penentuan sekolah. Dimana sekolah yang pantas dan layak untuk anak. Jadi, orangtua memiliki kewenangan penuh untuk menentukan lokasi sekolah anak. Penentuan sekolah oleh orangtua memang dilakukan secara sepihak, karena anak belum mampu berdiskusi mengenai hal tersebut. Artinya masih diluar kemampuan anak.Â
Tindakan ini pun berlanjut pada proses selanjutnya, yaitu pemilihan sekolah dasar. Anak masih dibantu oleh orang tua dalam menentukan tempat menuntut ilmu.Â
Lanjut kepada tahap yang lebih serius, yakni penentuan sekolah menengah pertama. Orangtua masih memiliki andil yang cukup besar dalam menentukan lokasi sekolah anak di jenjang menengah pertama ini. Walaupun, anak sudah mampu berdiskusi dengan orangtua mengenai lokasi sekolah selanjutnya. Akan tetapi, peran orang tua masih sangat dominan untuk menentukan tempat menuntut ilmu bagi anak di jenjang menengah pertama.Â
Lain cerita, ketika anak sudah mau lulus sekolah menengah pertama. Mulai ada diskusi yang dilakukan antara anak dengan kita selaku orang tua, untuk menentukan sekolah tingkat atas yang akan dipilih. Peran orang tua akan berkurang sangat drastis dalam penentuan SLTA bagi anak. Pasalnya anak mulai memahami pendidikan apa yang layak dan pantas ia serat dan tekuni. Jadi, orangtua dalam posisi ini mengalah terhadap pilihan pendidikan anak. Namun, masih ada saja orangtua yang khawatir terhadap pilihan anak dan memaksa anak untuk bersekolah di tingkat atas yang mereka inginkan.
Peran orang tua akan jauh sangat berkurang dalam proses penentuan pendidikan tinggi bagi anak, sebab anak sudah memahami apa yang menjadi minat dan bakat dalam dirinya, untuk bisa berkembang di dunia luar, di kehidupan nyata, dan di lingkungan masyarakat. Jadi, anak sudah memegang kendali penuh untuk menentukan hidupnya, khususnya menentukan perguruan tinggi yang akan dipilih.
Melalui ilustrasi sekaligus kenyataan yang sesingkat-singkatnya di atas, bahwasannya peran orangtua sangatlah besar dalam menentukan si buah hati, untuk bersekolah di sekolah yang memenuhi kriteria kelayakan bagi tumbuh kembang anak, menurut pandangan orangtua. Artinya, orangtua mengetahui sekolah mana yang terbaik bagi anaknya.
![Ilustrasi orangtua memilihkan sekolah pada anak (foto dari liveolive.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/03/10/pilih-sekolah-go-to-school-60489fa8d541df4d5b1f0c03.jpg?t=o&v=770)
Sebab ada pernyataan bahwa, sekolah menentukan tumbuh kembang anak. Entah ini mitos atau fakta, tapi kenyataannya memang demikian. Sekolah yang unggul dalam proses pendidikannya bakal menghasilkan lulusan-lulusan yang unggul pula, sedangkan sekolah dengan standar yang kurang mengedepankan nilai pendidikan akan menghasilkan lulusan yang biasa-biasa saja.Â
Kejadian itu memang nyata terjadi, bukan suatu opini belaka. Kebetulan saya salah satu lulusan sekolah dengan tingkat biasa-biasa saja. Sekolah pinggiran, sekolah pedesaan, tapi bukan sekolah daerah 3T. Merasakan betul adanya perbedaan dalam pendidikan yang saya terima di bangku sekolah. Kenapa saya bisa tahu? Karena tetangga saya menyekolahkan anaknya di kota. Lagi-lagi masalah tetangga.
Pada tulisan ini, saya akan mengidentifikasi beberapa alasan orangtua dalam menentukan lokasi sekolah yang terbaik bagi putra-putrinya. Selain itu dapat dimanfaatkan oleh para calon orang tua dalam mempraktikkan proses penentuan sekolah pada anak. Inilah alasan orang tua menentukan tempat bersekolah anak.
Pertama, orangtua menempatkan anak dalam lingkungan sekolah yang sesuai bakat dan minat anak.
Bakat dan minat anak telah diketahui terlihat sejak usia dini. Namun, kita selaku orang tua kadang tidak menyadari hal tersebut. Padahal apabila kita menyadari sedari awal, kita dapat langsung mengarahkan anak kepada bakat dan minat anak.
Misalnya waktu anak mengenyam pendidikan anak usia dini, dia sering menggambar, mencorat-coret buku gambar dengan warna-warna yang apik. Kejadian ini merupakan tanda-tanda munculnya bakat dan minat anak, karena itu kita harus menyadari tanda-tanda ini untuk bisa mengembangkan potensi dalam diri anak, sekaligus menguatkan bakat dan minat anak kepada kegiatan menggambar dan melukis.
Bila bila hal ini disadari, orang tua akan sangat gampang menentukan sekolah mana yang kiranya cocok bagi bakat dan minat anak. Dengan anak berada di lingkungan sekolah yang bersesuaian dengan bakat dan minat, maka anak akan mengeluarkan potensi yang dimiliki. Potensi inilah yang menentukan prestasi anak.
Kedua, orangtua berharap anak dapat menyerap ilmu pengetahuan yang lebih banyak.
Menempatkan anak di sekolah yang tepat, sesuai bakat minat anak akan mengantarkan anak untuk menyerap lebih banyak ilmu, terutama ilmu khusus yang diminati oleh anak. Hal ini diperlukan sebagai bentuk dukungan terhadap potensi yang dimiliki oleh anak. Artinya, ada upaya mengasah potensi dalam diri anak untuk dikeluarkan dalam bentuk hasil karya.
Ketika anak mampu menyerap segala pengetahuan dalam proses belajar mengajar di sekolah maka anak akan memiliki wawasan yang luas terhadap ilmu pengetahuan yang secara khusus merupakan potensi anak.
Selain itu, pemilihan sekolah yang tepat memberikan bekal yang bagus kepada tumbuh kembang anak. Sebagaimana yang telah saya katakan di atas, bahwa ada kriteria-kriteria yang berbeda pada setiap sekolah. Hal inilah yang mengakibatkan adanya sekolah unggul dan sekolah tidak unggul. Walaupun secara resmi, itu tidak ada yang namanya sekolah unggul dan sekolah tidak unggul. Semuanya sama rata. Tapi kualitas yang ditunjukkan di lapangan berbeda.
Itulah alasan yang mendasari orang tua untuk berperilaku pilih-pilih sekolah. Sebab kita ketahui bersama bahwa, lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap tumbuh kembang anak sekaligus perilaku anak. Anak yang baik-baik jika ditempatkan di lingkungan tidak baik, seperti lingkungan pecandu alkohol maka anak yang baik tersebut akan tertular. Begitupun sebaliknya, ketika anak pecandu alkohol, kita tempatkan di lingkungan taat ibadah maka dia akan menjauhi kebiasaan lamanya, karena lingkungannya adalah lingkungan ibadah.
Oleh karena itu, benar orang tua berebut memasukkan putra-putrinya kepada sekolah yang bagus kualitasnya. Walaupun kita tahu saat ini, bahwa tidak segampang dulu memasukkan putra-putri kita kepada sekolah tertentu. Sebab adanya sistem zonasi. Meskipun komposisi siswa pada sistem zonasi masih ada sedikit porsi untuk dapat menerima peserta didik dari luar jangkauan sekolah.
Ketiga, orangtua mencoba memberikan lingkungan yang cocok bagi psikologi anak.
Buah hati kita kadang memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal ini sangat manusiawi. Penciptaan manusia memang memiliki sisi positif dan negatif dan ini diikatkan dengan saling melengkapi satu sama lain. Saling membutuhkan, sehingga manusia disebut sebagai makhluk sosial. Yang tidak berdiri sendiri dan senantiasa membutuhkan orang lain.
Misalnya, anak kita memiliki memiliki masalah psikologis kurang senang kepada siswa laki-laki. Oleh karena itu, orangtua disarankan memilih sekolah khusus perempuan. Sekolah putri. Dengan ditempatkan di lingkungan yang sesuai dengan psikologi anak, maka anak akan merasa nyaman dalam kehidupan di sekolah. Walaupun orangtua masih memiliki satu tugas utama untuk menghilangkan pola pemikiran anak yang tidak menyenangi siswa laki-laki atau pada umumnya laki-laki.Â
![Ilustrasi anak bersekolah dilingkungan yang nyaman (foto dari edukasi.kompas.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/03/10/images-2-6048a0448ede483c462f8dc4.jpeg?t=o&v=770)
Keempat, orangtua melihat kadar kemampuan anak (perihal kecerdasan).
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Pepatah ini sering dikaitkan dengan kecerdasan anak yang tidak jauh berbeda dengan kecerdasan orang tuanya. Adakah yang tidak sependapat dengan peribahasa tersebut? Saya anggap semuanya sependapat. Tak hanya kecerdasan yang diibaratkan dengan pepatah tersebut melainkan perilaku. Walaupun sebenarnya, yang lebih cocok disandingkan dengan pepatah tersebut adalah perilaku.
Kita sebagai orangtua tentu menyadari kualitas kecerdasan, kita ini ada di level apa, cerdas, di atas rata-rata, di bawah rata-rata atau rata-rata bahkan butuh penanganan khusus. Jadi, kita sendiri sudah mampu memprediksi kecerdasan anak kita. Jika sekiranya kecerdasan anak kita nantinya lebih cerdas daripada kita selaku orangtua, ini patut disyukuri. Namun, apabila kecerdasan kita selaku orangtua tidak mumpuni dan begitupun yang terjadi kepada anak kita, maka jangan memaksakan anak kita untuk masuk di sekolah elit atau sekolah yang benar-benar menuntut kecerdasan siswanya.
Jika itu dipaksakan, maka akan menambah beban kepada psikologis anak. Yang pertama, karena anak memang dasarnya tidak mampu. Kedua, anak akan mendapat cemooh dari teman-temannya. Kedua masalah ini akan mengganggu psikologis anak dan berdampak kepada kita selaku orangtua, dengan perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh anak kepada kita.
Kelima, orangtua mempertimbangkan keuangan keluarga untuk membiayai pendidikan anak.
Realita di masyarakat, ada seorang siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu, namun memiliki kecerdasan yang mumpuni. Sedangkan terdapat siswa yang berasal dari keluarga berkecukupan, tapi tidak memiliki kecerdasan yang maksimum. Entah ini sebagai upaya dari Tuhan semesta alam untuk benar-benar mengimplementasikan perilaku saling melengkapi atau ada makna lain dari keragaman ini.
Oleh karena itu, kita selaku orangtua harus memiliki planning keuangan bagi pendidikan anak. Meskipun pendidikan itu sangat penting dan menjadi garda utama pembangunan masyarakat. Sebab ada pernyataan, orang cerdas belum tentu berasal dari pendidikan yang tinggi. Ini fakta.
Dengan demikian, orangtua harus merencanakan keuangan pendidikan anak. Artinya itung-itungan membiayai pendidikan anak. Misal sekolah yang satu lebih mahal daripada sekolah yang lain dengan kualitas yang sama, hanya saja perbedaan infrastruktur yang dimiliki lebih-lebih tidak berkaitan dengan bakat dan minat, mending pilih yang lebih terjangkau.Â
Bila memang seorang anak memiliki kecerdasan yang luar biasa meski kurang mampu, walau ditempatkan di sekolah yang biasa-biasa, akan tetap menonjol dan keberuntungan akan menghampirinya. Misal ada beasiswa untuk bersekolah di sekolah yang lebih baik.
Keenam, orangtua ingin menyiapkan masa depan anak yang cerah.
Alasan utama yang tak kalah penting daripada alasan di atas adalah menyiapkan masa depan anak yang cerah, gemilang. Orangtua mana yang menginginkan anaknya keleleran di jalanan. Gak ada. Orangtua pasti menyiapkan kebutuhan masa depan anak yang baik. Hal ini bukan tergolong php, pemberi harapan palsu. Harapan orangtua itu tulus. Menjadikan putra-putrinya agar hidup lebih mapan.
Itulah alasan mengapa orang tua menentukan sekolah mana yang pantas bagi buah hatinya. Tindakan tersebut bukanlah sebuah upaya mengekang kebebasan anak untuk memilih sekolah yang disukai, sebab belum tentu pilihan anak baik bagi diri anak.Â
Kadang anak hanya ikut-ikutan bersekolah di sekolah lain, mengikuti teman-temannya. Padahal sekolah tersebut tidak baik bagi tumbuh kembang anak. Ini akan berdampak kepada tumbuh kembang anak di masa mendatang.
Oleh karena itu, orangtua harus benar-benar menyiapkan perencanaan yang matang terhadap pemilihan sekolah bagi buah hatinya. Terutama pada usia kritis yakni usia dini. ketika anak memasuki pendidikan anak usia dini, taman kanak-kanak, sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.Â
Untuk sekolah menengah atas dan perguruan tinggi, alangkah lebih baiknya didiskusikan bersama anak. Karena anaklah yang akan menjalankan kehidupan sekolah. Anak yang bakal menanggung segala tugas dan beban sekolah.Â
Jadi, berikanlah sedikit kebebasan anak untuk menentukan sendiri sekolah mana yang cocok bagi dirinya (perihal sekolah tinggi atas dan perguruan tinggi). Namun tetap dalam pengawasan kita selaku orangtua. Artinya, tetap memberikan pertimbangan mengenai sisi positif dan negatif dari sekolah yang dipilih oleh anak.
Bayu Samudra
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI