Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menangani Masalah Destruktif pada Anak

21 Februari 2021   13:10 Diperbarui: 21 Februari 2021   13:23 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu yang sedang mengedukasi anaknya menanam tanaman (foto dari nikita.grid.id)

Tidak ada angin, tidak ada hujan. Tiba-tiba seorang anak mencoret-coret sampul buku, menendang-nendang pot bunga hingga pecah, hingga membanting-banting sandal jepit yang dikenakannya. Pernahkah kita melihat atau mengalami kejadian serupa di rumah? Tetiba buah hati kita berlaku destruktif atau merusak benda-benda yang ada di sekitarnya.

Perilaku destruktif yang terjadi pada anak adalah suatu hal yang membahayakan bagi kehidupan selanjutnya. Sebab anak akan terbiasa dengan perilaku merusak dan hal ini bakal merembet kepada perselisihan antara orang lain dengan dirinya. Sehingga harus mendapat penanganan yang baik dari orang tua sekaligus lingkungan (masyarakat), agar anak yang yang sedang mengalami masalah destruktif ini dapat terselesaikan atau tertangani.

Anak adalah generasi penerus dari keturunan keluarga kita sendiri. Penerus bangsa dan negara. Begitupun, penerus peradaban manusia di era mendatang. Karena sebagai penerus, maka harus dibekali dengan pola pikir yang baik dan bermanfaat bagi orang lain.

Apabila ada suatu masalah yang terjadi pada anak, ini menjadi tanggung jawab dari kedua orang tua. Hal ini dikarenakan orang tua adalah pengasuh sekaligus guru bagi anak dalam mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan mendatang. Kehidupan yang mungkin jauh lebih kacau daripada kehidupan kita saat ini. Kehidupan yang lebih nyaman esok hari.

Apabila perilaku destruktif ini terjadi pada buah hati kita. Apa yang akan kita lakukan? Apa yang akan kita berikan kepada anak?

Pertama, menyela tingkah laku anak.

Anak sedang mencorat-coret dinding rumah (foto dari motherandbaby.co.id)
Anak sedang mencorat-coret dinding rumah (foto dari motherandbaby.co.id)
Saat anak mencoret-coret sampul buku. Entah buku penting atau tidak. Mungkin kita akan merespon perilaku anak tersebut dengan memukul anak atau membentak anak, sehingga anak terdiam sejenak menanggapi tindakan yang kita lakukan kepada anak. Upaya ini keliru.

Memukul anak dapat memberikan efek bahwa orang tua berlaku kasar kepada anak. Lebih-lebih anak bakal trauma dengan perilaku orang tua yang sering menggampar tubuh anak. Begitupun dengan membentak anak dengan suara yang lantang dapat menimbulkan kekagetan, sehingga berdampak kepada detak jantung anak yang semakin cepat karena benar-benar terkejut. Tercengang. Sama berbahayanya.

Tindakan yang benar adalah menyela tingkah laku anak.  Seperti langsung memegang tangan anak atau mengambil objek benda yang dirusak oleh anak. Misal mencoret-coret sampul buku dengan spidol. Kita selaku orangtua bisa mengambil spidol atau buku bahkan kedua-duanya. Kita pun disarankan untuk langsung memegang kedua tangan anak. Dengan langsung memberikan tindakan seperti ini, anak akan berhenti. Namun apabila dalam posisi anak sedang marah, maka anak akan memberontak atau melawan diri kita. 

Jika hal itu yang terjadi, rangkullah dan peluklah anak dengan erat. Stabilkan emosi anak emosi, kemarahan anak dengan mengelus-elus kepala atau pundaknya. Bila sudah tenang, dudukkan anak dan mintalah keterangan kepada anak apa yang terjadi, sehingga anak berperilaku destruktif.

Kedua, mencari tahu penyebab tingkah laku anak yang destruktif tersebut.

Ketika objek benda yang dirusak oleh anak. Kita amankan kemudian anak tidak menunjukkan sikap perlawanan. Mungkin tidak sengaja mencoret-coret sampul buku tersebut. Disinilah peran kita selaku orang tua untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya perilaku merusak yang dilakukan oleh anak.

Tanyakan, kenapa anak tiba-tiba mencoret-coret sampul buku? Selidiki mengapa anak menendang-nendang pot bunga hingga pecah? Cari tahu alasan mengapa anak menulis di dinding rumah?

Ketika anak mulai bercerita, dengarkan. Jangan memotong cerita anak sebelum anak selesai bercerita. Barkann anak mengemukakan pendapatnya. Apa yang diinginkan oleh anak dapat kita temukan pada ceritanya. Setelah itu, barulah kita masuk kepada cerita anak dengan memberikan beberapa nasihat atau poin-poin yang bermanfaat bagi keberlangsungan tumbuh kembang anak.

Misal, anak mencoret-coret sampul buku tersebut karena melihat sampul bukunya bergambar semut. Si anak pernah digigit oleh semut, sehingga dia seakan-akan sedang membunuh semut dengan mencorat-coret sampul bukunya. Anak yang sedang asyik menulis di tembok, mungkin dia beranggapan bahwa tembok ini bisa digunakan sebagai papan tulis, sehingga akan menghapusnya dengan penghapus atau tisu. Anak yang tiba-tiba menendang pot bunga beberapa kali hingga pecah, mungkin sedang membayangkan bahwa pot bunga itu bisa digunakan layaknya bola, karena hampir menyerupai bentuk bola yang bulat. 

Dari kisah anak inilah, kita mengambil pelajaran bahwa anak mungkin menginginkan hal-hal tersebut. Karena di rumah tidak memiliki benda-benda itu, maka anak akan menggunakan benda lain yang menyerupainya untuk menunjukkan kemampuannya, mengeluarkan ekspresinya dengan benda-benda yang sebenarnya bukan semestinya digunakan untuk hal itu.

Dengan begini, orang tua akan memahami asal-usul penyebab tingkah laku anak yang destruktif tersebut. Selain itu, orang tua diwajibkan memberikan nasihat jika anak berperilaku merusak, seperti kamu tidak boleh mencorat-coret di tembok karena bakal memberikan kesan kotor, warnanya tak lagi indah, dan sulit untuk dibersihkan. Sehingga anak tidak akan mengulangi kesalahan tersebut.

Ketiga, memberikan objek alternatif untuk mengekspresikan imajinasi anak.

Anak mencoret-coret di buku gambar (foto dari smpalazhar.sch.id)
Anak mencoret-coret di buku gambar (foto dari smpalazhar.sch.id)
Mungkin karena imajinasi anak yang sangat banyak tersebut dan menghalalkan berbagai macam objek atau benda di sekitarnya sebagai objek yang berada dalam pikirannya akan menimbulkan perilaku merusak. Hal ini harus dicegah dengan memberikan objek alternatif untuk mengekspresikan imajinasinya.

Namun, apabila perilaku destruktif yang ditunjukkan anak ini disertai dengan rasa amarah. Kita pula harus memberikan alternatif, bagaimana meredakan kemarahan anak dengan menyodorkan hal-hal positif lainnya. Melalui hal itu, kemarahan anak akan berbuah manis. Misal anak marah, ia mencoret-coret buku tulis miliknya. Alangkah lebih baiknya, kita beri dia objek lain berupa buku gambar, biarkan di corat-coret di sana saja. Mungkin bisa menghasilkan sebuah gambaran abstrak yang bernilai seni tinggi. Anak akan muncul sikap inisiatif menggambar secara imajinatif. Tidak ada yang tidak mungkin dilakukan oleh anak. Dari amarah membawa prestasi anak.

Daripada membiarkan anak menendang pot bunga hingga pecah dan mungkin membahayakan kaki anak. Berikan sebuah bola, katakan jika kamu marah, tendanglah bola ini sekuat-kuatnya. Dengan begini, energi yang dikeluarkan oleh anak dapat bermanfaat untuk melatih kekuatan otot kaki sang anak. Sekaligus memberikan kesenangan kepada anak dalam bermain bola. Siapa tahu kelak anak menjadi pemain sepak bola. Sungguh kemarahan yang membawa berkah.

Namun dalam mengimplementasikan hal tersebut tidaklah mudah. Orang tua harus bekerja lebih ekstra mengalihkan objek amarah anak kepada hal baru tersebut. Jika orang tua berhasil, maka orang tua mampu menangani masalah destruktif pada anak dan sekaligus memberikan aktivitas baru bagi diri anak.

Keempat, menantang anak untuk mengganti barang atau objek yang dirusaknya dengan uang sakunya sendiri.

Salah satu bentuk kemandirian yaitu menyuruh anak untuk mengganti barang-barang yang telah dirusaknya menggunakan tabungan sendiri atau uang sakunya. Namun perilaku ini atau penanganan model keempat ini, diperuntukkan bagi anak-anak yang usianya sudah memasuki usia sekolah dasar, bukan anak-anak yang sedang duduk di bangku taman kanak-kanak atau pendidikan anak usia dini. Melainkan anak-anak yang sudah duduk di bangku sekolah dasar. Sebab mereka sudah mendapatkan uang saku atau mengelola sendiri keuangannya, sehingga anak dapat diberikan tantangan untuk mengganti suatu barang yang telah dirusak, baik milik orang lain atau miliknya sendiri.

Dengan tantangan semacam ini, perilaku destruktif yang dimiliki oleh anak akan berkurang dan meningkatkan rasa tanggung jawab dalam menjaga atau melindungi barang miliknya maupun benda-benda yang ada di lingkungan rumah. Sehingga pola penanganan perilaku destruktif seperti ini dapat menanamkan perilaku mandiri, sekaligus tanggung jawab dalam diri anak yang memang sangat diperlukan bagi kehidupan masa depan anak.

Anak akan berupaya menabung sedikit uang sakunya untuk bertanggung jawab atas benda atau barang yang sengaja dirusak olehnya. Apabila sang anak mampu menyelesaikan tantangan untuk mengganti barang yang pernah di rusaknya, maka anak kita telah berhasil menargetkan suatu titik fokus atau tujuan yang hendak dicapai melalui konsistensi dan komitmen kuat dari dalam diri anak.

Sebuah tantangan yang berupa hukuman, dengan dampak memberi anak bekal yang sangat berguna dalam tumbuh kembang anak dan kehidupan anak di masa depan.

Kelima, memberi pujian atau hadiah bilamana anak berhasil mengurangi intensitas perilaku destruktif atau membuang perilaku merusak dalam kesehariannya.

Bila anak telah berhasil memenuhi tantangan orang tua untuk mengganti barang yang telah dirusaknya dengan uang saku miliknya. Kita selaku orangtua harus mengapresiasi, baik memberikan pujian ataupun hadiah sewajarnya saja.

Orang tua yang memberi hadiah kepada anak (foto dari id.theasianparent.com)
Orang tua yang memberi hadiah kepada anak (foto dari id.theasianparent.com)
Upaya ini secara tidak langsung diperlukan oleh anak sebagai bentuk pengakuan dirinya yang mampu menyelesaikan tantangan tersebut. Anak mampu menghilangkan perilaku destruktif dalam kesehariannya. Pengakuan simbolis dari orang tua kepada anak, bahwa anak mampu mengendalikan perilakunya agar tetap bertingkah laku baik dan tidak merusak.

Namun, pemberian pujian atau hadiah kepada anak tidak boleh berlebihan (terlalu sering memberi hadiah atau pujian). Karena bakal menimbulkan persepsi baru bagi anak, bahwa apabila sang anak mampu menyelesaikan tantangan atau tugas maka dia akan meminta pujian atau hadiah. Hal ini sangat berbahaya bagi tumbuh kembang anak.

Anak akan ketergantungan dengan sebuah pujian atau hadiah yang apabila anak tersebut mampu berperilaku sesuai keinginan orang tua, misalnya berlaku baik. Hal ini akan dijadikan sebuah iming-iming atau pancingan bagi anak untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.

Misal, orang tua menginginkan anak untuk berhenti melakukan tindakan merusak benda-benda di rumah dengan syarat bilamana berhasil akan dibelikan sepeda. Anak berperilaku baik kepada orang lain bakal diberikan mainan baru. Maka perilaku anak akan tergantung dengan besaran hadiah yang diinginkan oleh anak atau diberikan oleh anak.

Sebab apa-apa yang diberikan secara berlebihan akan menimbulkan efek samping yang negatif bagi kehidupan anak. Berikan apa yang seharusnya diberikan kepada anak, baik hadiah atau pujian. Jangan terlalu sering memancing perilaku anak dengan imbalan.

Dengan demikian, orang tua harus mampu menangani permasalahan anak seperti tindakan merusak atau destruktif yang terjadi pada keseharian anak. Oleh karena itu, diperlukan peran ekstra bagi kedua orang tua dalam mendidik dan mengedukasi anak tentang hal-hal yang seharusnya tidak diperbolehkan dilakukan, seperti merusak benda-benda di sekitarnya.

Itulah beberapa langkah atau tata cara penanganan masalah destruktif pada anak, yang kadang menimpa buah hati kita. Jadi, apa kemarahan anak hari ini hingga membuatnya berperilaku destruktif?

Bayu Samudra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun