Dek Berta, gajiku iki sakbenere piro. Teng layang perusahaan iku ditulis limang juta. Lah kok aku entok telung juta seperapat. Nangdi sak juta telu prapate? Keleru ngetong, opo piye iki?Â
Lah, wong aku mung tanda tangan lo. Ana surat gaji, yo tak tanda tangani. Duwek caer. Terus ditompo awakmu, Cak Marto. Seng ngetung kabehe gaji, yo bendahara. Aku mung nyaerno, seng katulis ning surat gajimu. Masalah kleru ora, ya dudu urusanku. Coba mbok tangletke Bu Tedjo. De e kan bendahara ne.
Berdasarkan masalah yang terjadi tersebut, mengenai kekeliruan salah hitung gaji karyawan atau kekeliruan finansial, baik berhubungan dengan aset pendapatan organisasi, aset kekayaan organisasi, dan kewajiban organisasi dalam menyediakan honor atau gaji karyawan adalah tindakan tidak memenuhi salah satu unsur dalam bekerja, yakni ketelitian dan kehati-hatian.Â
Mulai merembet nangdi-endi wes. Pokok masalah duwek, mesti lek gak gaji kleru utawa aset katutan nang dunyone dewe. Mesti, ngunu kae.
Seorang karyawan, baik di bidang apapun jabatannya maupun pemimpin harus memiliki prinsip ketelitian dan kehati-hatian, mulai dari perencanaan hingga evaluasi kinerja organisasi tak kecuali dalam bidang penganggaran atau keuangan.
Kejadian keteledoran dalam menghitung jumlah honor atau gaji karyawan yang dilakukan oleh pihak internal organisasi, sejatinya dapat disebabkan oleh kesengajaan atau memang kekeliruan sejak awal.Â
Alhasil apabila karyawan menerima gajinya, mereka beranggapan bahwasanya perusahaan atau organisasi tersebut, membayar gaji karyawan sangat rendah bahkan dibawah upah minimum kerja pada suatu daerah tersebut. Sehingga akan memantik api perselisihan dan perpecahan di antara kubu karyawan dengan pengusaha atau pengelola perusahaan.Â
Hal ini tentu berdampak buruk terhadap kinerja organisasi, sebab akan mengurangi kepercayaan karyawan atau orang lain dalam bekerja terhadap organisasi tersebut, akibatnya cukup sulit untuk menghilangkan stereotip atau pandangan bahwasanya suatu perusahaan dapat memberikan jaminan kesejahteraan bagi karyawannya.
Berdasarkan permasalahan tersebut, seorang pemimpin adalah penanggung jawab penuh terhadap jalannya organisasi dan tata kelolanya, sebab pemimpin memegang peranan penting dalam struktur keorganisasian.Â
Dalam organisasi, pemimpin memiliki kekuasaan dan kewenangan. Pemimpin pula dapat memantau motivasi seluruh anggotanya bahkan seluruh karyawan organisasi untuk memberikan segala daya upaya (baca: jiwa dan raganya) demi kemajuan bersama. Maju organisasinya, sejahtera karyawannya.
Padane nyapres ae. Slogane mbok seng nyoto keroso. Lek ora bener kelolane perusahaan, Yo mosok iso nyejahterakne koline.
Kepemimpinan yang efektif adalah pemimpin yang mampu mengolaborasikan maupun mengharmonisasikan kepentingan pencapaian tujuan karyawan dengan kepentingan pencapaian tujuan organisasi.Â
Tindakan ini dilakukan karena kolaborasi akan menghasilkan sebuah produktivitas dan kinerja organisasi yang jauh lebih mapan dan bagus. Kepemimpinan tersebut harus tersemat dalam jiwa raga seorang pemimpin, bila tidak, akan sangat sulit mencapai tujuan organisasi, lebih-lebih tujuan dari pada para pekerjanya.
Seorang pemimpin harus memiliki beberapa kemampuan, yang mana akan membantu dalam proses kepemimpinannya dalam organisasi. Kemampuan tersebut antara lain kekuasaan dan kewenangan, memahami manusia secara menyeluruh, kemampuan menggali inspirasi bawahan, dan kemampuan menciptakan iklim atau situasi yang kondusif.Â
Bukan seperangkat kemampuan yang mudah untuk dimiliki seorang pemimpin, karena sejatinya, pemimpin adalah orang yang terus belajar mengakomodasi permasalahan untuk menciptakan sebuah terobosan terbaru guna percepatan pencapaian tujuan organisasi.
Apabila seseorang pemimpin tidak memiliki atau tidak mampu menggunakan kekuasaan dan kewenangannya ke jalan yang benar, yakni mengarahkan, mengatur dan mengendalikan jalannya pergerakan organisasi, maka dapat dipastikan organisasi tidak berjalan pada koridor yang benar. Sehingga terjadi banyak penyelewengan maupun ketidaksesuaian dengan tujuan yang hendak dicapai.
Memahami manusia secara menyeluruh. Artinya seorang pemimpin harus mengidentifikasi, memiliki kedekatan atau paling tidak memahami karakteristik masing-masing bawahannya agar penyampaian suatu gagasan seorang pemimpin dapat diterima secara utuh. Tanpa menimbulkan salah persepsi atau salah pengertian, yang pada akhirnya berakibat fatal bagi pertumbuhan organisasi.Â
Dengan memahami karakteristik setiap bawahan, maka seorang pemimpin akan mengetahui bilamana bawahannya mengalami perubahan sikap maupun kinerja dalam organisasi. Alhasil seorang pemimpin harus hadir, memberi motivasi maupun pengarahan untuk membangkitkan kembali gairah karyawan atau bawahan dalam mencapai atau menjalankan tugas dalam organisasi.
Kemampuan menggali inspirasi bawahan. Seorang pemimpin tidak boleh memiliki sikap egoisme yang besar, mementingkan kepentingannya sendiri, tidak menerima masukan bahkan memerintah sewenang-wenang kepada bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi secara paksa. Apalagi memecat para kritikusiawan (baca: kritikus karyawan) dalam perusahaan. Sangat tidak patut. Padahal kritik memang diperlukan.
Mbok yo ngoco, nang Pakdhe Jokowi. De e sampek nyuwun-nyuwun kritik. Kenyataane, wakeh pengkritik seng mlebu penjara. Iki golek kritik, opo golek perkoro. Luwih-luwih golek kripik jangkrik.
Upaya ini, mengakibatkan kelambatan dalam pencapaian tujuan organisasi bahkan kegagalan dari semua fungsi organisasi, dari perencanaan, pengoordinasian, penganggaran, hingga pengevaluasian karena mengalami tekanan dengan paksa yang terus dipaksakan. Bukan hubungan saja yang gagal terjalin jika banyak tekanan. Perusahaan pun sama. Gagal bila kelebihan tekanan.Â
Padahal kemampuan organisasi tidak mampu mencapai kriteria yang ditetapkan oleh pimpinan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus menerima masukan, sekaligus mencari ide-ide baru dari para bawahannya. Hal ini digunakan agar memberikan kepercayaan kepada karyawan bahwa organisasi dimana ia bekerja adalah organisasi yang dapat membawa kemajuan (baca: kesejahteraan) bersama, maka diperlukan kerja bersama.Â
Pemimpin harus senantiasa berkoordinasi dengan bawahan dalam upaya pengambilan keputusan. Misalnya menggali inspirasi atau mencari inovasi dan kreativitas daripada bawahan untuk diaplikasikan kepada organisasinya.
Kemampuan menciptakan iklim dan situasi yang kondusif. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan menciptakan suasana dan kondisi yang kondusif dan stabil. Hal ini dikarenakan situasi yang kondusif dan stabil dapat meningkatkan kinerja para bawahan dan organisasi secara tidak langsung. Sebab setiap karyawan memiliki motivasi tersendiri untuk bekerja di organisasi tersebut, sehingga suasana kondusif dan stabil harus senantiasa terjaga dalam tubuh organisasi.
Melalui berbagai kemampuan dasar tersebut, sejatinya seorang pemimpin tentu berhasil dengan menggerakkan organisasi ke arah tujuan yang telah ditetapkan sehingga tidak mungkin terjadi sebuah kesalahan. Walaupun mustahil untuk sempurna, paling tidak meminimalisir terjadinya kesalahan yang dilakukan oleh organisasi dan memberikan pedoman sekaligus arahan jalan menuju tujuan organisasi.Â
Bila mengacu pada kasus tersebut, seorang pemimpin harus menjadi pengontrol sekaligus pengawas daripada jalannya tata kelola organisasi, sebab ia menjadi rambu peringatan apabila ditemukan kesalahan-kesalahan dalam tubuh organisasi.
Lah, bener kan. Dadi pemimpin kudu tanggung jawab. Bu Tedjo, mesti njelasno Iki. Opo o gajiku kok ilang 35%. Gwede, 35% Iki. Gawe tuku cilok e Pak Sabar oleh sak rombonge.
Upaya yang dapat dilakukan atas permasalahan tersebut adalah meningkatkan kemampuan seorang pemimpin, sekaligus para karyawan maupun pengurus (pengelola organisasi) dengan pengembangan diri, baik dari pelatihan maupun pendidikan, mencari gaya kepemimpinan yang sesuai dengan karakteristik bawahan.Â
Hal ini penting, karena setiap bawahan memiliki karakteristik yang berbeda sehingga harus di atasi dengan kepemimpinan yang berbeda pula. Oleh karena itu, seorang pemimpin minimal memiliki atau menggunakan dua gaya kepemimpinan agar mampu mengakomodir perselisihan yang ada, sehingga tidak terganggu kepada pencapaian tujuan organisasi.Â
Artinya kepemimpinan ini harus berimbang antara pencapaian produksi dengan pemanusiaan manusia (menjaga harkat dan martabat manusia sebagai seorang manusia seutuhnya). Apabila kedua orientasi ini disatukan, maka menghasilkan sebuah kenyamanan dalam bekerja dan luar biasa dalam mengatasi masalah.
Ketika seorang pemimpin menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia seutuhnya dalam organisasi, maka akan timbul inisiatif terhadap masing-masing individu dalam  organisasi untuk mencurahkan segala pikiran dan tenaganya demi kemajuan organisasi.
Sebab, sudah timbul perasaan saling memiliki organisasi sebagaimana organisasi sendiri, sehingga motivasi atau dorongan dari individu tersebut akan sangat besar terhadap kemajuan organisasi. Pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan organisasi yang otomatis, produktivitas atau kinerja organisasi akan meningkat jauh lebih signifikan dari pada masa sebelumnya.Â
Inilah manfaat yang luar biasa apabila menggunakan kedua cara pandang seorang pemimpin dalam kemajuan organisasinya. Namun perlu digarisbawahi, seorang pemimpin adalah pemimpin yang tentu tidak boleh keluar atau berat sebelah terhadap orientasi produktivitas dan orientasi terhadap manusia. Artinya harus benar-benar seimbang supaya menciptakan suatu keistimewaan terhadap organisasi dan kualitas kepemimimpinan.
Bu Tedjo, piye iki gajiku. Ojok dipandelengi tok. Mosok ra singkron.Â
Sek-sek, Cak Marto. Neng surat gajimu kae, ono nota bon. Kowe ngutang neng kas perusahaan. Lah, terus. Langsung dipotong saka gajimu. Utangmu sak ikan kuwi, sak juta pitu seket. Dadi klop kan? Karo sisa gajimu seng mbok tampi.
Elah dalah. Iyo. Leres, jenengan Bu Tedjo. Aku tau ngutang yo. Tuku opo aku sabene kuwi?
Mbok tukokno cincin ngunu. Koen kekno nang simpenanmu.
Aduh, ojo banget-banget, Bu Tedjo. Engo krungu rencang-rencang kepriye dadine.
Yo urusanmu, urusanku wes mari. Rampung. Lek gajimu kepotong utangmu. Wes. Beres yo.
Melalui kisah Cak Marto, ternyata Bu Tedjo sangat teliti dan mengindahkan prosedur tata kelola keuangan perusahaan. Jadi, hanya salah paham saja. Namun, kita dapat nasihat.
Apapun jabatan kita di perusahaan, upayakan bekerja setulus hati dengan penuh kejujuran, ketelitian, dan tanggung jawab. Karena kita ini pemimpin di jabatan yang kita duduki saat ini.
Dados pemimpin iku abot sanggane. Seng temenan lek mimpin, mben disenengi wong liyan. Ojok dadi pemimpin sing seneng dikritik masyarakat, mergo kebijakanmu ora dukung kesejahteraan masyarakat.
Bayu Samudra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H