Tak ada satupun aturan bahkan konstitusi Indonesia yang menyebutkan bahwa, warga negara asing dapat menjabat dalam tatanan kepemerintahan di Indonesia.
WNA dilarang jadi pejabat Pertiwi. Ini bukan soal emansipasi, kesetaraan gender, dan kompromi politik. Larangan tersebut telah dipaku kokoh dalam dinding instansi pemerintah Indonesia. Gak bakal ada yang berani menurunkan. Apalagi mencabut paku tersebut. Jahanam.
Semua warga negara Indonesia memiliki hak yang sama untuk menduduki jabatan pemerintahan. Entah itu seorang RT (rukun tetangga) bahkan seorang presiden sekali pun. Gak ada orang asing. Semua dikelola masyarakat Indonesia dan anak cucunya. Tak seorang asing pun diberi kedudukan meski hanya seorang juru parkir instansi kantor kelurahan.
Hal tersebut bukan kutukan atas merajalelanya kriminalitas di Indonesia. Namun sebagian puing penderitaan bangsa Indonesia di masa terdahulu. Bukan masalah trauma dan drama. Melainkan iktikad kokoh pancasila. Bhineka Tunggal Ika. Warga negara asing tak mengenal itu. Mereka menyeragamkan keragaman. Mereka memaksakan penyeragaman.
Bolehkah WNA menjabat di Indonesia, walau hanya seorang tuwawa (baca: orang yang mengatur irigasi pertanian desa)?
Tidak boleh. Sekali lagi tidak boleh. Meski sudah menikah dengan warga negara Indonesia. Tidak boleh.
Kecuali, bila ada seorang WNA yang cinta kepada Nusantara secara tulus, ikhlas, dan penuh kasih sayang. Sukma Pertiwi merestui. WNA tersebut bakal menetap di Indonesia. Melepaskan kewarganegaraannya. Tinggal di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Patuh kepada hukum Indonesia. Menaati dan mengakui pemerintah Indonesia. Menjalankan kewajiban sebagai warga negara Indonesia. Ia bakal diterima di pangkuan Pertiwi.
Namun, belum tentu disambut hangat oleh para tetua bangsa. Tidak ada jalan tol menuju istana. Tak pernah ada jembatan yang terhubung ke kursi kepala daerah. Tak bakal ada rute alternatif mencapai bilik-bilik pegawai pemerintahan. Semua ditempuh dengan jalan kaki, lebih-lebih merangkak. Itu pun bila tiba dengan selamat.
Sangat sulit, seorang asing menjabat di Indonesia. Sekali lagi sangat berat. Jangankan warga negara asing, warga negara sendiri saja, ampun ruwet. Indonesia bukan destinasi merantau kekuasaan. Jadi, jangan menapakkan kaki asing milikmu di dalam sukma pemerintahan elok amat kucinta ini.
Jangan sia-siakan waktumu, wahai warga asing. Untuk bisa berleha-leha di pelataran rumah Pertiwi. Langkahmu sangat sulit. Seperti langkahku di negerimu. Tertatih, menderita, dan tersiksa.